Kosmologi Tanah Betuah #3 Masyarakat dan Sejarah : kehidupan Berpengetahuan dan Peradaban kita.

Kosmologi Tanah Betuah #3 

Masyarakat dan Sejarah : kehidupan Berpengetahuan dan Peradaban kita.

By. Ali rumi

Manusia ialah salah satu makhluk yang memiliki pengetahuan, mau itu pengetahuan yang sederhana bahkan yang melalang buana. Kehidupan yang baik pastilah kehidupan yang ditopang dengan pengetahuan, sebab dengan pengetahuan itu menjadikan umat manusia sebagai landasan bertindak. Seberapa urgensi pengetahuan didalam kehidupan bermasyarakat kita? Apakah dengan pengetahuan kita bisa membangun sebuah peradaban yang baik? Atau sebaliknya, dengan pengetahuan justru kita menghancurkan suatu peradaban?

Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia pasti ia memiliki kekuatan yang melatarbelakangi tindakannya, mengapa demikian, karena salah satu kecenderungan manusia itu kebutuhannya ialah ilmu pengetahuan. Disisi yang lain, Pengetahuan ialah sebagai penerang jalannya kehidupan, ia bagaiakan lilin yang menerangi ditengah kegelapan. Berbagai aktivitas yang dilakukan manusia, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, itu pada dasarnya adalah aktivitas-aktivitas pengetahuan saja. Akan tetapi dengan ketidak sadaran bahwasannya kita ialah mahkluk yang berpikir atau berpengetahuan, sering kali manusia mengalami determinis antara kehadiran pengetahuan didalam kehidupannya. 

Didalam masyarakat tentu ada namanya tokoh-tokoh intelektual didalamnya, orang yang berpengetahuan luas. Menelisik Kehidupan purba kita di tanah betuah, pasti ada namanya orang yang pandai, semisalkan pada sejarah yang ada disetiap zaman pasti ada tokoh pemikir didalamnya kita ambil salah satu contoh seperti, Tengku akil, gusti panji, syekh kubro, Ratu mas jaintan, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Itu gambaran orang-orang yang perkataannya banyak diaminkan pada saat itu ataupun orang-orang yang didengarkan ucapannya. Apakah ia memiliki otoritas dan legitimasi kekuasaan? Bukan artian disini kita mengkiblatkan para figuritas, akan tetapi yang dihormati ialah kualitas keilmuan yang mereka punyai pada saat itu yang mampu menjawab problem-problem yang terjadi. 

Meskipun berbagai macam para tokoh terkemuka jika kita bandingkan saat ini, kehidupan masyarakat belum ada patron yang sanggup mengontrol kehidupan sosialnya, narasi ideologis sudah tidak memiliki kekuatan magis didalamnya. Apa penyebabnya hal ini terjadi? Tentu tidak adanya paradigma yang mampu mengungkap fakta realitas yang terjadi. Yang ada narasi ideologis hanya sampai pada probabilitas fenomena-fenomena saja.

Mengenai kehidupan Berpengetahuan dan Peradaban  di Daerah kita, Rata-rata masyarakat yang ada masih sangat minim, mulai dari tingkat membaca apalagi kelas-kelas diskusi khusus kajian tematik yang memang benar-benar intensif diagendakan itu tidak pernah ada.  Wacana perkembangan dan kemajuan daerah apabila tidak ditopang dengan kekuatan Berpengetahuan sebagai kesadaran kualitas manusia, maka bagaimana kita membangun peradaban yang progresif. Selain menyekutukan Tuhan, Salah satu syirik paling murni ialah kebodohan. Mengapa demikian? Sebab orang-orang yang keterbelakangan intelektual apabila ia menguasai dan mengelola alam semesta itu akibatnya sangat fatal. Orang-orang bodoh (keterbelakangan intelektual) ia tidak akan mengenal bagaimana merawat dan mengelola alam semesta, yang ada hanya mendatangkan bencana.

Maka alquran  mengatakan : Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: ”Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (QS. Al-Baqarah: 11-12).

Orang yang keterbelakangan intelektual tidak mengetahui apa yang mereka perbuat, dalam bahasa Fitrahnya Ia tidak mengenal alam semesta dan Sejarahnya. Oleh karena itu, Urgensi Berpengetahuan pada dasarnya hanya ingin mengembalikan kita pada fitrah manusia dan Menunjukkan ke jalan yang benar. Langkah pertama yang mendasar bagi peradaban manusia ialah Berpengetahuan. Manusia Tanpa ilmu  pengetahuan peradaban bisa hancur, adapun jika memiliki ilmu pengetahuan peradaban juga bisa hancur. Karena dengan ilmu pengetahuan semata tanpa adanya bahasa-bahasa Agama sebagai pengendali diri, Manusia akan liar seperti binatang ternak. Dalam hal ini antara sains dan agama tidak ada namanya dikotomi ataupun polarisasi antara Beragama dan Berpengetahuan.

Melihat konteks sejarah kehidupan berpengetahuan  masyarakat Tanah betuah pra kabupaten,  ialah kondisi dimana Belum banyak yang menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karena waktu dulu orang tamat SD, SMP, SMA saja sudah Waw banget, apalagi sarjana. Kondisi kehidupan yang pada saat itu kurang melek ilmu Pengetahuan dan faktor ekonomi dan orang-orang hanya bersandarkan pengalaman-pengalaman nenek moyang dan pengamatan kehidupan sehari-hari. Walaupun demikian, kehidupan dulu adem ayem aja, mungkin belum luasnya hegemoni budaya asing yang menawarkan kemewahan praktis.

