Polemik Inkonstitusional Pengurus HMI Cabang Malang?
Polemik inkonstitusional Pengurus HMI Cabang Malang?
Benarkah, Haman, qorun dan Firaun Lagi Berdansa?~Politik, pesta dan Cinta
Penulis : Ali Rumi
Penulis : Ali Rumi
Bismillahirrahmannirrahim.
Notes : dibaca Secara tuntas, bukan setengah-setengah kemudian disimpulkan. Maaf Tulisannya emang agak panjang, sepanjang persoalan yang ada. Selamat membaca....
Notes : dibaca Secara tuntas, bukan setengah-setengah kemudian disimpulkan. Maaf Tulisannya emang agak panjang, sepanjang persoalan yang ada. Selamat membaca....
Membicarakan kekuasaan zaman ini lumayan sensitif, mungkin sebagian kita sudah tak percaya lagi dengan dipertontonkan para elit yang maruk jabatan dan menghalalkan segala cara demi mempertahankan kekuasaan. Di era post truth ini, orang-orang gampang tersinggung, pesimis, apabila kita membicarakan kekuasaan yang orientasinya pada keadilan. Apakah ada kekuasaan berwajah adil?
Tentu ada. pertanyaannya, Apakah kita siap berkata apa adanya tentang kekuasaan? Terkadang, diri kita menjadi sulit mengatakan kebenaran apabila masih kuat berisisan dengan rasa kekeluargaan, teman dan kerabat dekat. Memang ketika kita ingin mengungkapkan kebenaran namun dibenturkan pada rasa kekeluargaan itu akan menjadi berat. Sebab, ikatan emosional yang telah dibangun sejak lama bisa saja hancur karena persoalan kebenaran. Maka cukup diam-diam saja.
Kekuasaan itu ia bergandengan erat dengan politik, ia memiliki relasi-relasi yang sulit dipisahkan. Jika politik diartikan sebagai sebuah seni Transformasi sosial. Maka kekuasaan ialah sebuah jalan pengabdian manusia dalam kehidupannya, layaknya penenun, pemangku kekuasaan ia siap sedia merajut helai demi helai benang, kekusutan dan kelak menjadi pakaian. Ia akan menderita dengan kekusutan itu, namun akan ada kebaharuan yang ditemukan. Namun jika sebaliknya, apabila politik diartikan sebagai sebuah seni mempertahankan kekuasaan. Maka Pembicaraan nya bukan kepentingan ummat, namun sudah dalam kepentingan individu dan kelompok.
Memang logika politik mayoritas dan minoritas acapkali terjadi, kecendrungannya, logika mayoritas dan minoritas begini biasanya dikontruksi seperti logika partai, para elit dan jejaring kekuasaan lainnya, logika begini tumpuannya bukan Rasionalitas, namun Pada hasrat dan kepentingan kekuasaan.
Meminjam konsepan Michel Foucault, seorang filsuf Perancis yang berpengaruh, dengan adanya relasi kuasa, ia menjelaskan bahwa kekuasaan merupakan satu dimensi dari adanya relasi. Di mana ada relasi, di sana ada kekuasaan dan kekuasaan selalu teraktualisasi lewat pengetahuan, karena pengetahuan selalu punya efek kuasa/kepentingan. Maka tidak heran pula Ketika orang punya kuasa, justru potensi eksploitasi itu semakin besar pula.
Saat ini, diri kita mungkin terlanjur berpolitik, dan mau tidak mau kita sendiripun terpaksa mengarungi derasnya dinamika politik yang ada, entah apakah posisi kita ikut arus, ke kanan, ke kiri, tengah, opurtunis, pragmatis, dll. Jika kita lihat dari kelaster filsafat, politik termasuk pada wilayah filsafat praktis, yang dimana berdampingan dengan filsafat etika dan rumah tangga/keluarga. Jadi, apabila ada orang yang terjun ke dunia politik, sudah seharusnya ia menuntaskan kerangka/filsafat teoritis terlebih dahulu.
Politik termasuk pada filsafat praktis, sederhananya ia sudah siap menerapkan atau implementasi dari keilmuan tersebut. sangat sulit dipercaya, ketika ada orang secara tiba-tiba sudah berpolitik, tanpa adanya pengkajian secara teoritis politik, hukum serta etika, maka patut di curigai apa yang membuat ia yakin terjun ke dunia begitu dan apa yang ia cari dalam politik tersebut.
