Kesadaran Metafisika Rene descartes

kesadaran Metafisika Rene Descartes & Kegelisahan Tak bertepi

By. Ali rumi


Rene Descartes Didalam Buku aku Berpikir maka aku ada yang ditulis Tom Sorell menjelaskan Sebuah perjalanan intelektual Seorang Filsuf Modern. Di buku ini bagaimana Seorang Descartes menulis beberapa karya dia seperti, Meditations On First Philosophy, prinsip-prinsip Filsafat, Risalah Metode/Diskursus dan metode. Selain itu, banyak karya-karya dari Filsuf satu ini yang belum rampung atau esai-esai yang ditulisnya tidak dipublikasi pada saat dia masih hidup, sebab banyak tekanan seperti dari kaum gerejawan, karena Esai yang ia tulis mengandung unsur kritikan metafisika dan dogmatisme Agama. 

Oleh karena Descartes masih mengingat masalah Galileo galilei yang di eksekusi oleh kaum agama pada waktu itu, maka niat descartes yang ingin mempublikasikan tulisannya masih ia tunda. Sehingga ia merantau dalam beberapa wilayah selama beberapa tahun untuk mencari jawaban atas keresahan pengetahuan yang ia miliki tersebut.  Dalam perjalanan ke negara-negara lain seperti jerman dan belanda, Descrates banyak mendapatkan kesegaran dalam pandangannya. Bagaikan mimpi disiang bolong, seorang descartes dalam kesendirian nya konon ia bermimpi selama tiga hari diwaktu siang dan malam adanya wahyu atau petunjuk ilahi untuk karya-karya yang dikerjakan nya. Tentu dalam pengakuan nya apalagi beliau ini sebagai seorang pastor tentu sah sah saja orang mengalami sentuhan-sentuhan Ilahi dan tinggal di objektifikasi saja.


Kebutuhan Akan Metafisika

Bagian keempat Discourse (Risalah dan Metode) Descartes pada inti dalilnya itu terdapat bahwa manusia itu ciptaan Tuhan yang maha pengasih dan penolong yang telah memberikan kecerdasanNya pada diri Manusia dengan sejumlah pemikirannya. Dan pemikiran itu tidaklah mungkin keliru karena tuhan yang memberikan itu tersebut. Akan tetapi seiring perjalanan intelektual terkait dalil yang dikeluarkan descartes mendapatkan kritikan salah satu dari seorang ilmuwan amatir yaitu atau suvervisor perbentengan prancis piere pefit keberatan atas diskursunya yang ke empat descartes bahwa setiap manusia memiliki gagasan tentang tuhan. Namun terdapat adaya kritikan terhadap dalilnya, descartes tidak ambil pusing untuk menjawabnya, akan tetapi ia tidak melupakan kritikan itu sehingga ia tulis jawabnya pada buku Meditations.

Didalam pembahasan adanya kebenaran Mafisika yang dipercaya descartes ia mengaku bahwa ia telah menemukan bagaimana membuktikan kebenaran metafisika nya dengan cara yang lebih jelas dari pada kebenaran ilmu ukur. Kita mengetahui bahwa descartes ini Seorang matematikawan, fisikawan akan tetapi ia meletakan ada sesuatu yang lebih tinggi daripada sekedar sains yang seperti itu, yaitu Pengetahuan ilahi. Pernyataan terkait pengetahuan ilahi ini membuat descartes banyak diserang oleh Teman-teman sains pada waktu itu, sehingga descartes ini sendiri menemukan suatu metode untuk menemukan kebenaran metafisika nya. Dengan metode yang lazim dikenal sebagai metode keraguan. Metode keraguan ini diawali sebagai meragukan apapun atau menganggap palsu apa saja yang tampak oleh indrawinya. Ataupun sesuatu yang diluar dirinya ialah sama sekali tidak pasti bagi pikirannya.

