PACARAN SAAT KULIAH : DISTRAKSI ATAU MOTIVASI?

Teleologi Pacaran : Perselingkuhan kaum intelektual dan Agama

Penulis : Rumi Ali Ahmad (jakfi Malang)

Satu kesempatan yang sungguh membahagiakan bisa berdiskusi bersama warga hmi kampus unitri yaitu komisariat komuni, mengangkat satu tema romantisme muda mudi yaitu pacaran, apakah pacaran bisa mengakibatkan suatu distraksi ataukah sebuah motivasi jika dilakukan saat kuliah? Sederhananya, pacaran saat kuliah, distraksi atau motivasi? Tentu tema begini perlu dilihat secara objektif, karena keterkaitan dua pilihan semata.

Namun tak lepas dari tema diatas, saya melihat bahwa memang sangat menarik jika dikembangkan dengan gaya akademik pula, kuliah dengan bersandarkan pada peserta didiknya ialah kelas tinggi dari siswa atau disebut dengan Mahasiswa atau orang-orang yang bergelut didunia akademik dan intelektual. Maka satu inisiatif saya membuat tema yaitu :

TELEOLOGI PACARAN: PERSELINGKUHAN KAUM INTELEKTUAL DAN AGAMA.

Selamat membaca..........

Dunia kampus atau sering disebut dengan dunia akademik adalah dunia yang sarat akan pendidikan dan menjadikan sebuah proses manusia menuju kebijaksanaan. Senafas dengan tujuan pendidikan, bahwa pendidikan salah satunya ialah menjadikan manusia lebih bijaksana dan meminimalisir prilaku-prilaku yang kurang produktif baik itu pola pikir dan perbuatannya yang dapat menimbulkan kerugian baik ke diri sendiri bahkan ke orang sekitarnya.

Sesuai perkembangan zaman saat ini, dimana dunia kampus atau akademik semakin banyak dan mahasiswa juga semakin bertambah, antara keinginan prestasi dan menjadi sebagai donatur tetap dikampus juga semakin meningkat. Sebab, memang tak bisa dihindari faktor" pendukung secara eksternal yang menyebabkan banyak dari mahasiswa/i yang kerap menjadi korban atas jebakan masa-masa senangnya berkumpul dengan teman-teman, terlalu sibuk organisasi dan mengabaikan tugas utama akademik, pacaran, males-malesan kuliah, dan masih banyak lagi sekelumit masalah yang menjerat peserta didik.

Kuliah merupakan masa indah kedua selepas pendidikan di waktu SMA,SMP ataupun SD. Seringkali setiap kita yang pernah mengenyam bangku pendidikan tidak melupakan kenangan-kenangan yang telah dilalui saat itu. Kenangan dalam dunia pendidikan membuat kita tak bisa melupakannya mungkin karena pengalaman dalam dunia pembelajaran kita lalui apakah pahitnya perjalanan pendidikan kita ataukah begitu manisnya, pada setiap perjalanan pendidikan itu dinamikanya suatu kelak akan kita tersimpan dalam sejarah, mungkin juga menjadi cerita dihari nanti.

Pada Saat SMA,SMP ataupun SD, satu dari kita mungkin pernah sebagai pelaku atau sebagai saksi yang melihat ada teman sekolahan kita Fokus pada belajarnya dan ada pula belajar, di waktu yang lain pacaran. Yah,, walaupun sebagian orang tua atau diri kita menganggap pacaran di waktu sekolah ialah layaknya cinta monyet. Kalau dikatakan cinta monyet tentu sah-sah saja orang mau melebelkan dengan nama apa terkait fenomena itu. Tapi tak lupa juga, sebagian kita menganggap hal itu cinta monyet namun dari cinta monyet tersebut pula hampir 30-50 dari siswi di indonesia hamil di bangku sekolahan setiap tahunnya. Bisa kita lihat kasus di Ponorogo pada 2021 sebanyak 266 pemohon yang minta dispensasi menikah, pada 2022 ada 191 pemohon, dan pada 2023 ini sudah 7 pemohon yang minta dispensasi. Semua adalah siswa SMP dan kelas 2 SMA sesuai data karena hamil atau karena sudah melahirkan.

