Kosmologi Tanah Betuah : Kehancuran sumber pencarian & Masa Depan Kehidupan

 Kosmologi tanah betuah #2

~Mencari sumber alternatif Nelayan : Kehancuran Sumber pencarian & Masa Depan kehidupan 

By. Ali rumi


Manusia Melalui kehidupannya ia memiliki 2 dimensi yang dijalani. Dimensi itu kita sebut dengan Ruang Batiniyah (non material) dan Lahiriyah ( Material). Ruang Batiniyah manusia ia memiliki kecendrungan yaitu Pengetahuan, ibadah, dan motif, sedangkan ruang Lahiriyah manusia, ia harus memenuhi kebutuhannya seperti makan,minum, seksualitas. Kebutuhan-kebutuhan itu tersebut apabila tidak dipenuhi maka yang terjadi ialah tidak terjadi keseimbangan hidup. Maka dari itu, manusia pada dirinya haruslah memenuhi kebutuhan yang ada pada dirinya, jika salah satu saja yang dipenuhi semisalkan dari ruang lahiriyah saja, maka ia tidak lebih dari sekedar hewan. Dan persoalan yang fundamental bukan hanya persoalan memenuhi 2 dimensi manusia tersebut. Tetapi, Bagaimana sumber dalam memenuhi kedua dimensi manusia itu telah habis ataupun mengurang? Apakah ia mampu bertahan jika tidak ada sumber dalam memenuhi kedua dimensi itu?



Mengenai persolan diatas itu ialah gambaran pokok kebutuhan yang berkelanjutan yang tidak bisa dipisahkan dari diri manusia. Acap kali manusia sering tidak sadar dalam perjalanan kehidupan yang dilalui nya, kalau kata buya hamka : Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja. Indah sekali perkataan buya hamka ini, ia akan indah lagi jika dimengerti oleh manusia yang menyadari. Hubungan manusia dan alam (habluminalalam) ialah hubungan yang temporal, hubungan temporal ini ialah hubungan yang justru merawat, mengelola dengan baik, dan menjaga bukan sebaliknya, bukan hubungan penaklukan dan penundukan, alam semesta mempunyai aturan (sunatullah) sebab akibat berlaku didalamnya. Apabila prilaku manusia dalam mengelola sumber alam ini dengan baik, maka akibat yang terjadi juga baik. Siapa sih yang ngga suka kebaikan? Pastinya manusia menyukai hal-hal itu (Fitrah).

Lantas mengapa ada keburukan yang terjadi? Jika fitrahnya manusia yaitu cendrung dengan kebaikan. Ini persoalan lain, jika ada kesempatan waktu mengenai fitrah manusia akan saya bahas. Persoalan yang mendasar kita ialah kebergantungan kita terhadap alam dan manusia itu sendiri, hubungan-hubungan inilah yang membuat manusia pada dasarnya harus melepaskan ego atau nafsu didalam diri dengan tujuan menimbun ataupun memperkaya diri sendiri dengan dalih ingin memuliakan manusia dan menjadikan alam sebagai ladang tempat eksploitasi (akumulasi hasrat). Ini adalah tindakan-tindakan yang tidak wajar, sebab hubungan-hubungan manusia terhadap alam, hubungan dengan sesama manusia lainnya. Bukanlah hubungan-hubungan penundukan atapun penaklukan (eksploitasi). Manusia seharusnya ia haruslah berinovasi terhadap alam dan manusia, bukan sebaliknya. Jika dalih kita semua orang butuh makan, maka wajar saja, akan tetapi persoalannya bagaimana cara mendapatkan makan itu tersebut. Tentunya bukan dengan merusak sumber tersebut demi kepentingan perut. Imam Ali berkata:  Orang yang hanya berfikir bagi kepentingan perutnya saja maka harga dirinya serupa dengan apa yang keluar dari isi perutnya. Manusia jika hanya mementingkan perut saja maka kualitas kesadaran manusianya ialah rendah, karena setara dengan apa yang dikeluarkan dari isi perutnya. Apakah kita mau serendah itu? Tentu manusia menolak jika kita samakan dengan hal begituan.


Persoalan urgent yang akan kita bahas yaitu mengenai sumber dilaut kita yang makin hari menurun, keluh kesah para nelayan sudah menjadi buah bibir antar sesamanya, mungkinkah terdengar khalayak ramai? Kemungkinan iya, karena informasi dari mulut kemulut lumayan cepat. Nelayan kita belom secanggih nelayan yang diluar kampung halaman kita, lagi pula kapalnya belum sebesar yang orang luar punya. Nelayan dikampung kita masih bergantung dengan pengalaman dan memandang apa saja perubahan-perubahan yang terjadi di laut guna meletakkan pancingannya ( sejenis pukat atau yang lain). Dari tahuh ketahun pendapatan selalu relatif, perubahan-perubahan yang terjadi pasti ialah tanda supaya kita mempertanyakan kasus ini. Ada terjadi apa dilaut? bagaiamana nasibmu? Bagaimana nasib nelayan? Bagaimana masa depan anak cucu kita nanti? Inilah sekelumit pertanyaan yang terlintas dibenak saya, mungkin dibenak para nelayan juga.  

