Mengapa kader HMI Harus Belajar Filsafat?
Refleksi Follow Up Mulla Shadra
Penulis : Alirumi
Sedikit ingin bercerita dari beberapa tempat-tempat kajian di wilayah Malang, terutama di tubuh HMI di malang. Mengapa diakursus filsafat tidak mendapatkan porsi yang begitu banyak? Apa iya mata kuliah atau pembelajaran filsafat begitu rumit dan dapat menyesatkan, tak penting karena hanya permainan kata-kata semata sehingga ia tidak begitu mendapatkan banyak respon para peserta, ataukah penyampaian filsafat yang dibawakan para pemateri begitu berat dengan bahasa tinggi yang tak membumi dan istilah yang kurang familiar di telinga awam? Ataukah para awam yang tak mau mengupgrade diri dengan kebiasaan-kebiasaan untuk mendengarkan istilah-istilah yang kurang familiar? Yahh, bisa saja dengan kemungkinan-kemungkinan diatas ada benar dan salah nya.
Dalam kompleksitas dan kerumitan yang dihadapi manusia saat ini, mau tidak mau manusia di paksa oleh keadaan untuk beranjak dari kemelut kehidupan yang dihadapinya. Tentunya menghadapi persoalan yang ada kita perlu cara pandang, cara pandang menjadi penting bagaimana seseorang menyikapi suatu persoalan. Sebagaimana, ketika beberapa orang ditimpa masalah, sebagian menyikapi dengan penuh optimisme karena masalah diartikan sebagai suatu pengujian terhadap diri, bahwa dengan adanya masalah ialah suatu otokritik diri yang serba kekurangan. Adapun sebagian lainnya menyikapi dengan pesimisme dengan menganggap bahwa adanya masalah ialah suatu persoalan yang baru lagi menimpa diri sedangkan masalah sebelumnya belum saja selesai.
Mengapa cara pandang begitu penting dalam menyikapi persoalan? Bisa saja cara pandang menentukan suatu kualitas akal yang dimiliki seseorang ataupun sejauh mana pengetahuan yang dimilikinya. Mungkin kita pernah mendengar ataupun melihat serta mengamati bahwa seseorang yang memiliki kapasitas pengetahuan yang luas ia akan bijaksana ataupun lebih leluasa melihat suatu persoalan dengan beragam sudut pandang. Pada akhirnya ia melihat persoalan dengan beragam sudut pandang menjadikan ia cendrung memutuskan suatu penilaian lebih berhati-hati.
Hal ini selaras dengan cara pandang filsafat, filsafat yang melahirkan ilmu-ilmu lainnya dan memiliki makna cinta kebijaksanaan setidaknya berperan cukup penting membentuk cara pandang seseorang. Para pembelajar filsafat sudah seharusnya menyikapi sesuatu dengan kearifan atau kebijaksanaan, bukan lagi dengan serampangan. Namun, tidak dipastikan juga orang-orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi dapat menyikapi sesuatu dengan kebijaksanaan, Sebab pengetahuan teoritis (cara pandang) ialah hubungan yang tidak niscaya dengan pengetahuan praktis (tindakan). secara fakta saja banyak dari para ahli dibidang suatu keilmuan yang seharusnya menggunakan keilmuan untuk maslahat sosial tapi justru digandeng dan kenduri politik praktis pada kekuasaan struktural. Mungkin yang menjadi penyebab ialah tendensi hasrat yang kuat sehingga pengetahuan yang dimiliki tidak menjadi alat pengontrol diri. Makanya di posisi ini, pengetahuan perlu adanya kesucian di dalamnya.
Terlepas dari persoalan diatas, setidaknya sebagai kader HMI yang tak lepas dengan membaca dan berdiskusi. Sudah seharusnya pula memiliki cara pandang yang kritis dan paradigmatik, bukan lagi menjadi intelektual tukang kutip alias intelektual menurut tokoh ini, tokoh itu dan sebagainya. Sehingga, gagasan dia sendiri yang dimiliki tidak diketahui, karena sudah banyak asumsi lainnya yang masuk dikepala, karena dari miskinnya diri kita yang tak punya cara pandang kritis dan paradigmatik membuat kita hanya sekedar ikut-ikutan saja. Justru dalam hal ini, semakin kita belajar bukan semakin mengenal diri, tapi semakin belajar semakin lupa diri dan lebih bahaya nya ialah minta dihormati dan congkak.
