Pemerintahan Akhir Zaman : Mahdiisme, Globalisasi & Dirty Vote
Pemerintahan Akhir Zaman : Mahdiisme, Globalisasi & Dirty Vote
(Teologi Rasional Merawat Kebangsaan)Penulis : Rumi Ali Ahmad
Akhir-akhir ini kita telah diperlihatkan wajah politik Keindonesiaan kita. Debat capres cawapres yang memperlihatkan nuansa yang sedikit intelektual dan kebanyakan gimmick serta menyudutkan satu sama lainnya. Tentu tak apa, lagi pula selepas itu mereka dibelakang layar bisa kong kalikong kembali. Dan tentunya masyarakat jangan terlalu fanatik apalagi membela mati-matian dari setiap pasangannya. Toh yang menang kelak tetaplah pemilik modal (oligarki and kerabat dekatnya).
Melihat fenomena politik kita saat sekarang ini cukup membuat sebagian kita pesimis, penuh dengan intrik dan kurang sehat. Namun, kita tak boleh kehilangan semua harapan kita. Mungkin bisa mencari cara pandang yang membuat kita lebih optimisme ataupun yang lebih progres. Emang ada tawaran alternatif seperti itu? Jelas ada. Asalkan masih punya harapan dan punya semangat. Untuk menjaga dan memiliki semua harapan tentu mustahil, tapi kita tak boleh kehilangan satu dari semua harapan yang kita punya.
Banyak para pemikir sudah melihat kedepan akhir dari umat manusia, begitupun juga dengan nalar agama. Agama sudah memberi kabar tentang juru selamat ataupun messiasnisme, mahdiisme. Dari beberapa agama seperti Kristen, yahudi dan islam, sama sama mengakui bahwa di akhir kelak dunia ini akan muncul namanya juru Selamat yang akan memimpin akhir zaman ini. Apapun penyebutan tentang juru selamat, secara subtansi, dari ketiga agama tersebut sama-sama berkeyakinan tentang sosok penyelamat di dunia ini. Apakah hal ini hanya sekedar imajinasi semata untuk mengalihkan ketakutakan, atau obat penenang bagi masyarakat yang mulai lesu dan kusut menatap masa depan. Ataukah masa depan dengan juru selamat akan ada pastinya? Jawabanya, Tentu ada, dan sejauh mana keyakinan kita tentang hal itu.
Kemunculan Juru selamat dengan berakhirnya dunia ini/kiamat, akan memunculkan tema yang sentral yaitu pesan keadilan dan kebangkitan umat, sebab keadilan dan kebangkitan umat yang saat ini telah lama tertidur pulas. Kehadiran juru selamat akan membuka ruang sistem yang bukan penuh dengan intrik, apalagi gimmick dan tikam menikam, carut marut yang ngga tau malu. Pemerintah sekarang udah ngga tau malu dengan sistem yang mencekik. Kita dimiskinkan karena sistem. Mereka Tidak malu sama umat, Tidak malu sama Tuhannya dan Tidak malu dengan keadilan.
Hingga kini, kita atau yang lainnya, entah siapa itu. berharap penuh semangat dan menanti para pemimpin dan pemegang sistem adalah mereka yang mencintai umat, keadilan serta kesederhanaan, bukan sebaliknya.
Kita menginginkan bahwa ada juru selamat yang mampu menyelesaikan problem ini, dalam istilah jawanya ialah satria piningit. disisi yang lain, penantian kita akan hal itu, masyarakat pula harus menyiapkan dirinya untuk menyambut hal tersebut, bukan hanya berdiam diri sambil menangis tersedu-sedu dengan meratapi keadaan. Sekarang, Kita mengatakan bahwa semuanya ini adalah sebuah imajinasi semata atau kita anggaplah sebagai sebuah asumsi atau hipotesis.
Mungkin sebagian dari kita akan mempertanyakan, jika juru selamat akan muncul pada akhir zaman atau kiamat. Emang apakah ada itu kiamat? Apa yang disebut dengan Kiamat? Dalam sudut pandang Teologi, kiamat akan tentu ada, sebagaimana bahasa agama menyebutkan dengan kematian/kebangkitan. Agama menyebutkan bahwa kiamat ialah persitiwa kematian serta kebangkitan. Maka telah kita lihat pula bahasa agama membagi kiamat, yaitu : kiamat kecil (sugra) dan kiamat besar (qubra). Kiamat kecil yang biasanya ditandai dengan bencana alam, kematian fisik manusia dll. Sedangkan kiamat besar ialah ditandai dengan munculnya, Dajjal, ya'juj ma'juj serta pasukan elitnya dan di akhiri tiupan sangkakala israfil, langit bergulung, gunung" berhamburan pecah dll. Cukup mengerikan.
Makna Kiamat
Dalam teologi progresif, kiamat kecil yang sering kita sebut dengan kematian itu adalah hal yang sebenarnya kebangkitan jiwa kita, walaupun fisik kita mengalami kematian, namun ada kebangkitan pada jiwa. Sederhananya, kita meninggalkan tubuh fisik ini dan menyambut kebangkitan. Kalaupun semua dari kita ada yang tak mempercayai adanya kiamat besar, minimal ia perlu mengakui adanya kiamat kecil tersebut yaitu KEMATIAN, inikan hal fakta yang tak bisa di hindari.
Jika kita bicara tentang fakta kematian (kiamat kecil) dan kehancuran alam semesta (kiamat besar). Namun subtansi dari kedua kiamat tersebut ialah kebangkitan. Maka kehancuran ini bukanlah bermakna penurunan atau degradasi dari sesuatu. Ia bukan penurunan kualitas, tapi menaiknya kualitas. Justru kehancuran itu ialah sebuah proses sesuatu menuju kesempurnaan atau kebangkitan yang menjadi tujuannya (capaian).
