Proyek Perkaderan #12

BPL Cabang Malang? Instrukturnya Banyak Tapi Seperti Buih Dilautan.

Penulis : Alirumi 

 

Badan Pengelola Latihan (BPL) adalah salah satu bagian penting dalam struktur organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). HMI sebagai organisasi mahasiswa yang telah berusia puluhan tahun memiliki peran strategis dalam mencetak kader-kader yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga lumayan matang dalam aspek kepemimpinan dan pengembangan diri. Kita bisa lihat saja para alumninya. Salah satu aspek yang sangat penting dalam proses kaderisasi HMI adalah pelatihan yang diberikan kepada anggotanya alias kaderisasi, dan BPL merupakan lembaga yang membantu bertanggung jawab untuk mengelola pelatihan-pelatihan tersebut, terutama pelatihan yang diselenggarakan yang melibatkan Badan pengelola Latihan. 

Namun, seperti yang banyak dirasakan oleh kader HMI Cabang Malang, meskipun memiliki banyak instruktur yang telah mengikuti Seniors Course (SC), terkadang keberadaan mereka terasa seperti buih di lautan, banyak tetapi kurang memiliki dampak yang masif terhadap perkembangan anggota dan organisasi. Hal ini justru menjadi ironi, karena seharusnya BPL salah satu lembaga yang dapat menjadi wadah membawa perubahan besar bagi para kader. Justru mengalami penurunan semangat dalam pengabdian. 

Untuk Diwilayah Malang jika kita melihat anggota BPL yang lumayan banyak berkisar kurang lebih 103 anggota. Berdasarkan penyampaian anggota BPL malang, sekitaran 40% instruktur masih berada diwilayah malang dan terbagi disetiap kampus yang ada, sedangkan 60% telah tergolong menjadi alumni dan baru demisioner. Yahh, walaupun 40% masih stay dimalang, tapi yang mengherankan kader-kader di malang, kenapa yang mengelola wajah-wajah itu terus, kemana yang lainnya? Apakah gelar SC hanya untuk mempercantik nama serta biodata diri, atau memang tidak mau mengelola karena jam tidur berkurang atau terkendala transportasi dll. 

Selain itu, BPL yang memiliki tugas dalam kerja sama dengan bidang di cabang atau setingkat pusat ia tentu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi berbagai pelatihan yang ditujukan untuk pengembangan kapasitas anggota HMI. Pelatihan-pelatihan ini beragam, mulai dari pelatihan dasar kepemimpinan, keterampilan organisasi, hingga pelatihan yang lebih teknis yang mendalami ilmu-ilmu tertentu. BPL juga berperan dalam memastikan bahwa para instruktur yang terlibat dalam pelatihan memiliki kualitas yang baik, serta dapat menyampaikan materi dengan efektif. Bukan hanya petantang petenteng bahwa udah SC dan yang lain belom, sehingga memudahkan kita berbuat untuk mendiktekan orang lain layaknya tidak tahu apa apa. Tentu kita tak bisa mengkalikan Nol buat orang lain. 

Di HMI Cabang Malang, banyaknya instruktur yang terlibat dalam pelatihan menjadi sesuatu yang bisa dianggap sebagai kekuatan besar, sebenarnya begitu, karena cabang Malang juga salah satu cabang terbesar. Maka sangat berpotensi untuk kader HMI menjadikan malang sebagai laboratorium perkaderan, sebagai contoh buat cabang yang lain. Dan Para instruktur ini biasanya adalah anggota-anggota yang sudah berpengalaman, baik dalam hal kepemimpinan, organisasi, maupun ilmu yang mereka miliki. Mereka memiliki latar belakang yang beragam, dari yang berpengalaman di tingkat cabang hingga mereka yang memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang akademik. Namun, meskipun ada banyak instruktur, kenyataannya justru kadang-kadang mereka tidak memberikan dampak yang maksimal terhadap pengembangan anggota, karena memang sulit untuk memberi pemahaman kepada orang banyak. Dapat dimaklumi. 

Namun, Salah satu masalah yang sering muncul adalah kurangnya koordinasi antara instruktur-instruktur tersebut. Banyak instruktur yang hadir dalam kegiatan BPL, tetapi sering kali mereka kurang bekerja secara bahu membahu. Hal ini bisa dilihat dari adanya pelatihan-pelatihan yang terkesan tidak terstruktur dengan baik, atau bahkan tidak relevan dengan kebutuhan kader wilayah malang. Kadang-kadang, instruktur memiliki pendapat yang berbeda-beda ketika mengarahkan masalah Pra LK1, terutama yang sering terjadi dibagian Tor materi Training, belum lagi panitia Lk yang di lempar hubungi sana sini, dan belum lagi marahnya instruktur ketika panitia telat komunikasi. 

Kita perlu memahami kondisi ini semua, karena kader baru juga masih belajar dan BPL jangan memposisikan diri sebagai nabi baru yang perlu di agungkan. Mari kita sama-sama bersikap saling belajar, karena di era gen millennial dan alpa begini, ekspresi marah-marah bukan lagi tempat yang cocok bagi generasi ini. Bukan kita melarang untuk marah, tapi marah lah selayaknya guru dengan murid, ayah dengan anak. Marahnya kita di HMI ini, wajahnya senior dan junior dengan watak feodal, ini konotasi yang buruk buat iklim Perkaderan. 