Meminjam dialog-dialog yang dilakukan para kader HMI dan Cak nur, ketika Cak nur ditanya, apakah Kader HMI harus belajar filsafat? Cak nur menjawab bahwa kader HMI wajib belajar filsafat, karena dengan Nalar filsafat Cak Nur menginginkan kader HMI yang awalnya Islam rumahan (kaku) menjadi islam Rahmatan lil Alamin (keterbukaan) yang tidak mudah mengkafirkan sana sini ataupun menyesatkan yang tak se iman dengan agama islam.
Tidak hanya di posisi itu, mengapa filsafat begitu penting buat di pelajari, karena adanya kebutuhan memahami teks-teks NDP yang lumayan sulit yang katanya begitu, maka kader HMI perlu suatu pisau analisis atau metodelogi berpikir untuk memahaminya. Kita bukan hanya duduk diam dan meratapi sambil berdoa bahwa teks NDP mudah dipahami tanpa ikhtiar terus menerus penggalian akal yang lebih dalam. NDP bukan bahasa Ilahi yang hanya para nabi dan wali saja bisa memahami, NDP ialah kerangka intelektualitas seorang cak nur. Oleh karena itu, memahami NDP, pahamilah cara kerja dan kerangka intelektual cak nur. Di NDP ia menawarkan kerangka Pengetahuan (epistemologi), tentang eksistensi (ontologi)dan tanggung jawab (aksiologi) yang pada akhir dari 3 perjalanan tersebut ialah kerangka spiritualitas islam yang di inginkan cak nur (Tauhid/Realitas Ilahi).
Filsafat akan menjadi penting dalam memahami NDP, karena dalam studi filsafat yang memilki 3 komponen umum pembahasan tersebut dapat mempermudah memahami makna-makna NDP. Tentu kita tak ingin hanya NDP yang dapat dipahami, justru dalam keilmuan lainnya filsafat mampu membantu kita untuk memahami persoalan yang ada. Boleh-boleh saja kita mengatakan bahwa filsafat tidak mengajarkan bagaimana mengafani dan mensholati seorang mayat sebagaimana ungkapan sujiwo tejo. atau pun filsafat tidak mampu menemukan realitas ilahi. Tapi, perlu kita ketahui pula, bukankah filsafat sofwarenya ialah akal, jika akal (filsafat) tak bisa menemukan realitas ilahi, lantas setelah kematian kita, akal mau pulang kemana? Bukankah kita semua milikNya? Jadi, kita perlu curiga saja, ketika kita belajar filsafat, namun filsafat yang kita pelajari justru menjauhkan diri kita terhadap realitas, makin ateis, makin tidak beragama, tidak progresif, pesimisme, maka kemungkinana besar ada yang salah dalam pembelajaran kita.
Dahulu, filsafat diyunani bukan hanya sebagai pembelajaran yang mewah dan suatu tradisi intelektual yang masif, namun sekaligus Alat terapi Diri. Saat kini, kita belajar filsafat, yang mewahnya ialah hanya istilah" yang canggih justru bikin orang bingung, disisi lain semakin belajar filsafat bukan makin tau diri, tapi dengan realitas diri sendiri juga makin bingung.
Mengapa keharusan kader HMI belajar Filsafat? Sebab kalau kita menolak belajar filsafat pun akan semakin mengukuhkan filsafat, karena, jika filsafat diartikan sebagai sebuah keberpikiran/akal. Maka filsafat sejak awal akar nya ada pada diri kita. Sederhananya, filsafat dengan diri kita begitu dekat, berbicara filsafat sama saja berbicara tentang diri kita. Justru, Jangan berbicara filsafat yang jauh dengan diri kita. Itu sama saja, semakin kita belajar filsafat, semakin jauh kita dengan realitas diri.
Shadaqaulahul adzhim.....
Bihaqqi Muhammad....
Malang, 24 juni 2024
Komentar
Posting Komentar