Proyek Perkaderan #2

Proyek perkaderan #2

Open BO kursi kepengurusan

Penulis : alirumi

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan terbesar dan tertua di Indonesia. HMI tidak hanya berperan dalam pengembangan keilmuan dan kepemimpinan mahasiswa, tetapi juga memiliki pengaruh signifikan dalam politik dan sosial di tingkat nasional. Salah satu aspek yang penting dalam struktur organisasi HMI adalah proses pemilihan dan penempatan jabatan. Dalam konteks ini, fenomena "booking order" kursi jabatan sering kali muncul. Apakah Hal ini sudah ada sejak terbentuknya HMI ataukah setelah HMI memasuki era barunya.

"Booking order" atau pemesanan kursi jabatan adalah praktik di mana individu atau kelompok tertentu mengatur atau "memesan" posisi-posisi strategis dalam kepengurusan sebuah organisasi sebelum pemilihan resmi dilakukan. Dalam konteks HMI, ini merujuk pada situasi di mana calon-calon pengurus atau pengurus sebelumnya sudah melakukan pengaturan atau perjanjian untuk memastikan posisi tertentu dalam struktur kepengurusan yang akan datang (Transaksi Gelap Politik). Fenomena ini seringkali terjadi karena posisi-posisi tersebut dianggap strategis dan memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan serta arah organisasi bahkan kemungkinan ada cuan sampingannya.

Pemilihan jabatan melalui booking order alias BO dapat memiliki dampak yang berbeda-beda tergantung pada bagaimana praktik ini diterapkan. Mungkin Ada beberapa dampak positif yang timbul seperti Stabilitas Organisasi,  Dengan adanya booking order, organisasi dapat memastikan bahwa posisi-posisi strategis diisi oleh individu yang sudah dikenal dan dipercaya saja hal ini supaya dapat membantu menjaga stabilitas dan kelangsungan organisasi. Karena kita tahu, bahwa apabila salah memilih pengurus, bisa saja organisasi mengalami ketimpangan jalan proyek kerjanya. Yahhh, tentu pernah kita mendengar tentang Reshuffle kepengurusan.

Disisi lain, Persiapan yang Matang  Calon yang sudah memesan kursi jabatan dapat melakukan persiapan dengan lebih matang, baik dalam hal visi, misi, maupun program kerja. Mungkin dengan adanya BO Ini dapat menghasilkan kepengurusan yang lebih siap dan terencana.

Namun, kita tak bisa menafikan adanya sejumlah dampak yang kurang sehat yang perlu diperhatikan pada fenomena begini. Yang jelas, kita pasti menilai bahwa adanya BO begini telah mencoreng jabatan seorang pemimpin alias Kepemimpinan yang Tidak Transparan. Karena kepentingan politik, Praktik booking order sering kali mengabaikan prinsip transparansi dan Meritokrasi, yang dapat mengakibatkan pemilihan pemimpin berdasarkan hubungan pribadi atau kepentingan kelompok, bukan berdasarkan kompetensi dan kualifikasi, gejala begini kebanyakan orang menyebutnya dengan KKN (korupsi,kolusi dan Nepotisme).

Dengan adanya KKN pada proses perekrutan Pengurus alhasil kemungkinannya Potensi Pelarian serta money laundry bisa terjadi dalam beberapa kasus, booking order dapat membuka peluang untuk praktik-praktik korupsi atau politik uang, di mana posisi-posisi strategis yang banyak di incar dapat diperebutkan dengan cara yang tidak etis serta memangkas keadilan.

Bukan hanya itu pula, praktek booking order ini lambat laut akan Mengurangi Motivasi sebagian masyarakat HMI untuk berkompentensi ke jenjang selanjutnya. Karena, Anggota organisasi yang merasa tidak memiliki kesempatan yang adil untuk berkompetisi mungkin akan kehilangan motivasi dan minat untuk terlibat lebih jauh dalam kegiatan organisasi. Sebab, melihat praktek lapangan yang kurang sehat, sebagian kader merasa kehilangan gairah dalam perjuangannya.