Dibukunya Meditations, Descartes dengan metode keraguan nya ia menolak segala apapun kecuali dirinya, dan ia menganggap semua diluar dirinya itu palsu, dalam metode keraguan itu ia membuat suatu hipotesis skeptis yang sangat imajinasi sekali, ia menghayalkan bahwa dirinya berada didalam genggaman seorang peri yang sangat kuat dan mampu mengendalikan pikirannya dan membuatnya hanya percaya bahwa ada kepalsuan, agar peri itu efektif melakukan penipuan didalam pikirannya, haruslah tidak diragukan lagi bahwa memang benar peri itu menghasilkan pemikiran dalam diri descartes. 

Dan fakta itu bagi descartes bahwa ia mempunyai pemikiran, karenanya merupakan hal yang tidak dapat disulap menjadi tidak ada oleh peri tersebut. Apabila realitas pemikiran nya ia tidak ragukan,sehingga realitas dari sesuatu subjek pemikiran juga tidak dapat diragukan atau semacam "aku yang lain" yang harus melakukan pemikiran tersebut. Maka dari sinilah munculnya suatu kepastian pertama metafisika descartes bahwa dengan diktum nya cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Dan dari kepastian akan keraguannya, disisi lain ia menerima kebenaran metafisika lain (mengenai tuhan).

Meditations/Khalwat Intelektual

Descartes memulai debutnya dalam karya Meditations pada bulan November 1639, pada waktu itu ia telah berdiam di belanda sekitaran 10 tahun, dalam perjalanan intelektualnya ia tidak pernah tinggal lama pada suatu tempat. Kehidupannya yang kini sebagai kesendirian dan mejauhi banyak masyarakat dan ia sama sekali fokus pada penelitian dan ekperimen sainsnya. Pada tahun 1640 descartes telah selesai menyusun meditasionya atau khalwat intelektual bagi dirinya selama 6 hari yang ia lakukan mirip dengan cara santo ignasius (seorang imam katolik), dalam Spritual excercises (Latihan Keagamaan/spritual). Meditasion descartes ini sebenarnya ialah latihan diri beliau saja terkait spiritualitasnya, atau khalwat keagamaan.

Didalam meditasi tersebut descartes menyiapkan satu meditasi setiap hari dalam 6 hari tersebut. Dalam perjalanan meditasi pada hari pertama, descartes membuat dirinya ragu terhadap segala apapun yang benar benar ada. ia menolak segala sesuatu atau menganggap semuanya adalah palsu atas keyakinannya mengenai objek material. Dalam hal ini, ia menggunakan hipotesis yang telah kita jelaskan pada penjelasan awal mengenai khayalan tentang peri.

Meditations kedua, descartes berbicara bahwa ia perlu adanya alat pemerdayaan  agar seorang peri tersebut tidak dapat memperdayakan. Alat tersebut ialah pemikiran dan jika pemikiran, maka pemikiran tersebut haruslah benar-benar ada yaitu dirinya sendiri. Dalam hal ini ia mengecilkan sedikit lingkup keraguan dari meditasi pertama. Ketika ia setelah menegakkan eksistensi tuhan itu ada ini menjadi suatu dasar untuk mempercayai realitas benda-benda diluar dirinya dan diluar pemikirannya, (Tuhan sudah bersemayam didalam diri kita). Tuhan yang dipahami descartes ialah maha baik, sempurna, penolong, sehingga pernytaan itu tidak bisa dipalsukan ataupun dikelabui. Sehingga didalam meditasi ketiga nya ia sampai pada puncak bahwa dirinya meyakini tentang adanya gagasan mengenai tuhan itu bersifat sesuatu yang nyata dan ada. Ini merupakan titik balik berkat meditasi pertama dan kedua sebelumnya.