Apakah kita sebagai orang tua masih mau mengizinkan anak kita dengan adanya cinta monyet dalam dunia sekolahan?  Fakta menyebutkan sebagian daerah terlilit kasus cinta monyet siswa siswi di sekolahan dan akhirnya banyak putus sekolah karena hamil duluan. Tentu monyet tak bisa kita salahkan, karena sebagian kita juga terutama orang tua ada yang membiarkan anaknya untuk pacaran saat di sekolah, karena menganggap itu hanyalah sebuah cinta main-main alias cinta monyet, disisi lain orang tua membiarkan hal itu terjadi atau anaknya diam" pacaran. Mungkin dari kita yang akan menjadi orang tua, atapun sudah menjadi orang tua sudah sepatutnya mengajarkan pendidikan seksualitas terhadap anak, minimal pembekalan dasar pendidikan seksualitas. Tapi di indonesia ini kita bicara pendidikan seksualitas masih di anggap tabu dan tak layak di bicarakan apalagi dihadapan anak-anak. Jadi sangat susah juga, ketika naiknya orientasi seksual pada anak, namun belum ada satu pendidikan seksualitas terhadap mereka. Dan akhirnya rasa penasaran/coba" mereka terkait seks menjadi pengembaraan sendiri.

Di sisi yang lain bisa kita lihat pula fenomena dunia kampus yang tak luput dengan dunia romantisme  mahasiswa-mahasiswi yang menjalin kasih dengan pasangannya dan percintaan ini biasanya lebih kelihatan dewasa atau diatas cinta monyet lah, kayaknya ini cinta harimau atau buaya lah ya 🤣. Memang tak ada larangan buat orang pacaran atau menjalin hubungan percintaan pada kurikulum kampus. Tapi apakah pacaran di saat masih menjadi mahasiswa/i di kampus bisa menimbulkan distraksi/pengalihan ataukah bisa menjadi motivasi? Kenapa kita dikasi pilihan pertanyaan begini, apakah mata kita tertutup dari akal kita. Bukankah dinamika pacaran ada naik dan turun nya, terkadang kita terlena pada saat bersama si doi dan akhirnya terjadi distraksi, tapi di sisi lain ketika kita berada pada garis objektif cinta atau pacaran, hubungan pacaran itu menjadikan kita kuat dan lebih termotivasi dalam aktivitas.

Dunia akademis (Intelektual) ialah hal utama yang menjadi tujuan para pembelajar ataupun mahasiswa. Walaupun menjadi mahasiswa tidak selalu padat dengan kegiatan akademis dan memiliki waktu longgar juga. Maka tak heran sebagian mahasiswa ada yang memilih untuk menjalin hubungan cinta /pacaran dan ada pula masih betah menjomblo demi fokus pembelajarannya. Pada dasarnya pacaran/hubungan cinta ialah sesuatu yang suci jika tidak ada tujuan lain lagi selain menjaga eksistensi cinta tersebut. Namun tujuan ini menjadi terbelokan dengan muatan" hasrat yang berlebihan pada objek yang di cintai.  Sehingga hubungan cinta tersebut menjadi sesuatu pembusukan. Seperti atas nama cinta rela tak kuliah asalkan bersama ayang terus. Atas nama cinta rela membuang waktu yang sebenarnya untuk belajar jadi dipakai jalan" sama ayang, atas nama cinta rela uang transferan dari orang tua dipakai buat huru hara bersama ayang, atas nama cinta rela melakukan apapun. Semuanya atas nama cinta atau mengotori nya saja?. Sebetulnya jika ia yang benar" mencintaimu akan mengantarkan pada orientasi cinta ke lebih tinggi. Bukan hanya mainan-mainan perasaan dan hasrat semata.




Walaupun kita tak bisa melepaskan apa jawaban dari ketika mahasiswa melakukan pacaran, entah itu distraksi atau motivasi keduanya memiliki alasan tertentu, makanya kita perlu melihat hal ini pada asas objektif saja. Karena kita juga tak punya data atau sebuah penelitian yang bisa menunjukkan apakah dari sekian banyak mahasiswa lulus kuliah disertai kuliah sambil pacaran ataukah tidak. Secara fakta, ada mahasiswa ketika pacaran di waktu ia masih kuliah sampai lulus perkuliahannya masih langgeng dan sampai pernikahan serta perkuliahan nya pada saat itu aman-aman saja, namun ada pula mahasiswa ketika hubungan pacaran menjadikan ia teralihkan pada tujuan utama nya yaitu Dunia pendidikan nya dan kuliah nya menjadi molor.....