Dengan adanya relasi kuasa pada pengetahuan yang kita miliki, sehingga mengapa relasi kuasa politik itu perlu dimulai dari indvidu ataupun ruang lingkup keluarga, teman dan lingkungan sekitar. Sebab hal itu ialah salah satu subsistem/unit terkecil pada masyarakat. Sebagaimana para aktivis ingin revolusi atau melakukan gerakan sosial, tanyakan dulu gimana relasi sosialnya? Kalau relasi pada unit terkecil baik, baru kita revolusi. Buktikan dulu bahwa kau bisa menjadi pemimpin yang baik ditengah relasi sekitarnya. Jangan sampai kita ini membikin perubahan sosial atau gerakan sosial, tapi didalam relasi terkecil ada kekerasan didalamnya, hal ini kan juga cerita kosong. Karena didalam hal kecil begitulah cendrung orang juga melakakuan eksploitasi pula, karena merasa juga punya relasi kekuasaan.
Maka sebuah nilai politik,dalam struktur konsep bahwa ia tidak terlepas dari sosial/relasi ilmiah,dari sinilah diturunkan sebuah kekuatan rasional yaitu hukum yang mengataur sistem sosial masyarakat, jadi politik berdasarkan hukum. Rasionalitas politik adalah acuan dari hukum, maka hubungan alamiah masyarakat adalah hukum serta nilai Etikanya.
Jadi berbicara mengenai politik bukan hanya pesta pora dari wacana yang ada, akan tetapi bagaimana kehidupan sosial masyarakat mempunyai tujuan bersama, dan untuk mengembalikan kepada Ilahi.
Berbicara mengenai pesta,ada sebuah hegemoni pesta politik,intelektual dan gerakan. Ini adalah fenomena yang terjadi. bahkan dikalangan pesta demokrasi saat ini,yang menghadapi pemilu disetiap daerah,masyarakat dengan senang menanti waktu pemilihan.
Akan tetapi pesta demokrasi tidaklah sesuai kaidah hukum yang menjadi acuan,juga tidak menjadikan pesta demokrasi sebagai indenpendensi dari hak masyarakat untuk memilih,bagaimana tidak,mereka saling melempar isu yang tidak sehat dari pihak lawan politiknya.
Oleh karena itu, Mengapa teoritikal politik itu penting pada politik, sebab ada kepastian Hukum yang perlu dipatuhi, dan kepastian etika yang perlu dijalankan. Karena, hukum dan etika ialah salah satu kekuatan dari politik. Orang bisa saja berbicara politik praktis, namun jika tidak ada kepastian hukum di dalamnya, justru hal ini yang bikin citra kekuasaan itu menjadi jelek (etik). karena ambisi kekuasaan, akhirnya kita mengabaikan hukum dan etik dalam politik. Padahal kekuatan politik ada pada tumpuan hukum serta etik. Bisa kita lihat kasus-kasus capres cawapres hari ini. Ada yang terlilit kasus hukum, ada juga persoalan etik. Lantas, apa yang bisa kita harapkan jika politik sudah kehilangan dua kekuatan itu. Yang jelas pula ialah Hilangnya wajah kemanusiaan.
Jika usaha perbaikan telah di perjuangankan, Saya sarankan teman-teman memperbanyak doa dan memperpanjang ritme sujudnya. Agar kebangsaan ini dan lingkungan politik kecil-kecilan kita segera (kiamat) kembali ke jalan yang benar.
Polemik Hukum Dan Etika Dalam Bingkai Kekuasaan
Desas-desus kasus Teman-teman HMI cabang Malang. Informasi yang saat ini beredar dari dering notifnya handphone sampai mulut para kader dan tembus ke telinga kader hmi lainnya. Bahwasannya, Sebagian pengurus Cabang, mulai dari kepala dan jajarannya sudah terdaftar namanya di Pusat dan dilantik menjadi pengurus disana. Wah ini cacat konstitusi, melanggar konstitusi, padahalkan pleno dan konfercab belum juga dimulai, Wah-wah gimana ini, di ujung kanan ada yang nyeloteh, lah mau gimana lagi persoalan inikan memang sejak lama sudah terjadi. Diposisi itu yang duduk di pojok kiri mendengarkan berita ini, ia melontarkan pernyataan, kita adakan bacaan kemudian baru turun aksi.
