"BUBARKAN" HMI CABANG MALANG?

"Bubar"kan HMI Cabang Malang?


Penulis: Rumi Ali Ahmad





Narasi Singkat Sejarah Kelahiran HMI Cabang Malang


Himpunan Mahasiswa Islam merupakan salah satu organisasi tertua di Indonesia, Ia sendiri Lahir setelah 2 tahun kemerdekaan Indonesia. Umur organisasi yang lumayan Tua yaitu 77 tahun yang dimana setiap daerah ataupun kampus sedikit banyak ada namanya HMI. Begitupun di wilayah Malang jawa Timur, dimana banyak pula keberadaan dunia akademik/kampus dan terkenal sebagai kota pendidikan, sudah tak diragukan lagi bahwa keberadaan HMI di malang juga mewarnai kehidupan Mahasiswa dan kampus yang ada.

HMI di malang kelahirannya juga lumayan panjang, narasi sejarah yang belum terlalu banyak di promosikan oleh petinggi kita ataupun para kadernya. Alhasil, informasi yang seharusnya dijaga, Namun harus lenyap begitu saja. Mungkin juga sebagian kader tak tahu bagaimana sejarah berdirinya HMI cabang Malang, ataupun jangankan sejarah pemekaran HMI cabang malang, Sejarah bedirinya komisariat sendiri pun tak tahu. Yahh, mungkin kita lalai dalam mengabadikan peristiwa sejarah dalam catatan ke HMI kita, baik setingkat komisariat, Koorkom, Cabang, badko bahkan di PB. Semoga dari setiap kita masih ada memperhatikan hal itu, Kalau ngga aku ya kamu.

Melihat berdirinya HMI 5 februari 1947 yang Di latar belakangi dengan 14 orang dan salah satunya dari Wilayah Malang yaitu Kakanda H. M Anwar. Keberadaan Kanda Anwar menjadi cikal bakal HMI di wilayah Malang, Ia gerbang Utama HMI wilayah malang akan eksis, dan tidak lupa pula diperkuat dengan keberadaan saudaranya yaitu Prof H.M Ahmad Ichsan dari Kampus Negeri Malang. Bersyukurlah para kader UM mempunyai Maestro HMI wilayah Malang sebesar Itu.

HMI wilayah Malang memulai debutnya berkisaran Tahun 1951 yang mengalami jatuh bangun dalam memperkuat dan melebarkan sayapnya di malang. apalagi ditengah masa pembangun indonesia. Tentunya kaderisasi tetap berjalan walaupun banyaknya rintangan, dan hal ini terbukti dengan awal berdirinya HMI malang sampai tahun 1954 kanda ahmad ichsan terpilih menjadi ketua umum HMI cabang malang. Di masa kepemimpin beliau, tak kalah penting ialah bagaimana HMI di malang agar tetap bernafas yaitu dengan melakukan kaderisasi serta memperkuat pengkajian keislaman dan keindonesiaan, serta tafsir asas tujuan HMI. Karena arus politik serta benturan ideologi yang bisa saja memperlemah dan memperkuat gerakan Mahasiswa terutama mahasasiswa islam, waktu itu memang pengkaderan nilai" keislaman, sikap dan arah perjuangan menjadi sentral demi menjaga HMI agar tak terhegemoni dengan gejolak ideologi yang masuk ke indonesia.  Maka sudah seperlu adaptasi dengan menanamkan nilai" perjuangan menjadi penting.

Kita bisa melihat bahwa umur HMI di malang yang memasuki 73 tahun  dari masa itu sampai sekarang perkaderan sudah lumayan menghasilkan alumni yang mungkin jadi "orang". Buktinya aja ada tokoh di berbagai ruang profesi, antara lain seperti alm. Munir Said Thalib (aktivis HAM), Muhadjir Effendy, Kanda Mahfud MD, Anies Baswedan, Jusuf Kalla Dan macem macem lah. dan tentunya masih banyak tokoh lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu persatu. Dengan demikian dapat disimpulkan saat ini bahwa HMI Cabang Malang adalah bisa saja menjadi salah satu barometer perkaderan bagi Cabang yang lain di indonesia ataupun di luarnya.