Meminjam ungkapan Ustadz Muthahhari tentang analogi Kiamat ini : dunia layaknya Buah yang dari proses awalnya muda menjadi matang, kemudian buah tersebut jatuh dari tangkai pohonnya.
Artinya, kiamat ini bagaikan buah yang muda kemudian matang dan jatuh dari tangkai pohonnya, atau kelak akan dipetik. Dan ia (kiamat) adalah sebuah proses menuju kesempurnaan. Jadi, juru selamat/Mahdiisme ia juga punya keselarasan yaitu berbicara kesempurnaan. Memang sebagian kita mengartikan kiamat ialah kehancuran fisik. Jika sebaliknya kiamat diartikan sebagai kebangkitan jiwa. Maka sesungguhnya kiamat ialah kesempurnaan jiwa dalam perjalanannya. Seperti halnya dalam sholat, kita Qiyam dari rukuk dan berdiri seterusnya dilakukan dengan sempurna, bukan dari rukuk langsung tahyat akhir. Itu bukan sempurna, tapi memasang gaya tambahan.
Kiamat atau Kebangkitan tentu tak bisa kita lihat hanya sekedar kehancuran fisik tapi perlu dilihat secara mendalam pula. Saat sekarang ini kehancuran yang kita alami bukan dari proses yang sudah matang, tapi sebelum matang sudah hancur duluan. Fase kehancuran yang tidak dibentuk dari kematangan tentu tak bisa diterima, ia justru bukan kebangkitan yang didapatkan, tapi makin hancur. Layaknya kesedihan ditinggal pacar, kehancuran bukanlah menjadikan kita terus menerus terpuruk, tapi ia menjadi sebuah pembelajaran, menjadikan diri kita lebih progresif, lebih matang. Lihat filmnya Zainuddin dan hayati itu (tenggelam nya kapal van der wijk). Zainuddin mengalami fase hancur jiwanya ketika si hayati lebih memilih dengan kecukupan material bersama yang lain. Disisi yang lain dengan kehancuran itu, Zainuddin bangkit menjadi lebih progresif, menulis banyak karya dan menjadi sodagar kaya raya. Ini sekedar contoh, teman-teman jangan tenggelam dalam contoh" begini. Dijadikan motivasi tentu tak apa. 😅
Jadi, asumsi kita tentang juru selamat/mahdiisme ini ialah sebuah asumsi kesempurnaan/kebangkitan. Lantas, bagaimana dengan fakta kematian kita dalam kiamat kecil, apakah mati dengan baik ataukah tidak ini yang menjadi persoalan, Menggugat mati pun tak akan merubah fakta tentang itu. Akhirnya kita hanya bisa melihat bagaimana cara kematian seseorang saja, bahasa agama menyebutnya dengan husnul khotimah atau su'ul khotimah.
Mahdiisme dan Teleologi Moral
Mahdiisme ialah satu keterangan ideologi, dimana dunia mengalami satu kehancuran setelah mencapai kesempurnaan. Maka sebelum diri kita hancur atau disebut mati secara fisik, seharusnya dengan kesadaran diri kita bahwa kita perlu menyiapkan diri ini untuk menyambut KEMATIAN. Dari pada Duduk, rebahan sambil menunggu kematian, mending melayakan diri dalam Menyambut mati tersebut.
Kematian bukanlah sebuah asumsi, ia adalah sebuah fakta. Nah, daripada sebelum kematian itu datang, lebih baik kita sempurnakan (jiwa) diri kita. Jadi, ketika mahdiisme berbicara tentang kehancuran itu maknanya fisik, akan tetapi kehancuran itu pula harus berdiri diatas kebangkitan jiwa. Maka ketika jiwa mencapai kesempurnaan ia akan mengalami perjalanan (menyempurna).
Mahdiisme sebagai suatu ideologi akhir zaman dengan munculnya juru selamat. Ketika kita sempurna dan mengalami kehancuran, baru kita diselematkan. Jadi, ideologi mahdiisme ialah bukan ideologi yang pasif, yang membiarkan diri kita dalam kerusakan, tanpa perbaikan, tapi ia progresifitas, mahdiisme tak membuat kita berdiam diri, bukan hanya menunggu kiamat tanpa adanya perjuangan dalam kehidupan ini. Mahdiisme sebuah ideologi yang progresif, teologi Rasional yang seharusnya kita menyadari bahwa diri ini segera menyiapkan jiwa kita untuk sempurna, sebelum kita mendapatkan kehancuran secara fisik.
Kita tak dapat menghindar dengan fakta adanya kematian. Mungkin dengan adanya kiamat besar, kita boleh berasumsi mengenai hal itu, akan tetapi jika kiamat dilihat sebagai sebuah kematian/kebangkitan. Dengan adanya fakta yang ada, artinya kiamat kecil bukanlah berarti asumsi lagi, ia justru valid dengan fakta-fakta yang ada secara ilmiah.
Mahdiisme, dalam nalar agama bahwa ketika kiamat itu tiba, kita sudah berada dalam fase kesempurnaan. Maka ketika kita hancur, Mahdiisme lah yang membawa kesempurnaan ini pada keadilan. Namun sampai saat sekarang, kebanyakan dari kita menyempitkan bahwa mahdiisme ini hanya persoalan teologis. Padahal kalau kita lihat secara sosial saja, orang-orang seperti Marx juga punya visi progresifitas yaitu Masyarakat tanpa kelas. Begitu juga dengan Materialisme sebagai sebuah ideologi, bahwa dunia ini sudah final dengan berakhir pada materi. Dan para pemikir barat juga melihat masa depan, bahwa ideologi manusia akan berakhir pula. Sebagaimana pemikir modern saat ini, Francis Fukuyama saja melihat akhir dari ideologi masyarakat nanti ialah demokrasi liberal.