Begitulah kira-kira keresahan para kader, tentu baik-baik saja, asalkan jangan sampai terbaca oleh kakanda ya, supaya teman-teman juga tidak di mobilisasi para kakandahh. Maklum, dekat" pleno dan konfercab hawanya panas, mungkin apa iya kota malang yang dingin begini, Perlu yang hangat" bahkan sampai pada taraf kepanasan.😄
HMI sebagai organisasi pengkaderan serta perjuangan, tentu setiap gerak geriknya ia diatur oleh suatu hukum yang menjadi pedoman geraknya. Adapun di tubuh HMI, aturan-aturan itu tertera oleh pasal-pasalnya. Ada namanya Anggaran Dasar (AD) dan adapula Anggaran Rumah Tangga (ART). Makanya seringkali para kakanda memberi peringatan ke adindanya, taat dan baca konstitusi ya dinda, lihat AD,ART nya Organisasi kita, diwaktu bersamaan, argumen kakanda begini juga berlaku pada dirinya, bukan hanya sekedar saran, apalagi hanya dindanya saja yang disuruh taat dan setia kepada konstitusi. Muncul Sebuah adagium konstitusi "dinda kan setia kepada kanda, apabila kanda setia kepada konstitusi". Aduhaiii
Polemik yang beredar terkait isu rangkap anggota plus jabatan menjadi perbincangan para kader, tentu rangkap jabatan seperti apa sehingga membuat teman-teman kader HMI naik pitam, apakah salah jika pengurus rangkap Anggota plus jabatan? Kalaupun salah, dimana posisi kesalahannya? Sebagaimana jika kita membaca konstitusi Tentang poin" rangkap anggota plus jabatan, terutama pada konstitusi hasil kongres pontianak, kalau belum punya, baca yang hasil Kongres surabaya. Poinnya tidak ada perubahan di posisi Rangkap anggota plus jabatan tersebut.
Disebutkan pada Anggaran Rumah Tangga dibagian ke-V tentang Rangkap Anggota & Rangkap Jabatan. Sebelum masuk pada poin-poinnya. Terlebih dahulu kita menjelaskan apa yang dimaksud dengan rangkap anggota dan rangkap jabatan. Rangkap anggota adalah seorang anggota HMI yang juga menjadi anggota organisasi lain diluar HMI dalam waktu yang bersamaan. Lantas, organisasi apa saja yang boleh dirangkap anggota, yah seperti kebanyakan teman-teman HMI yang menjadi anggota orda dan bersamaan menjadi anggota di HMI. Selagi tidak bertentangan dengan identitas, asas, tujuan dan Usaha HMI, tentu diperbolehkan rangkap anggotanya. Disisi lain ada tapinya dan pengecualiaan. pada Prinsipnya Rangkap Anggota dilarang, Kecuali ada atas persetujuan Dari pengurus Cabang.
Sedangkan Rangkap Jabatan, adalah anggota HMI yang sedang menduduki suatu jabatan struktural kepengurusan pada organisasi lain. Jabatan struktural yang dimaksud ialah seperti hirarki jabatan teman-teman di HMI tersebut, pengurus komisariat ada struktur jabatannya, begitu juga di Cabang, sampai Ke PB, atau yang lainnya seperti organisasi kepemudaan, ataupun partai Politik. Berbeda halnya dengan Jabatan Fungsional sebagaimana dijelaskan di konstitusi tersebut. Jabatan fungsional ia tanpa hirarki sebagaimana jabatan struktural. Contohnya, Seperti halnya teman-teman HMI yang bergabung ke DPM, BEM, UKM, profesi ataupun ketua Senat. Hal ini disebut dengan jabatan ex officio, dimana suatu jabatan tertentu bisa dimiliki karena ada pertimbangan-pertimbangan organisatoris.
Lantas, dimana persoalan kita? Jika dilihat secara konstitusi, pada Anggaran Rumah Tangga (ART) bagian ke 5 pasal 7 berbunyi :
Poin pertama, pengurus HMI tidak dibenarkan untuk merangkap jabatan pada organisasi lain sesuai ketentuan yang berlaku.
Kemudian, disambut dengan penjelasan mengenai terkait pasal 7. Penjelasan tentang Rangkap Anggota dan Rangkap Jabatan. Titik poin yang urgen ialah, pada Prinsipnya Rangkap Anggota Dilarang, kecuali atas persetujuan Pengurus HMI Cabang.