Sedangkan didalam meditasi ke empat nya rene descartes membicarakan terkait yang benar dan yang salah. Ia mengakui bahwa Tuhan tidak akan menipu pada meditasinya ke 3 ini menjadi sumber semuanya, maka mungkin kesalahan dan kepalsuan itu terjadi. Dari sini descartes menjelaskan bahwa kesalahan dan kepalsuan bukan hal yang positif, kesalahan ialah bentuk dari ketiadaan kebenaran, bagi descartes hal ini menjadi mungkin dan disebabkan oleh dua karunia ilahi. Pertama, pemahaman yang diberikan tuhan tidaklah lengkap, kedua yaitu kehendak bebas yang hanya dapat diberikan secara penuh atau tidak sama sekali.

Dalam meditasi ke lima nya, descartes berbicara terkait esensi  hal hal material, disini descartes ingin membuka kemungkinan untuk penerimaannya terdapat benda-benda eksternal dan disini ia masih mempertimbangkan nya. Sebagaimana pernyataan dia terkait keraguan objek diluar pikiran nya.

Saya menemukan dalam diri saya ide-ide yang tak terhitung banyaknya tentang hal-hal yang, meskipun mungkin berada diluar diri saya, tidak dapat dikatakan tidak ada artinya. Sementara saya memiliki kendali penuh terhadap pikiran saya tentang hal-hal ini. Saya tidak mengada-ada. Mereka memiliki kodrat mereka yang nyata dan abadi. . . Jadi saya dengan jelas melihat bahwa kepastian dan kebenaran dari semua pengetahuan saya berasal dari satu hal: pemikiran saya tentang Allah yang benar. Sebelum saya mengenal-Nya, saya tidak bisa mengetahui hal lain dengan sempurna.

Dan pada meditasi terakhir nya yaitu ke enam, pada khalwat terakhir ini descartes memfokuskan dirinya bahwa untuk meragukan eksistensi objek eksternal material, ia menyimpulkan bahwa objek material tersebut tidaklah seperti yang tampak pada indrawi kita. Disini semacam adanya pengingkaran objek" eksternal bagi descartes, memang metode keraguan yang di miliki menjadi rumah bagi dirinya. Sehingga metode keraguan ini menjadi penjara bagi descartes dan satu-satunya yang ia terima ialah dirinya sebagai subjek peragu. Bahkan didalam metode keraguan ini descartes sempat dikabarkan sebagai plagiasi gaya berpikir Alghazali yaitu keraguan terhadap alam dan menerima dirinya sebagai peragu (Meditations on Firts Philosophy).

Penolakan Descartes Terkait Keraguan Tanpa Skeptisisme

Setelah terbit buku Meditations nya pada tahun 1641 kritikan pun banyak yang berdatangan terhadap karyanya itu, bahwa beberapa keberatan yang diajukan oleh pengkritik terkumpul sebanyak 7 kritikan dan yang paling getol mengkritik nya ialah pada kritikan terakhir dari ketujuh tersebut yaitu dari imam jesuit piere bourdein dan bourdin lah sebagai penanggung jawab atas 7 kritikan terkait karya Descartes. Terkadang Descartes heran banyak orang-orang yang salah membaca karya nya itu.  Bahwa terdapat kritikan pada meditasi pertama yang menggunakan metode keraguan tersebut itu menunjukkan bahwa descartes ialah sebagai penganut skeptisisme filosofis yang siap untuk meragukan segala sesuatu, ini terlihat descartes jatuh pada skeptisisme yang ekstrem.

Namun jawaban descartes terkait hal itu pada sebenarnya bahwa ia mengatakan untuk sekali dalam hidupnya ia akan mencuci bersih kepercayaannya terhadap segala sesuatu yang meragukan. Dalam menanggapi secara keseluruh komentar yang didapatkan nya ia menganlogikan bahwa apa yang terdapat dan tampak dialam ini sebagai kehidupan sadar dan mungkin semuanya adalah impian saja. Ia mengatakan bahwa impian itu jelas pengalaman sadar kita. Dalam mimpi biasanya kita mempercayai bahwa kita mendapati sebagai sebuah kepalsuan setelah kita bangun, sederhana nya mimpi dapat mengecoh kita. sehingga kita sulit membedakan dikehidupan ini yang mana mimpi dan bukan.