Jadi, setiap dari kita pasti ada keinginan pada keberakhiran itu/tujuan akhir. sebagaiamana para pemikir dan bahasa agama menjelaskan akhir dari umat dan dunia ini (Teleologi). Karena itu, mahdiisme secara moral/sosial ia pula bukan hanya wilayah teologis saja, tapi ia juga ada pada materialisme dan dimana keinginan umat akan sampai pada tujuan kesempurnaan. Sederhananya, masyarakat tanpa kelas akan berakhir, ideologi akan berakhir pada titik kesempurnaan dicapai nya.
Yang jadi aneh saat ini, ketika agama atau mahdiisme berbicara suatu finalitas kehidupan ini, orang-orang banyak tak menghiraukannya atau tak banyak mendapatkan porsi yang cukup. Padahal, mahdiisme, materialisme dll nya, ia berbicara juga tentang keberakhiran, sama memiliki kesadaran akan akhir. Namun bedanya antara teleologi moral agama/mahdiisme ini dengan yang lainnya ialah bagaimana membawa manusia menyempurnakan dirinya (nafs) dan bukan hanya sekedar fisik semata (insan kamil).
Sehingga, dalam idelogi progresifitas mahdiisme ini kita bukan ditugaskan untuk merusak. Jika dibandingkan dengan materialisme ini puncaknya ialah seperti kecanggihan kumpulan materi-materi layaknya Bom atom, nuklir dll. Semua yang dibangun materialisme ialah jurang menuju kehancuran, peperangan, hanya melalui tekan tombol saja, selesai ini dunia. Alhasil dari itu, ketika orang berbicara tentang akhir (kiamat) bukan hal kesenangan tapi justru dalam bayang-bayang ketakutan. Mengapa mahdiisme berbicara pada kesempurnaan dalam keberakhiran dunia ini. Sebab, ia memasuki wilayah yang sublim diri manusia yaitu Fitrah (kesempurnaan) dan hal ini menjadi satu kesadaran yang universal pada diri manusia, terlepas ia beragama atau tidak, bertuhan ataupun Tidak. Yang jelas, ada Teleologi moral yang tinggi di sadari manusia (fitrah).
Globalisasi, Dirty Vote & Masa Depan Kemanusiaan
Kalau kita lihat konteks yang sekarang ini, bagaimana kerangka kesadaran diri manusia ingin adanya perbaikan, menjaga dan memperlihatkan kebenaran dan hal ini secara tak langsung ada suatu bentuk imajinasi Mahdiisme yang telah kita bahas di atas.
Film dokumenter Dirty Vote sedikit lebih berani menampilkan wajah keadilan dibalik kehancuran sistem pemerintahan saat ini. Padahal film ini, dokumen-dokumen nya hampir semua telah kita lihat dilayar-layar kaca televisi dan handphone kita. Jadi kalau mau bilang fitnah, tentu tak bisa juga karena rekam atau jejak digitalnya juga ada. Film dirty vote sebuah susunan dokumen yang kemudian di skema dengan rapi, adapun 3 orang pemerannya hanya menyampaikan analisisnya.
Artinya kerja Dirty Vote ini ialah bukan main-main,apalagi kerja politik atau pesanan dari paslon tertentu, tentu silahkan saja punya asumsi begitu. Namun disisi lain, film ini ia juga merupakan kerja Intelektualitas. Tetapi, respon sebagian kita melihat film ini ialah membunuh karakter pembawa pesannya (Kill The Messenger), padahal yang harus kita lihatkan apa dibalik pesan tersebut, bisa juga menjadikan sebuah disukursus intelektual memadai. Jika Dirty Vote ini ialah kerja Intelektualitas, maka sudah sepatutnya dijawab dengan intelektual pula, bukan dengan mematikan karakter pembawa pesan tersebut dengan mencemooh dan fitnah lainnya.
Meminjam ungkapan imam Ali : jangan lihat siapa yang berbicara, tapi lihatlah apa yang dibicarakan.
"Ambilah hikmah walaupun dari orang kafir"
Jadi, apa relevansi kita tentang Mahdiisme dengan Dirty vote saat ini. Jika di asumsi bahwa film dokumenter ini ada mengupayakan untuk melakukan sesuatu yang buruk bagi penyalahgunaan demokrasi kita saat ini. Maka dirty Vote ini ialah layaknya imajinasi Mahdiisme yang ingin melakukan perbaikan. Jangan sampai yang bereaksi terhadap hal yang buruk ini adalah sesuatu yang diluar yang tidak tersistematis dan tidak dilakukan secara intelektual. Justru ini akan menambah kerusakan.
Dirty vote sebagai suatu dinamika demokrasi dan bahkan para ahli dan banyak kampus sudah banyak berteriak bahwa ada yang mengancam demokrasi kebangsaan kita ini. Kehadiran dirty vote sebagai langkah yang progresif dan kerja intelektual untuk merespon ketimpangan ini. Daripada masyarakat menjadi terbelah, dirty vote ingin menyampaikan sebuah pesan yang dimana masyarakat perlu melihat fakta yang ada, sederhannya, Dirty vote juga ingin menyempurnakan pemahaman masyarakat yang telah di robek demi kepentingan tertentu. Bisa dilihat bahwa apa yang dilakukan tim dokumenter Dari hal ini, dirty vote semangat nya ialah Mahdiisme, Terlepas dari mereka meyakini imam mahdi atau tidak. Akan tetapi, Bahwa mahdiisme adalah teologi yang rasional dan kita juga melihat bahwa dengan adanya dirty vote ini justru mahdiisme hadir dalam kesadaran itu.
Dengan berkecamuknya situasi kebangsaan ini penuh dengan destruktif, munculnya dirty vote justru membantu kita mengatur pemahaman yang cenderung membuat kita terlajur terpolarisasi. Dirty vote sebagai suatu semangat bahwa pasti akan ada yang ingin melahirkan suatu perbaikan dan hal ini juga selaras pada semangat Mahdiisme, yaitu memperbaiki keadaan, dan bukan membiarkan keadaan yang hancur makin tambah hancur. Jika mereka si pembawa pesan mau aman" saja tentu ngapain mereka bertiga mau mengambil job begini, hal inikan taruhannya nyawa. Lagi pula film ini sudah banyak di tonton dengan jutaan orang. Kalau mereka mau memonitize saja kan bisa, namun justru bukan itu tujuan mereka semua. Dan ada yang lebih penting dari sekedar itu (masa depan Umat).