Alhasil, yang perlu kita lihat pada konteks pacaran tersebut ialah nilai dari pacaran itu, apakah membawa diri kita pada kebaikan ataukah membawa pada kejahilan. Sebagaimana eksistensi cinta orientasinya ialah membangun bukan pada kejatuhan atau degradasi. Makanya, mengapa orang menjalin ikatan cinta perlu menguatkan nalarnya, supaya cinta pada saat pacaran lebih menjadi motivasi atau lebih kepada orientasi yang bernilai pada kebaikan bersama.

Orang yang pacaran namun hubungan pacaran tersebut membuat ia distraksi atau mengalihkan dunia objektif nya dia, dan tidak berkembang, maka pacaran tersebut tak ada muatan nalar yang kuat dan orientasi yang jelas ataupun optimisme cinta yang tak terukur. Sederhananya ada yang salah dalam dunia romantisme nya. Jika pacaran menjadikan ia lupa belajar, kuliah juga tidak jelas, duit orang tua habis buat ongkos pacaran, maka itu bukanlah nilai hakiki pacaran, bisa jadi itu adalah sepintas hasrat menggebu-gebu yang tak terkontrol dengan baik.

Jika melihat dalam tafsir kosmologi perempuan, konsep pacaran ialah pengenalan yang disertai dengan nalar filosofis serta ilmiah. Artinya kita mendekati diri perempuan, perlu melihat kedalam diri pula apakah kita sudah menyiapkan jiwa perempuan dalam diri kita ataukah tidak, serta kekutan mentahqiq atau mencari nilai objektif dan merealisaikan nilai" objektif tersebut. Sederhananya PDKT nya itu bukan hanya modal bualan" atau gombalan saja, tapi mengidentifikasi saja bagaimana diri seseorang yang kita cintai itu, apakah bisa masak, punya orientasi pendidikan yang jelas, rajin ibadah dan nilai kebaikan lainnya. Ketika nilai" kebaikan atau orientasi kehidupan yang jelas terukur satu sama lainnya, maka baru kemudian membangun rumah cinta. Kalau saat sekarang ini fenomena pacaran, membangun rumah cinta, modalnya cinta saja (hasrat) namun rumahnya (Intelektualitas) ngga ada. Ending  keluar ungkapan dari mulut aktivisnya ketika putus, ternyata menyesal juga kenal dengan diri si doi, waktu terbuang sia sia, uang habis, tenaga terkuras, semangat belajar menurun, Hal begini yang membuat pacaran menjadikan diri kita hilang kesadaran yang lebih baik.

Mengapa orang-orang pintar jarang memikirkan tentang pacaran? Yah mungkin bagi mereka pacaran bukan prioritas utama, mereka juga sibuk melakukan penemuan-penemuan yang fokusnya membangun diri mereka, sibuk belajar dan upgrad diri. Dan mungkin pula kriteria pasangan bagi mereka terlalu tinggi, sehingga tak menemukan jawaban atas ideal nya sebuah pasangan. Tak heran banyak ilmuan betah lama" menjomblošŸ˜„


Evolusi pacaran

Pacaran ialah hak seseorang, seseorang bebas memilih dengan siapa ia berhak memberikan cintanya. Pacaran biasanya lebih sering diartikan sebagai hubungan 2 orang yang spesial. Jika kita lihat secara etimologi bahasa indonesia, pacaran memang berangkat dari suatu tradisi kebudayaan melayu, dimana ketika pria menyukai seorang perempuan akan ditandai dengan berbalas pantun, apabila pantun terbalas maka cintanya diterima, ketika cinta diterima maka tradisi lainnya seperti inai (panca air)/ikatan serius. Sehingga muncullah istilah pacaran yang kita kenal di zaman modern ini berasal dari tradisi suku melayu, Inai atau panca air membuktikan bahwa pasangan menjalin ikatan yang spesial, bahkan inai pula akan di tandai dengan keseriusan dalam hubungan dan biasanya inai atau panca air sebagai tanda lanjut ke pernikahan. Inai atau panca air sebatas tanda keseriusan yang memiliki waktu 3 bulan apabila pihak laki" tak mencukupi perlengkapan pernikahan selama 3 bulan tersebut, maka pihak perempuan bisa memilih apakah mau melanjutkan dan memberi waktu kepada pihak laki" ataukah bisa juga memutuskan hubungan tersebut.