Disisi yang lain, kita perlu melihat pula, apa yang sudah di lakukan sejauh ini terkait HMI cabang Malang. Apalagi saat sekarang ini. Meminjam Ungkapan Jendral sudirman bahwa HMI bukan sekedar Himpunan Mahasiswa Islam, namun ia juga HARAPAN MASYARAKAT INDONESIA. Tentu harapan ini begitu tinggi, setinggi cita" lafran pane (pendiri HMI) dan cak nur (pencetus NDP) tentang kedepannya HMI. Bahkan lebih tinggi yang diharapkan para kader saat ini.

Adapun Dengan menggawangi berkisaran 47 Komisariat penuh yang tersebar di wilayah Malang, maka tak heran ketika HMI Cabang Malang seringkali disebut sebagai Cabang terbesar se-Indonesia. Dan Hal ini kemudian diperkuat lagi secara latar belakang bahwa HMI Cabang Malang adalah tuan rumah Kongres ideologi (NDP) 1969, dimana Nurcholis Madjid (Cak Nur) menyampaikan gagasannya tentang Nilai Dasar Islam (NDI) yang kemudian disempurnakan dan selanjutnya diubah namanya menjadi Nilai Dasar Perjuangan (NDP) pada Kongres X di Palembang 1971. Yah, walaupun Dimalang Tempat Lahirnya NDP, Namun para kader di malang dalam pengkajian NDP Tak Se tenar tempat Kelahirannya.

Jatuh Bangun Kaderisasi & Krisis Penjagaan Tradisi

Dengan banyaknya komisariat yang di komandani oleh Cabang Malang, maka kita bisa melihat bahwa kaderisasi tak terlalu sempurna untuk sebuah rumah yang besar namun sepi dan suram penghuninya. Perkaderan yang hanya menyisakan Massa kuantitas yang dapat dihitung telunjuk dan tak meninggalkan Massa yang Berpikir, namun asyik dalam Kenduri Politik Praktis. Fenomena begini, Bagaikan narasi cinta yang di ungkapan kahlil gibran : Selamat kepada Orang-orang yang mengetahui makna cinta tapi tak punya kekasih.

Kita mengetahui makna sejati HMI namun tak punya Hasil yang sepadan yang di dapatkan. BerHMI Serasa Nihil, memancing tak mendapatkan ikan, belajar tapi tak dapat apa",Masih mending dapat yunda"😅. Namun tetap saja sedikit Menyedihkan.

Rupa-rupanya komitmen HMI telah berganti wajah. Yang konon fokus Keumatan dan kebangsaan kini menjadi komitmen untuk dekat terhadap elit dan populis. Lalu, apalagi yang masih ada? Independensi? yang katanya barang berharga milik HMI satu-satunya. Ahhh, ini bualan. Slogan begitu telah lama digadaikan kepada para pemodal dan para penguasa, apalagi adanya intruksi kakanda, adinda bagaikan kerbau yang ditarik kesana kemari untuk membajak ladang menjadi tumbuh subur kembali.

Saya bukan menuduh hal ini, tapi fenomenanya ada. bisa anda lihat pada kasus setiap Kongres HMI, atau setingkat cabang alias konfercab. Konon katanya kongres dan konfercab yang dahulu sering melahirkan gagasan yang waw bak visioner, sekaligus tempat melahirkan rekomendasi untuk keberpihakan kepada masyarakat  dan perbaikan bangsa, tak bisa dengan 2 hal itu, minimal perbaikan perkaderan. Kini tidak lagi, arena itu tak lagi sesak dengan perkelahian gagasan cemerlang. Yang ada adu jotos, lempar kursi, palu sidang hilang. Cukup dramatis, kayak film Drama korea alias Drakor.