Kerja intelektual yang rapi, sistematis, dirty vote sangat konstruktif dalam memberi pahaman pada masyarakat. Jika kita masih mengartikan mahdiisme hanya sekedar teologis, maka dirty vote ini bukan pula memperlihatkan sekedar masalah moral, justru mereka ingin melihat wajah keadilan itu, inikan moral yang tinggi. Dirty vote ialah bagian dari sebuah penantian progresifitas (mahdiisme), dimana menyiapkan masyarakat yang lebih baik. Semangat mahdiisme bukan hanya slogan, justru dialektika saat ini sudah menunjukan apabila kemunculan dari keburukan terjadi, pasti akan ada muncul juga semangat memperbaiki.
Mahdiisme itu semangatnya bukan mood dan bad mood, namun ia suatu ideologi perjuangan yang takkan berakhir walaupun nafas telah berhenti. Semangat memperbaiki ditengah kehancuran bukanlah hal mudah, butuh orang-orang yang dalam kesadaran dirinya menjadikan ia bangkit dalam situasi apapun. Layaknya tubuh kita yang tidak enak dilihat, namun bagaimana semangat diri kita untuk menampilkan, memperindah yang bisa kita tampilkan dengan indah, ataupun kita memiliki motor yang jelek, kita perlu semangat memperbaiki pelan-pelan, bukan sebaliknya, udah jelek dibiarkan jelek dan hencur begitu saja. Kita butuh merawat dalam keadaan apapun.
Wajah politik kita Cenderung hanya berbicara menang kalah, berbicara hanya jangka pendek, logika yang populis, tak ada semangat mahdiisme yang orientasi masyarakat masa depan seperti gimana. Kita justru dbikin kebingungan dengan keadaan yang menyebalkan ini. Dan Yang hanya bisa melawan kezaliman dan merubah itu letaknya ada pada jiwa masyarakat. Sebagaimana alquran mengungkapkan : suatu kaum tidak akan berubah kecuali terlebih dahulu merubah dirinya.
Globalisasi dan embargo ekonomi politik saat ini menjadi musuh utama dalam sistem yang menjerat umat dalam keadaan yang kerontang begini, namun bukan hanya sekedar itu saja. Saat ini globalisasi teknologi pula membuat degradasi teologis dan moral menjadi compang camping. Kita dibikin layaknya robot dan di diktekan oleh algoritma mereka, kita dijadikan sebuah model simulasi kepentingan mereka (masyarakat simulakra). Baca william chittick.
Bahasa agama telah mengungkapkan bahwa kelak di bumi akan dipimpin orang yang adil (khalifah) hal ini bukan suatu bahasa yang sempit, ia bahasa yang universal. Globalisasi ekonomi saat ini Perspektif ekonominya ialah materialisme. Jika kita lihat usia materialisme itu lebih panjang usia pembahasannya dari pada usia kelahiran nya, ia cuman singkat sekitaran abad 15-16. Kurang lebih 100 tahun, akan tetapi materialisme masih dibahas sampai sekarang. Masih menghegemoni saat sekarang. Dan perkembangan interpretasi serta dampak secara sosial dari materialisme ini dan hal terjadi saat ini ialah sebagai bentuk globalisasi.
Disisi lain, dampak Globalisasi sudah melihat titik tekan ekonomi menjadi sebuah koreksi terhadap hegemoni ekonomi politik global (ekopol). Bisa kita lihat, bursa ekonomi serta kemanusiaan menjadi anjlok, mulai dari starbuck, uniliver, kfc, McDonald's. Jadi, sebenarnya sudah bisa dilihat ataupun terkoreksi visi misi ekonomi itu dari visi kemanusiaan yang ada. Sudah terjadi begitu besar gerakan ini, mungkin karena adanya korban manusia yang besar pula (palestine). Dampak besar dari mereka para syuhada membuka wajah globalisasi ekonomi politik berjubah materialisme oleh globalisasi Nilai-nilai kemanusiaan. Namun, Kecendrungan dari globalisasi akan masuk pada visi moral yang tinggi pula. artinya mahdiisme saat ini adalah fase moral tertinggi untuk menyiapkan pemihakan diri, tapi tantangan kita ialah politik yang berwajah populis begini, yang memangkas wajah keadilan, yang tak tau malu.
Saat ini tawaran gerakan Mahdiisme di tubuh masyarakat bisa jadi jalan alternatif, mahdiisme bukan berbicara populisme, ia lebih cendrung pada sosialis walaupun tidak sepenuhnya. Sebab politik populis ini justru mengancam demokrasi kebangsaan kita. Populisme yang cendrung menggunakan algoritma, sedangkan Rasionalitas ia menggunakan logika dan kekuatan transformasi ada pada masyarakat.
Ala kulli hal, Dan akhirnya, kita akan melihat bahwa dengan terkoreksinya globalisasi ekopol berwajah materialisme, akan memunculkan mazhab ekopol baru seperti kekuatan rusia, cina dll. Jika betul mazhab baru ekopol ini terjadi, maka kekuatan negara islam, bukan hanya dalam arti teologi tapi semangat atau spirit Moral justru mengalami satu fase yang matang pula.
Jika dalam bahasa agama bahwa peperangan di Palestine yang tiada akhir sebagai tanda akhir zaman. Maka Palestine menjelaskan kepada kita bahwa mahdiisme, globalisasi telah menunjukan bawah Nilai-nilai manusia sudah memasuki fase Kebangkitan dan hanya menunggu saja kapan fase kebangkitan ini bertansformasikan keadilan. Tugas kita saat sekarang ialah, keadilan yang masih di determinisasi oleh dajjal global dan populisme politik (ya'juj ma'juj) dan anak-anaknya. Semoga kita masih terlindungi.....