Dalam sejarah HMI, fenomena booking order telah menjadi isu yang kerap dibicarakan. Kasus-kasus di mana kursi jabatan sudah “dipesan” sebelum pemilihan resmi terjadi cukup sering. Praktik ini sering kali didorong oleh adanya kepentingan politik dan kekuasaan di tingkat lokal maupun nasional. Misalnya, dalam pemilihan ketua umum HMI di tingkat cabang atau komisariat, pengurus sebelumnya atau kelompok-kelompok tertentu mungkin sudah melakukan deal atau kesepakatan dengan calon-calon pengurus baru, tim koalisi dan pemenangan (simbiosis mutualisme).

Salah satu contoh yang dapat dikaji adalah pemilihan ketua umum HMI di sebuah cabang yang diwarnai oleh adanya “deal politik” antara calon-calon ketua umum dan pengurus sebelumnya. Dalam kasus seperti ini, calon ketua umum mungkin telah “memesan” kursi jabatan dengan menjalin kesepakatan dengan pengurus lama ataupun bakal calon pengurus baru mengenai dukungan atau pemilihan calon-calon pengurus tertentu untuk posisi-posisi yang strategis.

Apa iya kita bisa menghapus perlahan Tradisi yang cuman menguntungkan sedikit orang begini? Mengapa praktik begini selalu terjadi, selama kita berkader, mungkinnya kita ialah orang-orang yang sangat memperlajari Nilai-nilai dasar perjuangan (ideologi). Akan tetapi, kenapa ketika dihadapkan dengan realitas kekuasaan sering kali kita lupa diri. Bukannya, semakin kita belajar yang tumbuh ialah kebijaksanaan justru bukan sebaliknya.

Walaupun dengan adanya suatu hal formal pada sistem perekrutan kepengurusan, seperti seleksi kriteria yang transparan dengan mengisi format data individu bakal calon pegawai baru. Namun sistem ini hanyalah syarat yang tidak terlalu dikhawatirkan, apalagi proses pemilihan tidaklah melibatkan mekanisme yang lebih terbuka dan partisipatif.

Selain itu, Apakah bisa dengan Pengawasan Internal yang Ketat, serta Pengawasan dan audit internal yang ketat terhadap proses pemilihan dan penempatan jabatan dapat membantu mengidentifikasi dan mencegah praktik-praktik yang tidak etis? Hal ini kemungkinannya kecil, jauh sebelum itu para pemangku kekuasaan sudah berjabat tangan dengan bestienya.

Walaupun Pendidikan serta mengkampanyekan tentang pentingnya transparansi dan meritokrasi dalam organisasi kepada semua anggota HMI dapat meningkatkan kesadaran dan mempromosikan budaya organisasi yang lebih baik, hal-hal ini hanyalah sebuah cerita yang jauh dengan prakteknya. Bisa saja kita didepan umum berbicara keadilan, kebenaran, kebijaksanaan. Tapi belum tentu kita bisa mempraktekan hal itu dalam sebuah dinamika kehidupan ini.

Kebijakan Anti Korupsi, anti nepotisme, dan anti-anti lainnya. Menerapkan kebijakan ini itu, namun tidak memasuki pada ruang-ruang praktek ketegasan dalam suatu komunitas, organisasi atau sejenisnya, maka sampai kapanpun dan siapapun yang terpilih sebagai pemangku kekuasaan akan dikalahkan dengan keadaan.

Booking order dalam kepengurusan HMI adalah fenomena yang kompleks dengan berbagai dampak positif dan negatif. Meskipun dapat memberikan stabilitas dan persiapan yang matang, praktik ini juga dapat mengurangi transparansi dan memicu potensi KKN, dalam hal ini Untuk menjaga integritas dan efektivitas organisasi, penting bagi para pejabat HMI dan organisasi sejenis untuk mengadopsi sistem pemilihan yang lebih transparan, memperkuat pengawasan internal, serta menerapkan protokol kelayakan. Dengan demikian, diharapkan bahwa proses pemilihan jabatan dapat dilakukan dengan cara yang lebih adil dan berorientasi pada kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Akan tetapi, sisi gelapnya dunia perpolitikan akan menjadi perjalanan panjang yang butuh diawasi terus-menerus.

Shadaqaulahuladzim
Bihaqqi Muhammad Saw..

Dikota malang, 5/9/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8