Konfercab HMI hari ini hanya menjadi tempat pemodal dan penguasa untuk bertransaksi jual beli suara. Bukan lagi yang paling kritis dan yang paling intelek serta integritasnya yang dicari untuk menahkodai HMI. Tapi yang paling kuat dan bengkak dana nya dan yang mendapatkan restu kakandahh. Saat ini bisa dilihat, sinyal kampanye telah dimulai, bahasa alus dan lembutnya silahturahmi, katanya begitu. Namun ternyata suruhan para kakandanya, hmm, kader calo ya, Minta ampun kayak begini, aku pun kurang tau apa yang dijanjikan oleh kandanya ini...

Para kader HMI mana yang bisa menampik kebenaran ini? Menyembunyikan nya iya.  praktek-praktek gelap alias pragmatisme politik kader calo dalam setiap acara akbar HMI begini masih terus dilanggengkan, hal ini bukan menghidupkan tradisi yang baik, justru numpang cari makan di tubuh HMI. Sepeninggalan era Cak Nur, momen kongres ataupun konfercab menjadi ajang pencarian dana besar besaran dan tak melahirkan apapun.

Akibat Praktek-praktek pragmatis begini, alhasil sangat berdampak pada proses perkaderan HMI. Dampaknya juga sangat buruk. Pertama, pola perkaderan yang kaku serta monoton, sama sekali tidak ada kebaharuan. Tidak lagi menjadi jawaban tantangan zaman. Karena terlalu sibuk urusan politik praktis. Kedua, banyak kader tak mengkaji dan abai NDP sebagai basis ideologi perjuangan. Ketiga, proses seleksi untuk mengikuti training kader LK1 ataupun lanjutan alias LK2 sudah tidak melalui seleksi yang ketat. Kebanyakan tidak ada lagi proses seleksi secara sehat yang mengedepankan kualitas, namun yang penting kuantitas semata, biar terlihat ramai yang mengikuti dan seolah-olah pengada kegiatan sukses dengan acaranya. Dari proses yang tidak sehat begitu. Alhasil sangat jarang kita temukan calon peserta LK1, LK2 menangis tersedu-sedu dipulangkan karena tidak lulus BTQ, wawasan NDP, keislaman, ataupun kita sebut keseluruhannya ialah screening test.

Basic Training LK1, Intermediate Training/LK2  yang katanya adalah forum sakral, sekarang hanya menjadi forum ecek-ecek alias formalitas untuk memenuhi persyaratan menjadi pengurus harian, atau formalitas untuk mendapat legitimasi menjadi narasumber dalam forum-forum perkaderan. Basic dan Intermediate Training tidak lagi menakutkan seperti dahulu, tidak ada lagi syarat menyelesaikan bacaan minimal berapa buku dan bombardir diksusi lainnya.

Hari ini, untuk menjadi peserta forum Basic dan intermediate Training syaratnya tidak lagi se filosofis dan sekeras dulu. Kader-kader HMI hanya membutuhkan mandat dari cabang asal untuk menjadi peserta Intermediate/ LK2. Dan syarat itu sangat mudah dan pragmatis, cukup dekat dengan menyebut (kakanda andalan). Persoalan layak atau tidak itu bukan urusan peserta, melainkan lobi-lobi dari kandanya. Bayangkan kalau urusan perkaderan di HMI saja selesai hanya dengan modal lobi-lobi begini. Meski tidak semuanya sih, tapi hampir semuanya lobi-lobi mulu....

Perkaderan tidak lagi menjadi jantung sebuah organisasi, dimana ketika berhenti berdenyut maka kehidupan organisasi menjadi innalillahirojiun tuh. Perkaderan hanya menjadi batu loncatan untuk jabatan-jabatan pragmatis setelahnya. Semisal Menjadi komisioner KPU begitu, Atau berkarir di Cabang, Badko, PB agar lebih dekat dengan relasi kekuasaan.

Kaderisasi yang tak terlalu masif, Nama besar HMI Cabang Malang ini pun pada akhirnya harus dirusak dan dirobohkan seketika oleh ambisi kekuasaan segelintir orang yang bersembunyi di balik narasi perkaderan. Bagaimana tidak, bisa kita lihat yang telah saya uraikan di atas, percaturan politik gelap dan runtuhnya tradisi intelektual sebagai penjagaan perjuangan menjadikan Cabang Malang hanya berjalan Di tempat, Sebab tak ada peta yang benar dalam arah perjuangannya. Kalaupun ada, peta nya telah lama di pegang oleh kepentingan segelintir orang.

