Teori Desposisi Baqir Shadra sebagai jalan Tengah Nalar Sains, filsafat Dan agama.

Benarkah Desposesional Teori Ialah Kerangka Pertemuan Sains, Filsafat & Agama?

Penulis  : Rumi Ali Ahmad


Muhammad Baqir al-Sadr (1 Maret 1935 – 9 April 1980) ialah seorang Mujtahid, filsuf dan pemikir islam pada zamannya. Karya nya yang luar biasa dapat kita cicipi pada saat ini yang masih relevan untuk menjawab persoalan" yang ada. Sebagaimana teori Desposisi yang ia cetuskan adalah untuk menjawab perdebatan panjang antara Rasionalisme, empirisme bahkan antara sains, filsafat dan agama. Bagaimanakah teori ini menjawab persoalan perdebatan intelektual tersbut? Mari kita simak.

Dalam kasus yang ada, pertentangan sains dan filsafat menjadi membara sampai saat ini, sebagaimana serangan sains yang mencoba mematikan filsafat serta metafisika (agama). Hal ini tak lepas dari perkembangan kita  pergulatan antara rasional eropa dan kaum empiris. Baku libas diantara kedua aliran tersebut terlihat jelas pada formulasi berpikir para tokoh tersebut. Sepanjang sejarah kita melihat bagaimana pertarungan kedua aliran ini tak kunjung berhenti. Bahkan sampai saat ini masih banyak yang membangkitkan kedua aliran tersebut, ini merupakan gairah intelektual yang sangat antusias dimiliki orang orang yang berkesadaran akan pengetahuan.

Walaupun masih banyak sebagian kalangan yang memperdebatkan antara sains, filsafat dan agama adalah sesuatu yang tidak bisa menyatu, ada pula yang mengatakan bisa. Ia adalah sebuah perbedaan pandangan terhadap sesuatu, suatu kesimpulan yang didapat dari cara berpikir masing". Begitu juga dengan Seorang intelektual muslim yaitu Muhammad Baqir Ash Shadr pada zamannya yang bersih keras memerangi orang orang yang memisahkan filsafat pada agama, filsafat pada sains, bahkan kemungkinan besar yang menolak filsafat. Untuk lebih lanjutnya, Silahkan teman-teman baca tulisan saya yang berjudul MATINYA FILSAFAT. Di tulisan tersebut saya menjelaskan bagaimana filsafat menggali kubur nya sendiri dan sains tidak perlu repot-repot memggalikan kuburan untuk filsafat.

Dalam pandangan Baqir Shadr untuk menolak sains bukan dengan cara berfikir filsafat tapi dengan cara berfikir sains. Sains yang ingin menjauhi dirinya dengan filsafat justru menurut pandangan baqir shadr ia ingin menemukan titik temunya. Maka Dalam karyanya Falsafatuna ini ia ingin melihat bagaimana titik temu antara sains, filsafat dan agama dalam kerangka epistemologi nya.

Teori deposisi baqir shadr berangkat dari kerangka sains dan diakhiri dengan kerangka pengetahuan agama. Hari ini kita belajar sains malah menjauhkan diri dari agama, belajar filsafat juga begitu. Kayak alergi dengan agama. Tentu alasan orang terkait hal itu memiliki alasan masing-masing. Tapi alangkah baiknya, bagaimana kita mengaitkan ketiga itu, dan dimana letak keterpisahan nya juga.

Kembali ke pembahasan, bahwa didalam epistemologi Muhammad Baqir Shadr kita ingin melihat bagaimana terjadinya konsep atau suatu pengetahuan itu terjadi dalam diri manusia. Mula mula Manusia yang dikatakan John locke itu seperti selembar kertas putih, ia lahir tidak memiliki pengetahuan, ia masih kosong atau dikatakan masih suci, hanya memiliki potensi saja, dan apa yang akan di isi nanti terhadapnya itu berkaitan dengan dirinya dengan lingkungannya.

Begitu juga dengan pandangan baqir shadr ia mengatakan bahwa manusia memang saat lahir belum mengetahui apa apa kecuali pengetahuan instingtif saja. Akan tetapi manusia dibekali dengan potensi dan alat untuk memperoleh suatu pengetahuan. Ketika manusia mulai memikirkan alam maka ia akan menggunakan alat pengetahuannya yaitu indra ,akal. Seperti halnya ketika kita melihat api, maka didalam benak kita tentu muncul api pula. Sehingga didalam kerangka epistemologi Baqir shadr disini, ketika indra mempersepsi ke realiatas eksternal maka dipikiran kita akan muncul apa indrawi kita persepsi. Ketika indra ke alam itu disebut dengan informasi primer, informasi yang didalamnya belum terdapat penilaian, ia hanya sekedar infromasi saja. Dan informasi primer dari indra mempersepsi di realitas eksternal maka terjadi suatu konsepsi primer. Apa itu konsepsi primer? Yaitu konsep yang terjadi adanya relasi indra ke realitas eksternal.