Pada perspektif yang lain, pacaran ialah sebuah fenomena yang terjadi pasca perang dunia pertama. Sebelumnya, memang tradisi antara hubungan laki-laki dan perempuan sangat bersifat formal, contohnya ketika Laki-Laki menyukai sang gadis pujaan nya, maka ia perlu menemui sang gadis kerumahnya dan bertemu juga orang tua sang gadis untuk meminta restu atau izin untuk menjalin hubungan kepada anaknya.

Seiring memasuki abad modern, pacaran ditandai sebagai sebuah pemberontakan atas pengekangan hak-hak seseorang untuk menjalin sebuah hubungan spesial ataupun pemberontakan terkait tradisi perjodohan. Kita bisa melihat, pada zaman dulu orang" lebih sering menjodohkan anak-anaknya walaupun tanpa sama sekali dari kedua anaknya tersebut ada ikatan cinta. Bahkan konsekuensinya ialah pernikahan tanpa cinta dari hasil perjodohan tersebut.

Adapun mengapa orang memilih untuk pacaran, tentu berbagai motif ataupun alasan yang bjsa kita jumpai. Pada dasarnya pacaran memiliki tujuan untuk menemukan pasangan yang tepat untuk menikah. Sederhananya ialah bagaimana membangun cinta di antara pasangan tersebut, mulai dari mengenal keluarganya, makanan favoritnya, warna kesukaannya, pembersih atau ngga orangnya, rajin ibadah atau tidak, bisa kerja atau tidak, kecukupan material bagaimana. Orang jawa melihatnya dari bibit, bobot dan bebet. Yah,, pokoknya pengenalan diantara yang menjalin cintalah. Justru hal itu, mengapa pondasi pacaran harus di landasi dengan kekuatan pengetahuan bukan hasrat semata. Saat sekarang tujuan pacaran sudah mulai bergeser seiring bergesernya paradigma masyarakat. Contoh, pacaran hanya untuk mendapatkan senang-senang dan berakhir di ranjang. Habis itu mulai cari yang lain lagi untuk menambah sensasi baru.

Spiritualitas Perpacaran

Jika kita ingin melihat ketika seseorang ingin pacaran maka terlebih dahulu tanyakan, apa yang dicari pada hubungan pacaran tersebut? Pacaran bukan hanya benturan" perasaan yang merasa saling menginginkan dan memiliki. Pacaran ialah sebuah hubungan cinta dimana antara laki-laki dan perempuan melakukan satu pencarian yang dalam di antara keduanya. Sederhananya satu perasaan yang mencoba memasuki perasaan lainnya, ketika perasaan yang dimasuki ada keterkaitan dan menemukan kenyamanan, ketenangan dan kebahagiaan maka kita bisa melihat fenomena itu dengan tanda-tanda sumringahnya wajah ataupun bahasa tubuh lainnya.

Melihat definisi dari Imam Al Ghazali  (seorang tokoh islam)  menjelaskan bahwa hakikat cinta adalah ilmu dan penemuan. Dimana cinta merefleksikan ketika Anda mengenal dan menemukan seseorang atau sesuatu yang Anda sukai atau ingin Anda cintai (S=O)

Berdasarkan pemahaman ini, seseorang dapat memahami bahwa cinta tidak dapat dijelaskan kecuali jika seseorang mengetahui atau menemukan orang atau hal yang ingin dicintainya. Dalam hal ini, perasaan cinta seseorang juga bergantung pada pengetahuan yang dimilikinya tentang orang atau benda tersebut. Sederhananya, mengetahui dulu baru tumbuh itu cinta.

Apa artinya cinta? Sederhananya, Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa susunan cinta adalah ketika Anda menemukan seseorang atau sesuatu dan merasa nyaman dan damai, maka Anda telah berhasil mencintai.
Dalam konsep islam, sebagian para ustadz mengharamkan pacaran, bagi mereka pacaran tidak sama dengan ta'ruf yang di bawa islam. Kalau pacaran konotasinya lebih terbuka dan bisa pegang sana dan sini. Sedangkan ta'ruf ialah konsep pacaran yang tertutup dan hanya didominasi komunikasi melalui perantara" orang terdekat dan jalur langit.  Bedanya dalam pandangan agama, pacaran mengatur sesuai tuntutan agama, dikristen pacaran itu harus mampu memiliki tujuan kepada Tuhan atau sering mereka bahas dengan tema Teologi cinta, yah,,, secara subtantif memang tak jauh berbeda dengan islam yang juga menginginkan agar pacaran itu selalu mengingat Tuhan dan Tuhan menjaga hubungan pacaran tersebut.