Jika keadaan yang telah lama terjadi seperti ini, kita perlu mengingat pesan pencetus NDP. Pesan yang di sampaikan caknur  tepatnya ketika seminar Kepemimpinan dan Moralitas Bangsa di jakarta 13 juni 2002

“HMI sebaiknya dibubarkan saja, agar tidak menjadi bulan-bulanan dan dilaknat.” -Nurcholish Madjid


Keharusan Membubarkan HMI cabang Malang


seakan-akan ingin membagikan seluruh refleksi pikiran ini pada semua kader HMI yang sedang keenakan pada status quo. Serta Tulisan ini yang sedikit terkesan provokatif dan tidak lupa pula selipan sarat dengan pendidikan ber-HMI tentunya saya tak bisa melepaskan kondisi objektif ini. Mungkin saya berHMI mendekati 10 tahun, ngga terlalu lama, namun yang melebihi saya juga pasti ada, sayangnya tak bersuara.

Jarang sekali kita melihat di wilayah malang ini ada kader HMI yang berani membongkar kerusakan “dapur” nya sendiri, mereka lebih banyaknya diam kayak orang bisu dan tuli, atau bagaikan seorang sufi yang sedang dimabuk cinta, sehingga lupa daratan.

tapi melalui tulisan Bubarkan HMI cabang malang ini, saya cuman sedikit ingin milhat dapurnya, barangkali ada sisa makanan ataupun setidaknya air putih demi menghilangkan rasa gelisah ini. Termasuk ada satu kalimat yang mungkin para pembaca HMI akan marah dan baper (bawa perasaan). Tapi saya harap jangan baper begitu, Tulisan ini bukan saya ketik dengan perasaan, tapi dengan jari jemari Akal. Nanti tulisan selanjutnya saya ketik dengan perasaan, tapi bukan untuk cabang, tapi buat para yunda yang kohatinya begitu" saja.😄

Saya ingin meminjam analogi Kanda Zulfatah Pada Bukunya yang berjudul BUBARKAN HMI, beliau mengadaptasi dari film Das Experiment (2001), analogi ini mengkritik pengkaderan atau training-training di HMI yang hanya menjadi Neraka sekaligus penjara bagi dinda-dinda polos yang dicekoki idealisme sesaat, lalu diluarnya mereka saling memanfaatkan kawan dan menjadi pejuang pragmatisme atau sebutan beken nya ialah simbiosis mutualisme.

Memang kaderisasi HMI saat ini lebih seperti syarat saja untuk menjadi kader secara de jure, selebihnya, secara de facto kader HMI saat ini sangat jauh dari nilai-nilai HMI yang termaktub dalam NDP (Ideologis). Hal ini terjadi tentu pola perkaderan yang tak jelas arahnya, ruang intelektual yang tak memasuki kesucian, alhasil semakin berpengetahuan, semakin kuat pula daya hegemoni dan dominasinya. disatu sisi berHMI ngga dapat Uang (material) katanya begitu, dan akhirnya sedikit demi sedikit Banyak Dari kader mulai menjadi kepanjangan tangan dari kakandanya. Ini realita, memang berjuang butuh syarat material. Namun HMI bukan meletakan Material sebagai satu-satunya Tujuan, udah kayak Marx aja (materialisme).

Lihatlah kembali wahai para kader HMI, Cak nur, lafran pane berHMI tak meletakan Kepopuleran, kekuasaan, material sebagai tujuannya. Justru mereka hidup dengan kesederhanaan, lebih jelasnya baca, karya ahmad gaus api islam dan karya hariqo wibawa satria yaitu biografi lafran pane. Itupun kalau mau membacanya, jika ingin melihat HMI yang otentik, minimal 2 orang itu bisa menjadi kiblat berHMI.

