Matinya Perempuan & Orientasi Gerakan

Filsafat Perempuan

Sebuah pengantar Awal

Penulis: Rumi Ali Ahmad

Kekerasan terhadap perempuan menjadi isu yang menarik diperbincangkan. Mengapa harus perempuan? Karena secara kecendrungan ilmiahnya yang paling banyak menjadi korban eksploitasi kekerasan ialah perempuan. Selain kekerasan fisik, kekerasan verbal biasanya juga tak bisa di hindarkan yang menyerang dirinya. Dari mana akar-akar kekerasan itu berasal?
Akar Kekerasan itu muncul seperti 7 penjuru mata angin, mulai dari rendahnya diri kita dalam kesadaran hukum, budaya patriarki masih dominasi, faktor ekonomi, faktor adat, dogma agama, pernikahan dini, poligami, pendidikan, serta abainya pengetahuan atas hak dan kewajiban masing-masing, dsb....

Kekerasan pada perempuan bukan karena laki-laki nya kurang pendidikan ataupun yang punya pendidikan mapan, bukan juga ekonomi yang mapan atau kurang nya ekonomi. Walaupun dititik itu juga kerap menjadi pelampiasan kekerasan. namun persoalan mendasar ialah hawa nafsu, yang artinya pengetahuan yang kita miliki itu yang pada dasarnya ialah pembimbing diri kita ia justru tidak mampu menjadi payung sebagai pelindung diri kita terhadap panas serta dinginnya  gejolak diri yang seharusnya perlu di kontrol.

Mengapa 99% pelaku kekerasan terhadap perempuan ialah laki-laki? Jarang sekali kita lihat ada laki-laki babak belur menangis histeris keluar rumah sambil teriak-teriak bahwa dirinya di pukul oleh istrinya. Mungkin secara fakta ada laki-laki yang mendapatkan kekerasan dalam rumah tangganya, mungkin juga tidak sebanyak apa yang di alami perempuan, Yang sering kita dengar dan kita lihat justru perempuan yang secara kuantitasnya lebih banyak mengalami hal tersebut.

Meminjam data dari Komnas Perempuan 2022-2023

Sebanyak 339.782 dari total pengaduan tersebut adalah kekerasan berbasis gender (KBG), yang 3442 di antaranya diadukan ke Komnas Perempuan. Kekerasan di ranah personal masih mendominasi pelaporan kasus KBG, yaitu 99% atau 336.804 kasus. Pada pengaduan
di Komnas Perempuan, kasus di ranah personal mencapai 61% atau 2.098 kasus. Untuk kasus di ranah publik, tercatat total 2.978 kasus dimana 1.276 di antaranya dilaporkan kepada Komnas Perempuan.

disusul dengan Kekerasan Terhadap Istri (KTI) sebanyak 622 kasus atau 30% dan Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) sebanyak 422 kasus atau 20%. Komposisi ini sama dengan tahun sebelumnya. Sementara itu pengaduan Lembaga Layanan kurang lebih memiliki persamaan, KDP merupakan jumlah yang tertinggi disusul dengan KTI dan Kekerasan terhadap Anak Perempuan (KTAP). Tingginya KMP dan KDP juga dilatari oleh fenomena peningkatan interaksi perempuan dengan menggunakan media online yang menyebabkan mereka rentan mengalami kekerasan.

Berdasarkan bentuk kekerasannya, secara umum data lembaga layanan dan komnas Perempuan mencatatkan ada bahwa dari 13.428 kasus, tercatat 15.466 bentuk kekerasan. Terbanyak adalah kekerasan fisik, yaitu ditemukan dalam 6,784 kasus atau hampir 44%.
Untuk pengaduan ke Komnas Perempuan, terbanyak adalah kasus kekerasan seksual, psikis dll. Teman-teman bisa kroscek saja pada web komnas perempuan untuk melihat berbagai macam kekerasan dan jumlah kasus perhari.

Dengan tiadanya Komnas Laki-laki telah memverifikasi bahwa Adanya komnas perempuan membuktikan dan telah menekankan bahwa manusia yang paling rentan terhadap kekerasan ialah perempuan dan bukan laki-laki. Karena laki-laki bukan objek kekerasan, ia justru pelaku dibalik kekerasan tersebut. Oleh karena itu mungkin berdiri komnas perempuan sebagai wadah dalam menengakan keadilan terkait hak-hak perempuan dan perlindungannya.

Bisa dibayangkan setiap harinya selalu terjadi kekerasan terhadap perempuan, bukankah hal ini sudah bisa membuka mata, telinga serta akal kita bahwa setiap harinya ada perempuan-perempuan yang selalu tersiksa batin dan fisiknya. Perempuan bukan hanya menerima beban ganda, ia harus bekerja, mengurus rumah tangga dan ruang sosial. Mengapa seringkali mereka Terdiskriminasi, padahal mereka secara hak juga sama dengan laki-laki sebagai eksistensi manusia. Apa Jangan-jangan laki-laki takut bersaing dengan adanya kehadiran perempuan, sehingga mereka mendiskreditkan mereka dengan rayuan apapun yang ingin menarik kembali perempuan pada ruang-ruang dosmetifikasi (kasur,dapur,sumur dan dikubur)

Sebagai manusia Jika kita mengetahui dan bisa memastikan bahwa perbuatan yang baik itu begini dan begitu, dan perbuatan buruk itu tidak boleh dilakukan. lantas justru kita jatuh kepada perbuatan keburukan, tentu kita bisa tahu bahwa keburukan ini bukanlah berasal dari pemahaman kita (akal) serta kita wujudkan. Pastilah keburukan itu berasal dari syahwat bukan dari cinta atau cahaya akal kita.