Poin pertama bermaksud bahwa, rangkap jabatan tidak dibenarkan pada organisasi lain/diluar HMI dan poin yang perlu di ingat ialah organisasi lain/diluar HMI yang juga punya garis Struktural jabatan. Sebagaimana telah kita jelaskan diatas terkait struktural jabatan. Artinya, selagi masih satu organisasi yaitu HMI, tentu sah-sah saja. Akan tetapi ada pengecualianya juga yaitu, dibolehkan atau dengan syarat jika ada dasar persetujuan pengurus Cabang, perlu di ingat yaitu persetujuan pengurus cabang, bukan "kepala" cabang. Jadi, bagaimanakah mengambil keputusan itu? Tentunya sudah di fasilitas konstitusi, ada rapat Presidium dan harian.
Namun, Dalam banyak kasus yang beredar, Pengurus cabang belum selesai masa jabatannya sudah dilantik menjadi pengurus PB. Pertanyaan kita, apakah pengurus Cabang dan segenap jajaran yang telah dilantik sudah ada persetujuannya? Yah, minimal pada rapat harian ataupun di Rapat Presidium. Jika tidak ada pengambilan keputusan pada Rapat Presidium ataupun harian, lantas Para segenap Pengurus cabang malang yang telah dilantik Di pengurusan PB itu berdasarkan Asas apa? Aklamasi? Kalau tidak ada persetujuan secara pengambilan keputusan bersama. Artinya, keputusan yang difasilitasi konstitusi telah diabaikan.
Dan hal Ini bukan sekedar pelanggaran hukum, namun lebih bermasalah juga pada persoalan Etik. Emangnya, teman-teman yang sudah dilantik, menganggap apa jajaran pengurus cabang yang ada tersebut, sehingga mengabaikan pengambilan keputusan bersama. dianggap batukah? Diposisi kepengurusan cabang belum selesai, dan hal ini pula sisi nilai negatifnya etik, dilihat kayak rakus jabatan aja, hal begini tidak enak dilihat dan didengar para kader, dan kakandah yang ngga dapat kursi jabatan di PB.
apalagi pengurus cabang ialah patron yang seharusnya menjadi cerminan buat kader". Padahalkan masih banyak kader yang berpotensi untuk masuk ke PB. Tapi mau di apakan juga, kita tau sama tau aja ini persoalan Politik Guys (transaksi gelap). sebutan bekennya ialah Simbiosis mutualisme. Istilah anak" reformasi, Soeharto yang beranak Pinak. Perlu di ingat, hal ini bukan tradisi yang baik untuk diteruskan.
Memang orang-orang dicabang ini menyuruh kita yang dibawah tertib administratif, namun mereka sendiri juga mengabaikannya, karena di cabang sendiri juga tidak ada aturan secara teknis, belum lagi pengurus seludupan atau yang cacat administratif bahkan lokakarya sampai saat ini belum ada, otomatis hal ini membuat mereka disana kian liar. Tidak ada yang bisa menjamin saat ini, hukum aja di abaikan, apalagi ikatan-ikatan teknis yang dibuat. Sungguh persoalan yang kompleks. Cukup mengerikan....
Kalau bahas hukum serta etik ini agak sedikit trauma tentang capres cawapres, nanti dikatain, Etik Ndasmuuu. Yah, memang sudah seharusnya hukum dan etik dimulai dari kepala.
Seharusnya pula, Teman-teman Di atas Ini mencontohkanlah hal-hal yang baik, apalagi ini menjelang pleno dan konfercab, sudah sepatutnya menjaga Citra kepengurusan. Tentu baik-baik saja ketika teman-teman cabang mengejar kekosong untuk mewakili wilayah malang di PB sana. Kita perlu apresiasi hal ini, yah minimal Ada perwakilan dari Banyaknya Masyarakat HMI dimalang bisa bersanding di Pusat. Namun yang menjadi catatan, apabila tergesanya diri kita untuk mengisi kekosongan disana dengan alasan jika menunggu pleno dan konfercab selesai tidak memungkinkan, sedangkan di pusat sana lebih duluan meminta pengisian kepengurusan tersebut. Maka itu menjadi PR bagi kita semua bagaimana Untuk kedepannya tidak seprti itu lagi dan hal beginikan yang terjadi bisa menyinggung perasaan kader.
Lagi pulaTeman-teman cabang ini kan ibarat sebuah payung bagi setiap koorkom dan komisariat di wilayahnya. Sepatutnya memberikan kehangatan, tempat berteduh bagi seluruh kader di malang. Justru bukan sebaliknya, mungkin payung saat ini cuman dipakai buat berteduh segelintir orang, dan membiarkan yang lainnya diterpa badai.