Beberapa alasan mengapa kita perlu mem"bubar"kan HMI cabang malang ini bukan hanya keinginan saya semata, namun pula rintihan para kader lainnya yang sudah muak dengan status quo atau sistem yang buruk telah hidup puluhan tahun di tubuh cabang tersebut. Cabang yang seharusnya menjadi patron terhadap kader yang ada di malang ini justru mereka yang di sana terlalu sibuk dengan Fasilitas yang ada dan kenduri politik yang mengorbankan Tradisi pengkaderan. Pada dasarnya karakter perjuangan HMI itu jelas berbeda dari Parpol, HMI bisa lebih luas bergerak karena pada dasarnya tidak ada kepentingan elektoral, sedangkan parpol pastinya akan bergerak karena nilai-nilai pragmatis elektoral tersebut. Namun yang terjadi di lapangan, Oknum-oknum mulai banyak yang nakal, karena memang beberapa hal pada kondisi di cabang tak ada yang mengikat mereka secara teknis. Akhirnya kita tahu sendirilah, banyak yang booking order (BO) para kakanda.

sebagaimana telah di ungkapan presidium MW KAHMI kakanda fauzi hasyim di laman media jatim yaitu :perkaderan di HMI tidak berkembang lantaran banyak senior-senior HMI yang masih ikut campur urusan perkaderan, Itu seharusnya tidak boleh dilakukan oleh alumni-alumni HMI atau senior-senior. Biarkan adek-adek itu berproses, sendiri. Begitulah ujarnya, tentu senior" lebih baik memberi saran, semangat dan kebutuhan lainnya jika dalam proses perkaderan mengalami kendala. Namun jangan sampai kepentingan politis juga masuk pada tataran perkaderan yang justru merugikan adek" dalam berproses menjadi tak berkembang, hal ini yang tak bisa di kompromikan lagi.

Adapun yang harusnya kita bubarkan ialah pola perkaderan yang tak jelas, kurangnya integritas para pengurus, kembalikan marwah cabang yang seharusnya, hentikan bermain pragmatisme politik, sistem percaloan dan status quo atau tradisi yang bobrok, seperti kasus" akhir ini atau yang sudah lama terjadi tersebut, Transaksi gelap pengurus dari cabang ke PB, atau ke badko yang tak bersandar pada konstitusi. atau yang dari komisariat ke cabang yang tak memenuhi syarat yang telah di tentukan cabang, dan masih banyak lagi.

Beberapa Sikap yang diambil oleh masing-masing Komisariat dalam menilai cabang malang bukan semata-mata bertumpu pada banyaknya program kerja yang tidak dapat terlaksana dengan baik dan tidak begitu memberikan efek bagi progresifitas perkaderan, apalagi leletnya pengurus lainnya ini di tengah-tengah agenda perkaderan yang ada di masing-masing institusi Koordinator Komisariat (Korkom) maupun Komisariat.

Hemat Penulis menawarkan gambaran bagaimana keadaan kader HMI saat ini, dan menawarkan alternatif lainnya ialah “pembubaran” HMI cabang malang, agar HMI cabang malang berkaca dan sadar diri, bahwa sebenarnya ia sudah mati sebelum mati. Pembubaran cabang yang ditawarkan menurut saya bisa dua hal, yaitu pertama pembubaran secara Esensi dan eksistensi. Secara esensi yaitu memangkas atau meminta kader-kader HMI membubarkan dirinya dari nilai-nilai pragmatisme atau menjadi calo kanda yang punya kepentingan agar HMI ini bersih dari praktek-praktek kotor tersebut.

Dan yang kedua pembubaran secara eksistensi,  kecendrungan fenomenanya dalam beberapa kalimat telah penulis jelaskan HMI cabang malang secara eksistensi tidak terlalu kuat untuk di akui, karena tak terlalu fokus memasuki pada ruang" masyarakat, bahkan hanya sibuk mengurusi internal dari periodesasi ke periodesasi, gali lubang tutup lubang kepengurusan, yang semuanya tidak menyentuh pada solusi untuk agama dan bangsa (keislaman dan keindonesiaan), oleh karena itu eksistensi cabang malang saat ini mungkin dibubarkan saja, karena sama sekali jauh dari perjuangan untuk keummatan dan kebangsaan sebagaimana dedikasi awal HMI tersebut.