Adapun di HMI Cabang Malang, terdapat banyak pelatihan yang terkadang tidak memiliki kesinambungan antara satu pelatihan dengan pelatihan lainnya. Pelatihan yang satu mungkin berfokus pada aspek kepemimpinan, sementara pelatihan lainnya malah lebih teknis atau bahkan tidak terlalu relevan dengan situasi terkini yang dihadapi oleh anggota, mungkin juga instruktur kewalahan  mengahadapi persoalan ini. Apalagi adanya kegiatan jangka pendek, karena sudah kehabisan trobosan baru. Hal ini membuat peserta merasa kebingungan dan tidak mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah organisasi atau bagaimana mereka bisa mengembangkan diri melalui pelatihan yang ada. 

Pada saat yang bersamaan, meskipun ada banyak instruktur, tidak semua instruktur memiliki pemahaman yang mendalam tentang memaknai visi dan misi organisasi. Instruktur yang tidak cukup paham dengan arah gerakan organisasi mungkin akan terjebak dalam memberikan materi yang tidak mengarah pada pengembangan karakter dan kepemimpinan kader HMI. Sehingga, meskipun instruktur tersebut banyak, kontribusinya terhadap pengembangan anggota menjadi tidak maksimal, dan dampaknya pun terasa sangat minim. Saat ini, HMI telah banyak kehilangan produksi tokoh intelektual maupun cendekiawan. 

Alhasil Banyaknya instruktur di BPL HMI Cabang Malang tidak menjamin efektivitas pelatihan, banyaknya kader dimalang juga menjadi gembel di HMI alias tidak produktif. Salah satu alasan mengapa pelatihan menjadi kurang efektif adalah bukan kurangnya evaluasi terhadap setiap sesi pelatihan yang dilakukan, bukan juga Tanpa evaluasi yang mendalam, namun sulitnya untuk mengetahui apakah materi yang disampaikan sudah tepat sasaran ini menjadi tantangan, karena tidak semua peserta mampu memahami apa yang telah di dapatkan, entah persoalannya apakah cara penyampaian instruktur sudah sesuai dengan kebutuhan peserta, dan apakah pelatihan tersebut mampu menciptakan perubahan yang signifikan pada peserta. Yahhh, setidaknya peserta mendapatkan gambaran sedikit tentang BerHMI. 

Kerja kemanusiaan ini membutuhkan waktu seumur hidup, kita mendedikasikan untuk mendidik manusia banyak pengorbannya. Pelatihan memang harus sering dievaluasi dengan baik, karena untuk memastikan kedepannya. Jika tidak ada evaluasi terus menerus, maka akan sangat mudah bagi pelatihan tersebut untuk jatuh ke dalam rutinitas yang tidak membawa hasil yang berarti. Peserta pelatihan pun sering kali merasa bahwa apa yang mereka terima hanya sebuah pengetahuan yang tidak bisa langsung mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka merasa seperti mengikuti sebuah kegiatan yang tidak memberikan manfaat nyata. 

Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya pembenahan besar dalam sistem pengelolaan pelatihan di BPL HMI Cabang Malang. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan meningkatkan koordinasi antar instruktur dan hal ini perlu keterbukaan, siap di kritik, bukan lagi masalah perasaan dibawa dalam ruang-ruang pikiran begini alias sungkan tidak enakan sebagainya. Setiap instruktur perlu satu frekuensi yang sama tentang pelatihan yang ada, serta bagaimana pelatihan yang diberikan bisa mendukung tujuan jangka panjang organisasi. Dengan koordinasi yang baik, instruktur bisa bekerja sama dalam merancang dan melaksanakan pelatihan yang lebih terarah dan terstruktur satu sama lainnya. 

Bukan hanya evaluasi yang lebih rutin dan mendalam terhadap setiap pelatihan yang ada, namun bagaimana keikutsertaan instruktur baru pula lebih penting sebagai estafet selanjutnya. BPL HMI Cabang Malang memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan kader-kader yang berkualitas, namun tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan pelatihan membuat banyak instruktur terasa seperti buih di lautan—banyak, tetapi tidak memberikan dampak yang berarti. Mungkin tantangan yang semakin tahun semakin terasa sulit, belum lagi, beban kuliah, finansial yang masih kembang kempis. 

Dalam hal ini kita berharap Dengan peningkatan koordinasi antara instruktur, evaluasi pelatihan yang lebih efektif, BPL dapat lebih optimal dalam menjalankan perannya sebagai pengelola pelatihan yang membawa perubahan nyata bagi anggotanya dan kader yang ada, Ini akan memastikan bahwa setiap kader HMI memiliki bekal yang cukup untuk mengemban amanah kepemimpinan, baik di dalam organisasi maupun diruang masyarakat kelak. 


Shadaqaulahul adzhim 

Bihaqqi Muhammad saww...

Malang, 10/2/25


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8