Shadaqaulahuladzim....
Bihaqqi Muhammad Saww...
Malang 27/2/24
Melihat fenomena politik kita saat sekarang ini cukup membuat sebagian kita pesimis, penuh dengan intrik dan kurang sehat. Namun, kita tak boleh kehilangan semua harapan kita. Mungkin bisa mencari cara pandang yang membuat kita lebih optimisme ataupun yang lebih progres. Emang ada tawaran alternatif seperti itu? Jelas ada. Asalkan masih punya harapan dan punya semangat. Untuk menjaga dan memiliki semua harapan tentu mustahil, tapi kita tak boleh kehilangan satu dari semua harapan yang kita punya.
Banyak para pemikir sudah melihat kedepan akhir dari umat manusia, begitupun juga dengan nalar agama. Agama sudah memberi kabar tentang juru selamat ataupun messiasnisme, mahdiisme. Dari beberapa agama seperti Kristen, yahudi dan islam, sama sama mengakui bahwa di akhir kelak dunia ini akan muncul namanya juru Selamat yang akan memimpin akhir zaman ini. Apapun penyebutan tentang juru selamat, secara subtansi, dari ketiga agama tersebut sama-sama berkeyakinan tentang sosok penyelamat di dunia ini. Apakah hal ini hanya sekedar imajinasi semata untuk mengalihkan ketakutakan, atau obat penenang bagi masyarakat yang mulai lesu dan kusut menatap masa depan. Ataukah masa depan dengan juru selamat akan ada pastinya? Jawabanya, Tentu ada, dan sejauh mana keyakinan kita tentang hal itu.
Kemunculan Juru selamat dengan berakhirnya dunia ini/kiamat, akan memunculkan tema yang sentral yaitu pesan keadilan dan kebangkitan umat, sebab keadilan dan kebangkitan umat yang saat ini telah lama tertidur pulas. Kehadiran juru selamat akan membuka ruang sistem yang bukan penuh dengan intrik, apalagi gimmick dan tikam menikam, carut marut yang ngga tau malu. Pemerintah sekarang udah ngga tau malu dengan sistem yang mencekik. Kita dimiskinkan karena sistem. Mereka Tidak malu sama umat, Tidak malu sama Tuhannya dan Tidak malu dengan keadilan.
Hingga kini, kita atau yang lainnya, entah siapa itu. berharap penuh semangat dan menanti para pemimpin dan pemegang sistem adalah mereka yang mencintai umat, keadilan serta kesederhanaan, bukan sebaliknya.
Kita menginginkan bahwa ada juru selamat yang mampu menyelesaikan problem ini, dalam istilah jawanya ialah satria piningit. disisi yang lain, penantian kita akan hal itu, masyarakat pula harus menyiapkan dirinya untuk menyambut hal tersebut, bukan hanya berdiam diri sambil menangis tersedu-sedu dengan meratapi keadaan. Sekarang, Kita mengatakan bahwa semuanya ini adalah sebuah imajinasi semata atau kita anggaplah sebagai sebuah asumsi atau hipotesis.
Mungkin sebagian dari kita akan mempertanyakan, jika juru selamat akan muncul pada akhir zaman atau kiamat. Emang apakah ada itu kiamat? Apa yang disebut dengan Kiamat? Dalam sudut pandang Teologi, kiamat akan tentu ada, sebagaimana bahasa agama menyebutkan dengan kematian/kebangkitan. Agama menyebutkan bahwa kiamat ialah persitiwa kematian serta kebangkitan. Maka telah kita lihat pula bahasa agama membagi kiamat, yaitu : kiamat kecil (sugra) dan kiamat besar (qubra). Kiamat kecil yang biasanya ditandai dengan bencana alam, kematian fisik manusia dll. Sedangkan kiamat besar ialah ditandai dengan munculnya, Dajjal, ya'juj ma'juj serta pasukan elitnya dan di akhiri tiupan sangkakala israfil, langit bergulung, gunung" berhamburan pecah dll. Cukup mengerikan.
Makna Kiamat
Dalam teologi progresif, kiamat kecil yang sering kita sebut dengan kematian itu adalah hal yang sebenarnya kebangkitan jiwa kita, walaupun fisik kita mengalami kematian, namun ada kebangkitan pada jiwa. Sederhananya, kita meninggalkan tubuh fisik ini dan menyambut kebangkitan. Kalaupun semua dari kita ada yang tak mempercayai adanya kiamat besar, minimal ia perlu mengakui adanya kiamat kecil tersebut yaitu KEMATIAN, inikan hal fakta yang tak bisa di hindari.
Jika kita bicara tentang fakta kematian (kiamat kecil) dan kehancuran alam semesta (kiamat besar). Namun subtansi dari kedua kiamat tersebut ialah kebangkitan. Maka kehancuran ini bukanlah bermakna penurunan atau degradasi dari sesuatu. Ia bukan penurunan kualitas, tapi menaiknya kualitas. Justru kehancuran itu ialah sebuah proses sesuatu menuju kesempurnaan atau kebangkitan yang menjadi tujuannya (capaian).
Meminjam ungkapan Ustadz Muthahhari tentang analogi Kiamat ini : dunia layaknya Buah yang dari proses awalnya muda menjadi matang, kemudian buah tersebut jatuh dari tangkai pohonnya.