Sebagaimana yang telah di lakukan Cabang persiapan yang telah memisahkan dirinya dari cabang malang, ini suatu langkah bagus, jika niatnya ialah perbaikan perkaderan. namun kita tak tau juga kedepan nya, kalau pemekaran cabang tak ubahnya dengan cabang sebelumnya, tentu ini sama saja keadaannya. Artinya, pemekaran cabang hanya menambah persoalan baru.

Adapun Pembubaran yang di inginkan ialah atas perbaikan, sebagaimana Dekontruksi Derrida ataupun falsifikasi Popperian, kita ingin melihat sesuatu yang lebih sempurna lagi, bukan hanya stagnan dari tahun ke tahun begitu saja keadaan yang ada di cabang. Justru Sangat aneh berkader di cabang bukan ada pembaharuannya, malahan semakin jumud dan tak progresif. Mungkin yang progresif ialah percaloan serta pragmatisme politik nya. Sentilan" para kadernya ketika bertemu pengurus cabang yang mulai makmur ialah, makin cerah saja kakanda ku ini, makin makmur saja badannya kandaku, kanda andalanku makin berisi saja ini. Dan segudang olahan lainnya. Saya kurang tau juga, apakah betul sentilan, menjilat, dan cari perhatian.

Meminjam ungkapan Guru besar UGM : Agamawan dan Cendekiawan beramai-ramai meninggalkan tugas pokoknya dan larut dalam kenduri politik dan ekonomi"  (Prof. Teuku Jacob, UGM, Tragedi Negara Kesatuan Kleptokratis, 2004)

Mungkin bisa kita lihat, ketika kaum kelas menengah ini atau kita sebut mahasiswa, orang-orang pendidikan, kaum akademis, yang katanya penyambung lidah masyarakat. Justru berbelok arah dan lebih senang tidur di atas kasur yang empuk dan berselimutkan kemewahan, karena takut Mungkin saja memikirkan besok makan apa jika hanya menjaga tradisi yang benar tak ada uang di dalamnya. Alhasil, idealis yang telah lama di bangun, seperti kita ini harus menegakkan keadilan, kebenaran, berbuat baik, memusuhi kezaliman, kajian gerakan yang semangat nya bagaikan emot api. Kini sudah berpeluk mesra dengan rangkulan kakandanya, sedikit demi sedikit sudah mulai berdamai dengan keadaan. Dan jadilah ia sebagai kepanjangan tangan dari kanda andalan nya. Aihhh, dunia aktivis emang kejam. Jadi teringat pidatonya kanda bahlil, kira" seperti ini ungkapannya, kalian belum tau saja ketika masuk dalam dunia struktural pekerjaan. Saat ini kalian, mengutuk para korupsi, kezaliman dan lainnya. Namun bisa saja suatu saat nanti, kalian akan lebih jahat dari apa yang kalian kutuk tersebut.

Ala kulli hal, mungkin tulisan ini masih banyak kekurangannya, saya justru bertrimakasih apabila ada teman-teman yang mau memberikan komentar serta sarannya, biar saya tau diri dan bisa mengoreksi serta evaluasi kembali. Untuk menutup tulisan ini saya cuman sekedar mengingatkan saja, bahwa HMI bukan sekedar tempat cari makan karena adanya relasi yang besar kita dapatkan. Tapi ada masa depan sejarah kemanusiaan yang perlu kita tempatkan sebagai prioritas dalam perkaderan ini. Maka sudah seperlu kita menjaga serta melakukan perbaikan, karena sudah terlalu lama tradisi yang buruk menjadi kiblat perkaderan, kita perlu menggeser kiblat perkaderan ini sebagaimana adanya dan sebagaimana seharusnya. HMI bukan sekedar organisasi perkaderan, ia juga berbalut dengan perjuangan. Namun ia bukan organisasi perdagangan. 

Shadaqaulahuladzim....
Bihaqqi Muhammad saww....

Di kota Malang, 18/3/24






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8