Waktu dulu para nelayan walaupun tidak ada mesin dalam melaut, dan belum secanggih zaman ini. Para nelayan masih bahagia, belum ada ancaman yang menghantui, masih banyak mendapatkan ikan, bahkan ratusan kilo dan berton-ton, akan tetapi pada saat ini, mencari untuk makan pun kesusahan apalagi untuk dijual. Apa penyebabnya?  Bisa kita cermati dan kita renungkan, zaman dulu populasi nelayan masih sedikit, alat" tangkap ikan belum secanggih zaman ini, tradisi-tradisi laut masih dihidupkan, dan belum tercemar keaadan laut. Jika kita bandingkan ke zaman ini, semua orang bisa melaut, berbekal kapal, alat tangkap, semua orang bisa terjun untuk melaut, karena tidak ada aturan semisalkan sejenis SIM (surat izin melaut), dan dibekali alat tangkap yang modern, sejenis ikan yang kecil bahkan besar pun bisa ditangkap. Tidak ada kepedulian lagi, pokonya tangkap saja, mungkin hanya sebagian yang berani saja untuk melakukan dan melepaskan ikan maupun sejenis hewan yang dilaut,  ia dalam keadaan bertelur demi kelestarian selanjutnya. Dilihat dari dulu, penangkapan-penangkapan ikan mulai dari masih anak" ikan ataupun udang atau sejenis lainnya, maupun bertelur atau tidak itu ditangkap saja demi memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga wajar saja, jika keluh kesah nelayan dikampung kita pendapatannya dari hari kehari, tahun-ketahun menurun. Karena hanya mengambil saja, akan tetapi lupa mengembang biak dan menjaga isi marwah keadaan di laut. 

Jika proses kehidupan yang kita jalani hanya berorientasi pada kepentingan individu saja, demi menampung segala apa yang ada, maka tindakan-tindakan inilah yang telah kita sebut yaitu tindakan penaklukan di alam(eksploitasi). Siapa sih yang tidak mau menampung kekayaan di alam ini, semua orang pasti mau. Setiap sumber yang telah diberikan oleh Tuhan agar manusia dapat hidup di alam ini, jika diambil secara terus menerus tanpa adanya pikiran jangka panjang, maka gunung yang tinggi pun jika kita gali tidak henti-henti itu juga akan runtuh. Dan begitu juga dengan keadaan laut? Lantas diri kita menyalahkan siapa jika sumber yang kita miliki telah mengurang? Apakah kita menyalahkan  Tuhan? Oh, tentu tidak, Tuhan memang Maha kaya, tidak mungkin ia membiarkan hamba-hambanya miskin, begitulah celoteh kaum-kaum ketakutan yang lari ke Agama. Memang Tuhan maha kaya, alam semesta diciptakan dengan kekayaan darinya, akan tetapi kita hidup di alamnya, seharusnya kita sadar akan hukum-hukum alam( sunatullah). Semisal jika kita tangkap apa-apa yang terdapat dilaut itu secara terus menerus tanpa adanya kesadaran untuk melestarikan, maka apa yang ada dilaut pun akan habis didalamnya, lantas kita alih-alih ingin menyerahkan tindakan-tindakan yang  kita lakukan ,terus kita serahkan kepada Tuhan. Ini Nalar apa yang dipakai? Apa yang diperbuat, maka dampaknya tentu terhadap kehidupan kita. Masa sih Tuhan kita libatkan dalam tindakan-tindakan yang zalim tersebut?

Kita terlalu sibuk memperkaya diri dan tidak memikirkan kedepan. Menjadi kaya ialah keinginan semua orang, tidak ada yang melarang. akan tetapi  caranya saja yang beda dalam menuju kaya. Jadilah kaya jangan merugikan orang lain dan alam ini. Karena jika engkau menjadi kaya dengan mengeksploitasi apa yang ada maka, yang menaggung dosa sosial bukan hanya diri mu saja. Akan tetapi orang lain juga merasakan akibat apa yang telah diperbuat, karena didalam kehidupan sosial hubungan Manusia sesama manusia dan hubungan dengan alam yang paling dasar sebelum melakukan hubungan tersebut ialah persoalan meletakkan keadilan dan kebenaran. Karena didalam kehidupan di alam ini, kebenaran dan kepalsuan itu bercampur baur, maka orang yang tidak sadar dalam kehidupannya ia akan mengalami kebingungan dalam meletakkan mana yang benar dan mana yang salah. Akibatnya yang salah pun menjadi sebuah tindakan yang benar dan sebaliknya,  Maka didalam persoalan ini haruslah para tokoh agama, kaum-kaum berpendidikan menyadarkan perbuatan-perbuatan zalim didalam masyarakat. Bukan sebaliknya,  tokoh agama dan kaum berpendidikan melebur juga dalam kezaliman demi kebutuhan hasrat. Siapakah tokoh-tokoh penegak keadilan dan kebenaran itu tersebut? Pastikan salah  satunya lahir dari dirimu.