Artinya, kiamat ini bagaikan buah yang muda kemudian matang dan jatuh dari tangkai pohonnya, atau kelak akan dipetik. Dan ia (kiamat) adalah sebuah proses menuju kesempurnaan. Jadi, juru selamat/Mahdiisme ia juga punya keselarasan yaitu berbicara kesempurnaan. Memang sebagian kita mengartikan kiamat ialah kehancuran fisik. Jika sebaliknya kiamat diartikan sebagai kebangkitan jiwa. Maka sesungguhnya kiamat ialah kesempurnaan jiwa dalam perjalanannya. Seperti halnya dalam sholat, kita Qiyam dari rukuk dan berdiri seterusnya dilakukan dengan sempurna, bukan dari rukuk langsung tahyat akhir. Itu bukan sempurna, tapi memasang gaya tambahan.
Kiamat atau Kebangkitan tentu tak bisa kita lihat hanya sekedar kehancuran fisik tapi perlu dilihat secara mendalam pula. Saat sekarang ini kehancuran yang kita alami bukan dari proses yang sudah matang, tapi sebelum matang sudah hancur duluan. Fase kehancuran yang tidak dibentuk dari kematangan tentu tak bisa diterima, ia justru bukan kebangkitan yang didapatkan, tapi makin hancur. Layaknya kesedihan ditinggal pacar, kehancuran bukanlah menjadikan kita terus menerus terpuruk, tapi ia menjadi sebuah pembelajaran, menjadikan diri kita lebih progresif, lebih matang. Lihat filmnya Zainuddin dan hayati itu (tenggelam nya kapal van der wijk). Zainuddin mengalami fase hancur jiwanya ketika si hayati lebih memilih dengan kecukupan material bersama yang lain. Disisi yang lain dengan kehancuran itu, Zainuddin bangkit menjadi lebih progresif, menulis banyak karya dan menjadi sodagar kaya raya. Ini sekedar contoh, teman-teman jangan tenggelam dalam contoh" begini. Dijadikan motivasi tentu tak apa. 😅
Jadi, asumsi kita tentang juru selamat/mahdiisme ini ialah sebuah asumsi kesempurnaan/kebangkitan. Lantas, bagaimana dengan fakta kematian kita dalam kiamat kecil, apakah mati dengan baik ataukah tidak ini yang menjadi persoalan, Menggugat mati pun tak akan merubah fakta tentang itu. Akhirnya kita hanya bisa melihat bagaimana cara kematian seseorang saja, bahasa agama menyebutnya dengan husnul khotimah atau su'ul khotimah.
Mahdiisme dan Teleologi Moral
Mahdiisme ialah satu keterangan ideologi, dimana dunia mengalami satu kehancuran setelah mencapai kesempurnaan. Maka sebelum diri kita hancur atau disebut mati secara fisik, seharusnya dengan kesadaran diri kita bahwa kita perlu menyiapkan diri ini untuk menyambut KEMATIAN. Dari pada Duduk, rebahan sambil menunggu kematian, mending melayakan diri dalam Menyambut mati tersebut.
Kematian bukanlah sebuah asumsi, ia adalah sebuah fakta. Nah, daripada sebelum kematian itu datang, lebih baik kita sempurnakan (jiwa) diri kita. Jadi, ketika mahdiisme berbicara tentang kehancuran itu maknanya fisik, akan tetapi kehancuran itu pula harus berdiri diatas kebangkitan jiwa. Maka ketika jiwa mencapai kesempurnaan ia akan mengalami perjalanan (menyempurna).
Mahdiisme sebagai suatu ideologi akhir zaman dengan munculnya juru selamat. Ketika kita sempurna dan mengalami kehancuran, baru kita diselematkan. Jadi, ideologi mahdiisme ialah bukan ideologi yang pasif, yang membiarkan diri kita dalam kerusakan, tanpa perbaikan, tapi ia progresifitas, mahdiisme tak membuat kita berdiam diri, bukan hanya menunggu kiamat tanpa adanya perjuangan dalam kehidupan ini. Mahdiisme sebuah ideologi yang progresif, teologi Rasional yang seharusnya kita menyadari bahwa diri ini segera menyiapkan jiwa kita untuk sempurna, sebelum kita mendapatkan kehancuran secara fisik.
Kita tak dapat menghindar dengan fakta adanya kematian. Mungkin dengan adanya kiamat besar, kita boleh berasumsi mengenai hal itu, akan tetapi jika kiamat dilihat sebagai sebuah kematian/kebangkitan. Dengan adanya fakta yang ada, artinya kiamat kecil bukanlah berarti asumsi lagi, ia justru valid dengan fakta-fakta yang ada secara ilmiah.
Mahdiisme, dalam nalar agama bahwa ketika kiamat itu tiba, kita sudah berada dalam fase kesempurnaan. Maka ketika kita hancur, Mahdiisme lah yang membawa kesempurnaan ini pada keadilan. Namun sampai saat sekarang, kebanyakan dari kita menyempitkan bahwa mahdiisme ini hanya persoalan teologis. Padahal kalau kita lihat secara sosial saja, orang-orang seperti Marx juga punya visi progresifitas yaitu Masyarakat tanpa kelas. Begitu juga dengan Materialisme sebagai sebuah ideologi, bahwa dunia ini sudah final dengan berakhir pada materi. Dan para pemikir barat juga melihat masa depan, bahwa ideologi manusia akan berakhir pula. Sebagaimana pemikir modern saat ini, Francis Fukuyama saja melihat akhir dari ideologi masyarakat nanti ialah demokrasi liberal.
Jadi, setiap dari kita pasti ada keinginan pada keberakhiran itu/tujuan akhir. sebagaiamana para pemikir dan bahasa agama menjelaskan akhir dari umat dan dunia ini (Teleologi). Karena itu, mahdiisme secara moral/sosial ia pula bukan hanya wilayah teologis saja, tapi ia juga ada pada materialisme dan dimana keinginan umat akan sampai pada tujuan kesempurnaan. Sederhananya, masyarakat tanpa kelas akan berakhir, ideologi akan berakhir pada titik kesempurnaan dicapai nya.