Dalam banyak kasus, ekonomi menjadi Beban besar terkait rumah tangga, biasanya lebih cendrung kekerasan itu terjadi dilatar belakangi oleh masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.  Namun bukan hanya ekonomi saja, ada juga kebutuhan ekonomi yang mapan, tapi justru mulai mencari istri kedua atau perempuan baru (poligami), dan blom lagi Gaya hidup keluarga, mau ini itu, alhasil secara matematis ekonomi tidak terlalu akurat dalam pemasukan dan pengeluarannya. ini juga satu persoalan baru muncul karena ekonomi. Ekonomi sebagai kekuatan material, namun juga memunculkan beragam persoalan.

Blom lagi pada budaya, perempuan atau istri biasanya harus patuh pada suami, seperti ketika suami pergi bekerja istri cium tangan, seolah-olah laki-laki sebagai relasi pemilik kuasa pada rumah tangga, apakah salah? Tentu baik saja, ini ialah suatu konstruk sosial yang kita lihat saat ini. Dan Kita juga berusaha menelaah secara kritis atas ajaran islam yang dianggap sebagai bias gender dan identik dengan kultur maskulinitas seperti perempuan yang berasal dari tulang rusuk laki laki, sebab ia (hawa) menggoda adam sehingga di usir dari surga, klaim bahwa Subordinasi Politik yang bermula dari Tuhan Maskulin yang menyebut dirinya HUWA (Dia Laki-laki), ayat yang lain juga mengatakan bahwa laki laki sebagai pemimpin/Qowwam atas Perempuan (Ar-rijalu qawwamụna 'alan-nisa) ,ayat" maskulinitas ini bisa saja sebagai suatu skandal kekuatan hukum maskulinitas mendomestifikasi yang pada akhirnya menjadi akar marginalisasi ekonomi karena kewajiban menafkahi dibebankan pada laki laki dan perempuan yang hanya di nafkahi dan perempuan seakan-akan memiliki ketergantungan terhadap Laki-laki.

Sehingga dari sejarah kelam yang dialami perempuan,  bermunculan pemberontakan atas keresahan diri perempuan, dengan adanya gerakan feminisme baik itu gerakan intelektual yang membawa konsepsi baru mengenai jati diri perempuan maupun gerakan yang memperjuangkan keadilannya sosial,ekonomi,politik, tentunya pula jika melacak secara lebih jauh, gerakan ini sama sekali tidak terlepas dari pengaruh teologi gereja abad pertengahan.

Sebagaimana kita tau saat raja Romawi kemudian memeluk agama Kristen maka doktrin gereja pun menjadi kuat sebagai pengaturan sosial hingga batasan intelektual masyarakat eropa dikala itu, alhasil aturan ketat gereja memasuki ruang-ruang setiap sendi kehidupan manusia saat itu. Belum lagi waktu itu bertepatan dengan era feodalisme yang membagi Masyarakat menjadi kelas budak pekerja dan tuan tanah ( pemilik modal).

Alhasil, Kaum kapital telah berhasil merekonstruksi defenisi tentang penindasan dan kebebasan itu untuk perempuan. Kebebasan perempuan ialah ketika dia bisa mendapatkan apa saja yang ingin dia mulai dari konsumsi pakaian,makan,dll. Dan mirisnya pula, hal ini dianggap wajar-wajar saja oleh perempuan. Massifnya pembangunan citra melalui media yang dibuat oleh kapitalis turut melanggengkan hal ini.

Dengan memanfaatkan patriaki yang telah mengakar dengan sangat kuat ditubuh masyarakat, kapitalisme memberikan berbagai ilusi kepada perempuan dimana dengan demikian perempuan tidak akan merasa menjadi objek dari komodifikasi.

Citra Ilusi yang dilancarkan dengan menggunakan berbagai jargon seperti itu pilihanmu,kamu berhak menjadi apa saja, atau yang terpenting adalah bisa merasa sexy nan cantik, dan sebagainya, usaha dalam menjerat kembali perempuan, kapitalisme berhasil menghipnotis mereka, dalam kenyataannya seringkali perempuan tidak menyadari bahwa dirinya telah dijadikan komoditas.

Tak lepas dari hal diatas, Namun yang perlu kita lihat dari perspektif lainnya ialah satu studi kosmologi perempuan, semisalkan dalam konteks kosmologi, baik laki-laki maupun perempuan ialah tidak saling menghegemoni dan mendominasi satu sama lainnya. Kepentingan kosmologi ialah bagaimana laki-laki dan perempuan ini bekerja sama, begitu juga dengan konteks sosial, baik laki-laki dan perempuan ikut berperan bagaimana ia membangun ruang sosial yang sehat di tubuh masyarakat. Mungkin gejala yang melanda eksploitasi perempuan saat ini, bukan hanya kebutuhan material terpenuhi, namun keringnya spiritualitas yang tidak ada kekuatan intelektualitas didalamnya.

Shadaqaulahul adzhim. 
Bihaqqi Muhammad Saw...


15/1/24 Dikota Malang




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8