Agama memang mengajarkan pada kebaikan-kebaikan, makanya tak heran jika agama menyeru para penganutnya untuk tidak mendurhakai Tuhan dengan perbuatan dosa, memang manusia tak kebal dari dosa, tapi perlu di ingat bahwa pacaran tanpa landasan pengetahuan (cahaya) sebagai jalan petunjuk untuk meletakan batasan-batasan pacaran, maka kemungkinan orientasi pacaran ialah pegang sana sani anak orang, sehingga pacaran yang tidak ada mode of knowledge tidak akan memiliki orientasi searah dengan fitrahnya manusia.


Objektifikasi & Teleos pacaran

Sudah dijelaskan bagian atas terkait pandangan tentang pacaran, bahwa pacaran itu ia memiliki muatan ideologi dan tujuan akhirnya. Sebagaimana konsepan pacaran zaman dahulu orang-orang akan melepaskan anaknya pacaran ketika si laki-laki datang kerumah baik-baik dan meminta izin ingin serius dengan sang gadis. Kemudian Kedua orang tua akan melihat latar belakang laki-laki apakah pada keturunan yang baik ataukah tidak.

Selanjutnya konsepan pacaran namun diperjodohkan dari sejak awal oleh orang tua tanpa keterlibatan sang anak, pacaran model ini memang tak terlepas juga dari ikatan kedekatan, kekeluargaan ataupun persetujuan kedua belah pihak orang tua.

Kemudian di awal abad modern pacaran yang menentang perjodohan atau status quo hubungan percintaan, sehingga pacaran menjadi suatu kampanye alias pemberontakan atas ketidakbebasan seseorang menentukan cintanya.

Di perspektif yang lain pacaran ialah sebuah tradisi kebudayaan yang dimana laki-laki yang siap secara material dan pikiran akan melakukan satu tradisi tertentu untuk memberi sinyal bahwa si pecinta menyukai atau tertarik kepada objek yang di cintai. Ada pristiwa budaya yang harus dilewati oleh laki-laki ketika ingin pacaran dengan perempuan yang ia sukai, seperti pada kebudayaan melayu yang berbalas pantun dan panca air (inai) hubungan cinta yang di ikat dan ditandai dengan simbol" budaya.

Dari beberapa perspektif pacaran tersebut, mungkin kita bisa saja menganalisis fenomena pacaran terjadi saat ini, apakah ada yang dijodohkan, atau hak paten seseorang memutuskannya,  pilihan berbagai macam orang inginkan terkait konsep pacaran tentu tak terlepas dengan syarat ilmiahnya dan nalar objektifnya. Mengapa nalar objektif diperlukan, supaya kita tidak terjebak pada perasaan-perasaan permukaan atau tiou muslihat pasangan, makanya dalam nalar objektif, cinta bukan dari mata turun ke hati, tapi dari mata dibawa atau difilter di akal baru masuk ke hati. 

Jika sudah terjadi ikatan percintaan dari sebuah pasangan, pertanyaan kita, mau dibawa kemana hubungan itu? Terjadinya pacaran tentu tak lepas dengan sebuah kepentingan, entah siapa yang di untungkan atau siapa yang dirugikan nanti. Maka perlunya mengakhiri kepentingan dari hubungan itu dengan tujuan keadilan, kebahagian, perhatian, dan kenyamanan bersama ataupun moral objektif. Apakah berakhir pada posisi itu? Tentulah tidak, semuanya hanyalah persinggahan-persinggahan saja. Maka kita memerlukan satu orientasi yang lebih tinggi yaitu bagaimana hubungan itu selamanya dengan spiritualitas ilahi.

Jika tak ada tujuan dan akhir yang jelas dari sebuah hubungan tersebut, lebih baik jangan terlalu lama mendayung cinta tanpa arah yang jelas, sepatutnya peta cinta diperlukan!.....


Shadaqaulahuladzim.....

Malang, 28/11/23

Alirumi




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8