Kita perlu politik Empati, bukan keserakahan perebutan kursi. Perlunya Menyadari arti penting kehadiran yang lain menyangkut prihal eksistensi individu maupun masyarakat. Bahasa anak milenial yang populer, empati diterjemahkan sebagai KEPEKAAN. Peka terhadap realitas sebagai pusat eksistensinya.
Stein dan Howard (2002) empati disebut sebagai kemampuan menyadari, memahami, dan menghargai perasaan orang lain. Maka Kemampuan dapat disandingkan pengertiannya dengan kecerdasan (intellegency). Artinya, sikap empati itu lahir dari asas kecerdasan, dalam filsafat disebut sebagai KESADARAN, keceradasan adalah kesadaran.
Realitas politik praktis yang lahir dari mesin industri Kakandah hanya menyuguhkan kesan-kesan (persona) yang memanipulasi kesadaran kader HMI dengan limbah industri politik. Maka tak heran jika sering sekali kepekaan itu mati diruang publik, salah satu variabel penyebabnya adalah limbah industri politik, ialah awal bagi terdegradasinya rasa empati diruang publik (masyarakat HMI)
Jika bersandar pada pendapat Stein dan Howard diatas sebagai dasar analisis, kita dapat melihat realitas politik praktis kehilangan hal yang paling fundamental dari tujuan politik. Apa itu? Empati/KEPEKAAN. Politik tanpa kecerdasan empati, artinya politik tidak memiliki kecerdasan memahami, menyadari, dan menghargai eksistensi masyarakat dalam sistem politik. Yah, memang begitulah politik, ngga ada kawan didalamnya, cukup siapa yang menang dan kalah saja.
Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian Kader Diam-diam saja melihat hal ini terus-menerus terjadi. Padahal ini masalah besar. Ada apa? Seharusnya setiap Kader sebagai pemberi komentar serta perhatian untuk yang diatas, namun tiba-tiba membisu seperti ini, justru bermasalah juga di kader.
Ketika BBM Naik kita demo, RUU KUHP kita demo, dan sebagainya, ikut memviralkannya. Begitu antusiasnya itu kita demo masalah-masalah diluar tersebut. Namun justru Didalam Rumah Kita bersama begitu berantakan. Sudah saya jelaskan bagian awal, jangan sampai kita ini melakukan gerakan revolusi, tapi di dalam rumah kita sendiri punya masalah besar begitu berantakan dan belum selesai.
Potret Politik kita saat ini bagaikan kehidupan mesir kuno dimana kekuasaan firaun, haman, qorun dan bal'am bertemu menyingkirkan Musa. Walaupun mereka semua telah tiada, tapi jiwa mereka terus hidup dan cuman berganti wajah saja.
Perjalanan panjang HMI Di malang, tentu tidak terlepas dari dinamika internal keluarga (HMI). Katanya, HMI itu berteman lebih dari saudara. Apakah itu bisa mengubah persepsi (pengambilan kebijakan)? Tentu kita akan menjawab iya. Artinya, keluarga sebab primer dari gerakan manusia. Kita juga mengingat sejarah berkembangnya manusia dari perseteruan Habil Kabil. Kisah kasih Adam Hawa yang mengarungi kerinduan yang sangat lama pula mendalam. Ini internal keluarga yang bermasalah atau pisah ranjang. Bisa saja, kejahatan-kejahatan itu terjadi karena keluarga tak terbuka dengan kondisi apa adanya.
Terkadang kita merindukan HMI seperti Lapran Pane, Nurcholis Madjid Tiap-tiap adanya Training kita selalu membicarakan mereka, namun pembicaraan itu hanya sebatas di bibir saja dan tak menghayati begitu mendalam. Kita menantikan HMI seperti Cak Nur, Tidak Gila Jabatan, Walaupun Ia menjabat Ketua PB 2 periode, itu bukan dirinya minta dipilih, justru kesadaran para kader memintanya bahwa ia memang memiliki kelayakan. Begitu juga dengan lafran Pane, Pertama kali HMI dibentuk ia sempat menjadi ketua umum selama 7 bulan, akhirnya ia mengundurkan diri. Dan ia Tahu Subtansi HMI bukan berada Pada Jabatan yang lama, tapi bagaimana HMI sebagai Wadah ini dan para kadernya bisa berkemajuan dengan semangat keislaman dan keindonesiaan.