Pada saat ini tanah betuah yang menjelma Kabupaten dan dimana-mana para sarjana sudah lumayan banyak akan tetapi kualitas dari berpengetahuan tidak bisa menyadarkan psikologi sosial. Sebab kenapa? Bisa jadi tugas sebagai orang yang berpengetahuan belum menemukan visi sosial didalamnya, yang ada hanya bagaimana mengembalikan modal yang telah dikeluarkan untuk berpengetahuan. Paradigma masyarakat kita, semisalkan orang tua saja yang mengharapkan anaknya selepas sarjana bisa jadi PNS atau kerja honorer di dinas-dinas itu sudah bahagia sekali, Tentu hal ini sah-sah saja karena pilihan orang. Akan tetapi hal yang fundamental bagaimana kita sebagai orang yang  berpengetahuan bisa menghidupkan tradisi-tradisi keilmuan demi memperkuat peradaban kita, ini sesuatu yang luar biasa, karena boleh kita lihat hari ini, apa yang dikerjakan kaum yang berpengetahuan pada saat ini, orientasi nya  perkantoran saja. Coba kita bayangkan saja bagaimana seluruh kaum sarjana orientasinya hanya diperkantoran, Bisa mati tradisi intelektual daerah. 

Arus modernisasi bukan membuat kita tersadarkan, malahan kita terlena dengan gemerlap industrial dan pragmatisme politik, padahal ada yang lebih urgen lagi yaitu betapa pentingnya Pembahasan persoalan kehidupan Berpengetahuan didalam ruang-ruang masyarakat. Bagaimana tradisi-tradisi intelektual terbangun dari satu daerah ke daerah yang lain. Peradaban kita saat ini sibuk ngurus orang dalam dan kepentingan kelompok (pragmatisme politik). Mungkin inilah salah satu penyebab kematian intelektual (berpengetahuan) didalam ruang sosial dan Peradaban kita, yaitu pragmatisme politik ialah pembunuh tradisi intelektual yang paling massif.

Saat ini kehidupan masyarakat kita hanya dipertontonkan dengan Kenduri ekonomi politik, dan bukan kenduri budaya intelektual. Kemandirian intelektual sudah mati, para intelektual sudah digiringi dengan pertunjukan-pertunjukan nepotisme yang berlangsung. Adapun gerakan wacana intelektual saat ini hanya sebatas praktis, kegiatan-kegiatan yang sudah lumrah, seperti sumbangan pakaian, buku, donasi dan lain sebagainya, memang kegiatan ini hal kemanusian, patut diapresiasi. tapi secara pengamatan penulis belum ada kegiatan teoritis yang berbaur diskusi tematik, bedah buku maupun diskursus kajian yang intensif. Apakah hal ini tidak penting? Pada dasarnya kajian teoritis lah sebagai paradigma yang harus dibangun secara sistematis demi keberlangsungan kehidupan praktis yang akan dijalani.

Ala kulli hal, keberlangsungan hidup yang kita jalani bukanlah pendekatan  waktu jangka pendek, tapi kehidupan jangka panjang, tugas pokok intelektual ialah menyadarkan, bukan larut dalam kenduri pragmatisme ekonomi politik. Kehidupan berpengetahuan itu dimulai dari basis keluarga sebagai partikel kecil di kehidupan sosial. Dan bagaimana para milenial tersadarkan dengan aktifitas kehidupan Berpengetahuan itu sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan peradaban kita. Milenial asik nongkrong dan menghabiskan waktu berjam-jam yang terlewati dengan indahnya permainan dan kenikmatan hidup yang palsu dan menyingkirkan bahwasanya kehidupan Berpengetahuan itu bukanlah hal yang urgen, karena sudah dicekoki dengan kebiasaan-kebiasaan yang kurang mendukung dalam pentas kehidupan peradaban kita.

Berapa banyak kaum berpengetahuan di tanah betuah, tapi tidak menghidupkan tradisi keilmuan, para penggiat sejarah yang mengungkapkan masa lalu daerah cuman segelintir orang, tokoh politik yang ada tidak terlalu terbuka dalam wacana kedepan daerah, sampai saat ini belum ada kita melihat tokoh politik yang membuka ruang diskusi dan kajian di daerah. Apalagi tokoh cendekiawan, ini adalah titik urgen bagi daerah, apabila para tokoh-tokoh elit tidak bisa menunjukkan dan mendidik masyarakatnya, maka yang diperlukan ialah sosok cendikiawan organik yang mampu mencerdaskan bagaimana manusia, budaya, politik, sosial, ideologi, agama dan sebagainya. Sejauh ini, masyarakat kita tidak mengetahui betul bagaimana kerja ideologi, kerja politik sebenarnya, kerja budaya, kerja sejarah dan sebagainya,  daerah kita menggunakan sistem apa dan bagaimana ideologi daerah kita. Dan kita sendiripun cuek dengan keadaan tersebut, acuh tak acuh,  tanpa adanya ulasan-ulasan yang sistematis. Bagaimana peradaban kita menjadi maju, jika secara teoritis( berpengetahuan) tidak bisa menyentuh kesadaran masyarakat yang sebenarnya.


Waulahu'alam bi shawab..

Shadaqaulahul adzhim....


Rumi ali ahmad
2 mei 2021 kayong utara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8