Apa yang dikatakan descartes ialah berkaiatan dengan metode keraguannya yang ingin ia analogikan dalam kehidupan mimpi dan bukan mimpi, apapun yang kita alami secara sadar atau pengalaman sadar dan bahwa semua itu ialah hanya mimpi dan penuh kepalsuan. Lagi-lagi descartes ini menggunakan hipotesis mimpi untuk melemahkan kepercayaannya terkait sesuatu yang dilewati oleh pengalaman indrawi. Pengalaman indrawi ialah kesan yang buruk untuk kesimpulan terkait benda-benda material. 

Tentu dalam pandangan ini descartes masih mengkritik dalam kepercayaan yang melalui tahapan indrawi, sementara disisi lain ia percaya bahwa manusia bisa mempelajari sains, fisika dan mengandalkan pikiran yang berkaitan dengan organ-organ indera, akan tetapi pikiran itu terlebih dahulu memiliki informasi secara otonom yang berkaitan dengan menerima adanya kepastian dari cahaya-cahaya ilahi. Melihat pikiran descartes ini, mungkin kita agak sedikit berputar ya, karena filsuf satu ini tidak memiliki konsistensi dalam pandangan nya. Mungkin dia hanya menerima bahwa kepastian kebenaran itu memang ada pada diri manusia yang itu tuhan yang telah mengisi dikepala kita.

Pernyataan descartes ini bahwa gagasan kita tidak bergantung pada pengalaman indra. Dan pikiran kita sangat lengkap bahkan bila pikiran kehilangan suatu kemampuan persepsi indrawi sekalipun. Dalam teorinya mengenai kodrat pikiran, kapasitas yang harus dimiliki suatu pikiran tidak lain hanyalah kapasitas intelktual murni dan kemampuan untuk melakukan jenis kehendak yang dilibatkan dalam pertimbangan. Memang kelihatan bahwa tumpuan akal murni pada descartes ini menjadi pondasi nya dalam menjawab semua persolan yang ada. 

Walaupun dalam buku Meditations yang ia jelaskan ada perbedaan antara pikiran dan isi pikiran atau antara tubuh dan jiwa yang pada akhirnya jatuh pada dualitas Kartesian bahwa tubuh itu disisi lain dan jiwa memiliki sisi tersendiri. Descartes yang menganggap bahwa jiwa itu hanya sebuah kebetulan saja berupa benda yang bertugas melakukan penginderaan dan imaginasi namun haruslah berupa intelegensi yang terbatas dan murni. Sedangkan pada tubuh berkaitan pada sisi material saja. Ia memiliki posisi masing masing yang jauh berbeda dengan jiwa atau yang dia sebut dengan ide bawaan (innate idea).


Kesimpulan, bahwa dari uraian diatas terkait pemikiran descartes yang menawarkan suatu metode keraguannya untuk menyingkap realitas metafisika menurutnya. Rene Descartes sebagai tokoh Rasionalisme banyak menuai kritikan terhadap gaya berpikirnya yang skeptisisme tapi mengingkari hal itu. Beberapa pernytaannya yang dilontarkan dalam buku Meditations atau dibuku yang lain seperti Prinsip-prinsip Filsafat, diskursus dan metode jika ditarik benang merahnya ia hanya ingin mengukuhkan adanya teori akal murni dan metode keraguan saja. Akan tetapi dampak yang sangat besar pada pemikiran ini terus berlangsung saat ini dimana Kartesian dan inattisme menajdi sebuah pelarian para pengikutnya yang tidak menemukan Metafisika atau sisi Tuhan dialam. Sebagaimana yang telah kita uraikan diatas yaitu dualitas kartesian antara sisi materi dan non materi, ataupun antara Tuhan dan alam ia hal yang terpisah.


Shadaqaulahuladzim 







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8