Meminjam Kata Fajar Sadboy. PSBB; Perempuan Selalu Bikin Bodoh, mungkin ini fenomena bagi Fajar. Bisa dipahami kondisinya fajar.
Dengan masuknya Pemain Baru di PB, mengabaikan Hukum dan etik. Kini penguasa sedang berpesta atas Kerjanya. Apakah ini penguasanya yang akal-akalan ataukah ini fenomena "Sadboy"
Kita merasa prihatin, sedih, jadi lama-lama kita ini tambah bodoh sehingga jadi juga PSBB: Penguasa Selalu Bikin Bodoh.
Kita dipaksa untuk bijaksana lewat pembodohan, padahal sejatinya kebijaksanaan lewat akal. Bijaksanalah bijaksinilah karena akan ada citra orang baik, orang tulus, orang ikhlaslah dan sebagainyalah.
Fenomena yang bertahun-tahun begini terjadi, tentunya akan dipanah lagi dengan kekuatan baru Kekuasaan Kakandahh. Menyedihkan.....
Kesimpulan
Sudah sepatutnya, kita perlu keterbukaan dalam keluarga, kalau ada apa-apa itu bicara dengan baik-baik di keluarga (HMI). Kini keluarga Di abaikan, demi keberlangsungan hasrat sendiri. Sampai saat ini, keberlangsungan seperti ini terus terjadi, kita tahu hal ini tidak baik, lantas mengapa kita jalani terus. Katanya, ini sudah menjadi kultur yang khas Hmi malang, kenapa tradisi yang memenggal wajah kemanusiaan ini terus dikampanyekan. Ada apa?
Memang konstitusi itu ialah berupa teks-teks yang perlu ditafsirkan. Tafsiran yang mana kompatibel tentu menjadi layak, hal ini justru lebih baik. Karena akan membuka ruang dialog-dialog yang epistemik tafsir. Adapun tulisan diatas berupa tafsiran sederhana saja, masih banyak kekurangannya dan Tak menutup kemungkinan pula ada tafsir yang lebih progresif terkait persoalan diatas. Jikapun ada, akan lebih baik lagi untuk mengatasi kekurangan pada tulisan ini.
Ala kulli hal, Untuk menutup tulisan ini, sudah kita lihat dan saksikan wajah patron kita di cabang sana, gimana dinamika permainannya, jika persoalan ini sudah lama terjadi sebagaimana informasi beredar bahwa tradisi begini sudah lama di jalani, tentu ini bukan tradisi yang baik, kalaupun baik, mungkin kebaikan dari kepentingan kekuasan kelompok. Bisa saja kita berbuat baik, namun apakah dengan keadilan didalamnya? Kebaikan yang kita lakukan, belum tentu adanya keadilan didalamnya, namun ketika kita melakukan perbuatan keadilan sudah pasti mengandung kebaikan didalamnya.
Kekuasaan, politik serta hukum dan etika ialah hal yang pada dasarnya dekat pada kehidupan kita. Namun karena faktor-faktor tertentu yang bisa mempengaruhi diri kita, akhirnya Nilai-nilai tersebut terabaikan. Dilihat secara fakta dalam psikologi komunikasi, memang politik cenderung memiliki emosi yang motivasinya adalah kekuasaan yang di pertahankan lalu di kemas dalam bahasa kemanusiaan.
Tentu Niat baik pengurus kita pahami, tetapi kepentingan mereka terbatas dalam masa jabatan politik mereka, sedang kepetingan hukum, etika, ekonomi tidak punya masa jabatan, sehingga dapat dipahami, tentulah mereka berkepentingan menjaga kepentingan ekonominya yang tidak terbatas pada kepentingan politik dalam masa jabatan politik yang terbatas.
Pelaku dari transaksi gelap politik begini terus-menerus terjadi, ini merupakan tanda yang jelas untuk mereka yang tidak punya kredensial, kurang piawai dan tentunya tak memiliki kelayakan menjadi pemimpin ataupun mewakili diri kita disana. Sebagai manusia, kita sebenarnya terasa terhina dengan adanya fenomena seperti ini. Kita akan tetap bekerja sama, dan saling bahu membahu untuk kedepan yang lebih baik. Tapi buatlah kami percaya, bahwa salah satu jalan kebahagiaan itu juga berada pada Politik.
Shadaqaulahuladzim....
Bihaqqi Muhammad Saww
Malang, 6/2/24
Komentar
Posting Komentar