Semisalkan kita mendengar teman kita ia mengatakan pusing kepala. Ini perkataan yang ia sampaikan ialah suatu kesimpulan dia, akan tetapi kita mesti bertanya, pusing kepala itu disebabkan apa? Menanyakan hal yang mendasar dari suatu persoalan, pada dasarnya ingin menemukan informasi primernya atau informasi yang mendasar, apa yang membuat ia pusing kepala tersebut. Apakah pusing kepala karena belum dikirim uang kos, atau bisa jadi pacarnya belum balas chat.

Pertanyaan kita, bagaimana konsep primer itu bisa terjadi? Di Realitas eksternal ini sesuatu itu memiliki massa dan volume. Contoh terkait api, api direalitas eksternal memiliki sifat panas, bisa membakar akan tetapi didalam pikiran kita api itu tidak membakar. Lantas, api yang tidak membakar ini kita dapatkan dari mana? Direalitas eksternal itu api nya membakar, dikepala kita tidak membakar, ada dua hal yang berbeda antara di realitas eksternal dan di pikiran kita.

Berkaitan dengan Karakteristik" yang berbeda antara realitas eksternal dan di pikiran kita itu nanti akan kita bahas, persoalan kita bukan disitu tapi bagaimana proses terjadinya konsep dikepala. Adanya informasi primer dan konsepsi primer tentu tidak terjadi begitu saja, pastilah ada sesuatu yang mengaitkan hal itu. Kita melihat api melalui indra dan muncullah gambaran api dikepala. Munculnya gambaran dipikiran itu bukan secara spontanitas atau secara otomatis langsung jadi, indrawi kita hanya melihat fenomena-fenomena saja, bukan melihat gambaran api, lantas gambaran itu darimana? Sebagaimana api direaliatas eksternal itu satu hal, dan hadirnya gambaran api dikepala kita juga satu hal. Lantas apa yang menghubungkan kedua itu? Apakah ia terjadi secara begitu saja ataukah memerlukan hubungan lain.

Ketika kita melihat api direalitas eksternal (alam) sebagai landasan terjadinya konsep. Ini sama kedudukan nya antara empirisme dan rasionalisme, sama sama menerima alam sebagai landasan pengetahuan dan bukan sebagai neraca pengetahuan.
Maka indrawi yang berhubungan langsung pada objek direalitas eksternal (informasi primer) akan mengakibatkan gambaran dikepala (konsepsi primer). Sederhananya jika kita melihat dari penjelasan awal seperti argumentasi implikatif (jika-maka) atau kausalitas. Sebab indra mempersepsi objek direaliatas akibatnya muncullah gambaran dikepala. Akan tetapi tidak cukup dengan dalil-dalil implikatif saja, kita harus melihat bahwa memang adanya Hubungan tersebut di alam eksternal.

Dimanakah letak teori Desposisinya?

Ketika indrawi mempersepsi secara langsung direaliatas terhadap objek tertentu, maka indrawi terpredikasi sebagai sebab, sedangkan terjadinya konsepsi primer terpedikasi sebagai konsekuensi atau akibat. Ini menjelaskan bahwa antara sebab dan akibat yang dipahami melalui indrawi atau ide kita tentu bukanlah sumber dari indra dan ide kita. Sebab dan akibat sebagai pintu dasar untuk memahami adanya predikasi dari kedua itu, jika kita melihat bahwa sebab iti satu hal dan akibat juga satu hal. Maka predikasi terhadap sebab dan akibat itu terpahami  atau terdapat relasi antara sebab dan akibat, antara indrawi dan ide  (relasi kausalitas). Sehingga kita mengetahui bahwa kausalitas itu ia berada diluar indrawi dan ide dengan adanya peletakan predikatif Kausalitas padanya.

Ala kulli hal, ketika indrawi (alam) sebagai sebab berhubungan di realitas eksternal dan ide (R1) sebagai akibat adanya gambaran. Bukanlah sesuatu yang terputus atau terpisah, justru kita melihat adanya relasi yang membuat kedua itu saling berhubungan (R2). Maka dari ketiga hal tersebut. Yakni informasi primer, konsepsi primer dan inovasi atau kreasi pikiran dalam menurunkan konsepsi Desposisi. Sederhananya Desposisi ingin mengaitkan antara empiris dan rasional, didalam kedua teori tersebut tidak ada namanya keterpisahan seperti apa yang dipahami teman teman eropa yang hanya mengukuhkan rasional disatu sisi dan empiris disatu sisi. Sehingga kita bisa melihat bahwa Desposisi Muhammad Baqir Ash Shadr ini ingin meletakan arti kesatuan antara alam dan ide.

Berkaitan Teori Desposisi ini kita bisa melihat bagaimana antara sains,filsafat dan agama itu bertemu pada ruang alam, Manusia dan Tuhan.

Shadaqaullahul Adzhim 

Bihaqqi Muhammad.....


Malang, 21/5/2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8