Yang jadi aneh saat ini, ketika agama atau mahdiisme berbicara suatu finalitas kehidupan ini, orang-orang banyak tak menghiraukannya atau tak banyak mendapatkan porsi yang cukup. Padahal, mahdiisme, materialisme dll nya, ia berbicara juga tentang keberakhiran, sama memiliki kesadaran akan akhir. Namun bedanya antara teleologi moral agama/mahdiisme ini dengan yang lainnya ialah bagaimana membawa manusia menyempurnakan dirinya (nafs) dan bukan hanya sekedar fisik semata (insan kamil).
Sehingga, dalam idelogi progresifitas mahdiisme ini kita bukan ditugaskan untuk merusak. Jika dibandingkan dengan materialisme ini puncaknya ialah seperti kecanggihan kumpulan materi-materi layaknya Bom atom, nuklir dll. Semua yang dibangun materialisme ialah jurang menuju kehancuran, peperangan, hanya melalui tekan tombol saja, selesai ini dunia. Alhasil dari itu, ketika orang berbicara tentang akhir (kiamat) bukan hal kesenangan tapi justru dalam bayang-bayang ketakutan. Mengapa mahdiisme berbicara pada kesempurnaan dalam keberakhiran dunia ini. Sebab, ia memasuki wilayah yang sublim diri manusia yaitu Fitrah (kesempurnaan) dan hal ini menjadi satu kesadaran yang universal pada diri manusia, terlepas ia beragama atau tidak, bertuhan ataupun Tidak. Yang jelas, ada Teleologi moral yang tinggi di sadari manusia (fitrah).
Globalisasi, Dirty Vote & Masa Depan Kemanusiaan
Kalau kita lihat konteks yang sekarang ini, bagaimana kerangka kesadaran diri manusia ingin adanya perbaikan, menjaga dan memperlihatkan kebenaran dan hal ini secara tak langsung ada suatu bentuk imajinasi Mahdiisme yang telah kita bahas di atas.
Film dokumenter Dirty Vote sedikit lebih berani menampilkan wajah keadilan dibalik kehancuran sistem pemerintahan saat ini. Padahal film ini, dokumen-dokumen nya hampir semua telah kita lihat dilayar-layar kaca televisi dan handphone kita. Jadi kalau mau bilang fitnah, tentu tak bisa juga karena rekam atau jejak digitalnya juga ada. Film dirty vote sebuah susunan dokumen yang kemudian di skema dengan rapi, adapun 3 orang pemerannya hanya menyampaikan analisisnya.
Artinya kerja Dirty Vote ini ialah bukan main-main,apalagi kerja politik atau pesanan dari paslon tertentu, tentu silahkan saja punya asumsi begitu. Namun disisi lain, film ini ia juga merupakan kerja Intelektualitas. Tetapi, respon sebagian kita melihat film ini ialah membunuh karakter pembawa pesannya (Kill The Messenger), padahal yang harus kita lihatkan apa dibalik pesan tersebut, bisa juga menjadikan sebuah disukursus intelektual memadai. Jika Dirty Vote ini ialah kerja Intelektualitas, maka sudah sepatutnya dijawab dengan intelektual pula, bukan dengan mematikan karakter pembawa pesan tersebut dengan mencemooh dan fitnah lainnya.
Meminjam ungkapan imam Ali : jangan lihat siapa yang berbicara, tapi lihatlah apa yang dibicarakan.
"Ambilah hikmah walaupun dari orang kafir"
Jadi, apa relevansi kita tentang Mahdiisme dengan Dirty vote saat ini. Jika di asumsi bahwa film dokumenter ini ada mengupayakan untuk melakukan sesuatu yang buruk bagi penyalahgunaan demokrasi kita saat ini. Maka dirty Vote ini ialah layaknya imajinasi Mahdiisme yang ingin melakukan perbaikan. Jangan sampai yang bereaksi terhadap hal yang buruk ini adalah sesuatu yang diluar yang tidak tersistematis dan tidak dilakukan secara intelektual. Justru ini akan menambah kerusakan.
Dirty vote sebagai suatu dinamika demokrasi dan bahkan para ahli dan banyak kampus sudah banyak berteriak bahwa ada yang mengancam demokrasi kebangsaan kita ini. Kehadiran dirty vote sebagai langkah yang progresif dan kerja intelektual untuk merespon ketimpangan ini. Daripada masyarakat menjadi terbelah, dirty vote ingin menyampaikan sebuah pesan yang dimana masyarakat perlu melihat fakta yang ada, sederhannya, Dirty vote juga ingin menyempurnakan pemahaman masyarakat yang telah di robek demi kepentingan tertentu. Bisa dilihat bahwa apa yang dilakukan tim dokumenter Dari hal ini, dirty vote semangat nya ialah Mahdiisme, Terlepas dari mereka meyakini imam mahdi atau tidak. Akan tetapi, Bahwa mahdiisme adalah teologi yang rasional dan kita juga melihat bahwa dengan adanya dirty vote ini justru mahdiisme hadir dalam kesadaran itu.
Dengan berkecamuknya situasi kebangsaan ini penuh dengan destruktif, munculnya dirty vote justru membantu kita mengatur pemahaman yang cenderung membuat kita terlajur terpolarisasi. Dirty vote sebagai suatu semangat bahwa pasti akan ada yang ingin melahirkan suatu perbaikan dan hal ini juga selaras pada semangat Mahdiisme, yaitu memperbaiki keadaan, dan bukan membiarkan keadaan yang hancur makin tambah hancur. Jika mereka si pembawa pesan mau aman" saja tentu ngapain mereka bertiga mau mengambil job begini, hal inikan taruhannya nyawa. Lagi pula film ini sudah banyak di tonton dengan jutaan orang. Kalau mereka mau memonitize saja kan bisa, namun justru bukan itu tujuan mereka semua. Dan ada yang lebih penting dari sekedar itu (masa depan Umat).
Kerja intelektual yang rapi, sistematis, dirty vote sangat konstruktif dalam memberi pahaman pada masyarakat. Jika kita masih mengartikan mahdiisme hanya sekedar teologis, maka dirty vote ini bukan pula memperlihatkan sekedar masalah moral, justru mereka ingin melihat wajah keadilan itu, inikan moral yang tinggi. Dirty vote ialah bagian dari sebuah penantian progresifitas (mahdiisme), dimana menyiapkan masyarakat yang lebih baik. Semangat mahdiisme bukan hanya slogan, justru dialektika saat ini sudah menunjukan apabila kemunculan dari keburukan terjadi, pasti akan ada muncul juga semangat memperbaiki.
Mahdiisme itu semangatnya bukan mood dan bad mood, namun ia suatu ideologi perjuangan yang takkan berakhir walaupun nafas telah berhenti. Semangat memperbaiki ditengah kehancuran bukanlah hal mudah, butuh orang-orang yang dalam kesadaran dirinya menjadikan ia bangkit dalam situasi apapun. Layaknya tubuh kita yang tidak enak dilihat, namun bagaimana semangat diri kita untuk menampilkan, memperindah yang bisa kita tampilkan dengan indah, ataupun kita memiliki motor yang jelek, kita perlu semangat memperbaiki pelan-pelan, bukan sebaliknya, udah jelek dibiarkan jelek dan hencur begitu saja. Kita butuh merawat dalam keadaan apapun.
Wajah politik kita Cenderung hanya berbicara menang kalah, berbicara hanya jangka pendek, logika yang populis, tak ada semangat mahdiisme yang orientasi masyarakat masa depan seperti gimana. Kita justru dbikin kebingungan dengan keadaan yang menyebalkan ini. Dan Yang hanya bisa melawan kezaliman dan merubah itu letaknya ada pada jiwa masyarakat. Sebagaimana alquran mengungkapkan : suatu kaum tidak akan berubah kecuali terlebih dahulu merubah dirinya.
Globalisasi dan embargo ekonomi politik saat ini menjadi musuh utama dalam sistem yang menjerat umat dalam keadaan yang kerontang begini, namun bukan hanya sekedar itu saja. Saat ini globalisasi teknologi pula membuat degradasi teologis dan moral menjadi compang camping. Kita dibikin layaknya robot dan di diktekan oleh algoritma mereka, kita dijadikan sebuah model simulasi kepentingan mereka (masyarakat simulakra). Baca william chittick.
Bahasa agama telah mengungkapkan bahwa kelak di bumi akan dipimpin orang yang adil (khalifah) hal ini bukan suatu bahasa yang sempit, ia bahasa yang universal. Globalisasi ekonomi saat ini Perspektif ekonominya ialah materialisme. Jika kita lihat usia materialisme itu lebih panjang usia pembahasannya dari pada usia kelahiran nya, ia cuman singkat sekitaran abad 15-16. Kurang lebih 100 tahun, akan tetapi materialisme masih dibahas sampai sekarang. Masih menghegemoni saat sekarang. Dan perkembangan interpretasi serta dampak secara sosial dari materialisme ini dan hal terjadi saat ini ialah sebagai bentuk globalisasi.
Disisi lain, dampak Globalisasi sudah melihat titik tekan ekonomi menjadi sebuah koreksi terhadap hegemoni ekonomi politik global (ekopol). Bisa kita lihat, bursa ekonomi serta kemanusiaan menjadi anjlok, mulai dari starbuck, uniliver, kfc, McDonald's. Jadi, sebenarnya sudah bisa dilihat ataupun terkoreksi visi misi ekonomi itu dari visi kemanusiaan yang ada. Sudah terjadi begitu besar gerakan ini, mungkin karena adanya korban manusia yang besar pula (palestine). Dampak besar dari mereka para syuhada membuka wajah globalisasi ekonomi politik berjubah materialisme oleh globalisasi Nilai-nilai kemanusiaan. Namun, Kecendrungan dari globalisasi akan masuk pada visi moral yang tinggi pula. artinya mahdiisme saat ini adalah fase moral tertinggi untuk menyiapkan pemihakan diri, tapi tantangan kita ialah politik yang berwajah populis begini, yang memangkas wajah keadilan, yang tak tau malu.
Saat ini tawaran gerakan Mahdiisme di tubuh masyarakat bisa jadi jalan alternatif, mahdiisme bukan berbicara populisme, ia lebih cendrung pada sosialis walaupun tidak sepenuhnya. Sebab politik populis ini justru mengancam demokrasi kebangsaan kita. Populisme yang cendrung menggunakan algoritma, sedangkan Rasionalitas ia menggunakan logika dan kekuatan transformasi ada pada masyarakat.
Ala kulli hal, Dan akhirnya, kita akan melihat bahwa dengan terkoreksinya globalisasi ekopol berwajah materialisme, akan memunculkan mazhab ekopol baru seperti kekuatan rusia, cina dll. Jika betul mazhab baru ekopol ini terjadi, maka kekuatan negara islam, bukan hanya dalam arti teologi tapi semangat atau spirit Moral justru mengalami satu fase yang matang pula.
Jika dalam bahasa agama bahwa peperangan di Palestine yang tiada akhir sebagai tanda akhir zaman. Maka Palestine menjelaskan kepada kita bahwa mahdiisme, globalisasi telah menunjukan bawah Nilai-nilai manusia sudah memasuki fase Kebangkitan dan hanya menunggu saja kapan fase kebangkitan ini bertansformasikan keadilan. Tugas kita saat sekarang ialah, keadilan yang masih di determinisasi oleh dajjal global dan populisme politik (ya'juj ma'juj) dan anak-anaknya. Semoga kita masih terlindungi.....
Shadaqaulahuladzim....
Bihaqqi Muhammad Saww...
Malang 27/2/24
Salam kekasihku...
Komentar
Posting Komentar