Persoalan-Persoalan nelayan untuk jangka panjang adalah sebuah proses yang panjang juga, karena sebelum terlambat kita harus selamatkan sumber laut kita yang sudah mengurang tersebut. Paguyuban atau kelompok-kelompok nelayan yang ada di Tanah betuah haruslah memikirkan kedepan untuk kelestarian sumber laut kita, dan begitu pula para pemerintah ataupun paling banter yaitu din4s-din4s yang mengawasi mengenai perik4n4n dan kel4ut4n, paling tidak orang-orang yang dikatakan berpendidikan haruslah ia memperhatikan para nelayan yang ada ditanah betuah. Selama ini apakah ada gerakan atau sejenis pembinaan yang berkelanjutan terhadap nelayan mengenai perhatian terhadap kelestarian di laut kita itu ada dilakukan?  Dilihat dari fakta-fakta yang ada kegiatan controling terhadap nelayan sangatlah kurang, kurang perhatian, sebanyak apapun teman-teman din4s menyiapkan bantuan ini dan itu, menyiapkan bantuan alat tangkap dan bahan bakar buat nelayan itu tidak ada gunanya jika nelayan pergi melaut dengan sumber ikan yang tidak ada lagi. Dalam artian ini bukan kita ingin menyalahkan, mungkin dengan tulisan ini bisa membantu para pembaca sadar dalam keadaan dilaut kita. Maupun itu nelayan, din4s terkait, tokoh agama, tokoh masyarakat, jangan ada pisah ranjang terhadap ruang kehidupan lainnya. Wajah masyarakat kita itu bukankah wajah gotong royong dan saling mengerti? Mengapa wajah-wajah itu tidak hidup dalam bermasyarakat kita wabil khusus tanah betuah.

Kemana diri masyarakat kita sebenarnya? Apakah diri kita, tokoh agama, tokoh masyarakat dan lainya sebagainya saling menyelamatkan diri masing-masing. Kalau kata karl marx yaitu, menyelamatkan kelas masing-masing yang ada. Orang-orang sudah asing dengan dirinya, inilah yang disebut dengan musnahnya kehidupan sosial dizaman modern (postmodernisme). Kenapa demikian? Seharusnya orang-orang berpendidikan yang biasa dikatakan orang-orang intelektual ia tugasnya adalah menyadarkan ataupun mencerahkan, bukan malah sebaliknya. Dilihat dari kacamata sosilogis, para sarjana sudah lumayan banyak di Kampung kita. Seharusnya tugas intelektual mereka haruslah dipertanggung jawabkan. Kemana ia? 
Apakah menutup diri, main aman? jika begitu, ini bukanlah seorang intelek. Tokoh-tokoh intelektual, tokoh agama, tokoh masyarakat seharusnya ia jangan memisahkan visi sosial didalam inteleknya. Sebab, visi sosial yang ada dalam seorang intelektual itulah yang akan membangkitkan kesadaran jiwanya (melek Realitas). 

Problem kelautan kita ditanah betuah merupakan problem yang kurang perhatian, belum lagi perbuatan-perbuatan proyek-proyek didarat yang membuat limbah mengalir kelaut ini salah satu penyebab penurunan di laut. Siapa yang diuntungkan disini? Inilah  Logika kapitalistik yang kita hadapi, Mungkin para pembaca lebih mengerti hal ini. Dampak dari perbuatan-perbuatan itu jika tidak berhenti maka yang terjadi ialah kehancuran dua tempat yang berbeda yaitu didarat dan dilaut, apakah kita berdiam diri, keuntungan ada di pihak yang mana? Apakah masyarakat kita? Secara fakta nelayan kita merasakan kesusahan, secara fakta bagian yang didarat juga kesusahan. Lantas siapa yang mengambil keuntungan ditanah kita, padahal sumbernya milik daerah kita. Apakah kita ini turis di daerah sendiri.

Mayoritas masyarakat kita itu memakan ikan, akan tetapi konsumsi ikan yang kita makan pada saat sekarang datangnya dari luar daerah. Inilah persoalan daerah kita, sumber kebutuhan ada tapi kurang perhatian, bahkan orang lain yang ngelola atau  kurangnya kepakaran dalam pemerhati lingkungan kita sehingga kita kecolongan. Sebenarnya lucu kita punya daerah, sumber pangan melimpah, tetapi masih impor pangan. Bagaimana nasib kehidupan kita kedepannya jika perbuatan-perbuatan saat sekarang ini saja tidak ada inovasi nya malahan eksploitasi saja. Tentunya untuk melihat kedepan itu pasti pijakan nya ialah dulu dan saat sekarang ini apa yang telah kita perbuat. Takdir Tuhan tidak bisa kita hindarkan, yang penting kita selaku manusia harus berikhtiar yang baik demi tercapainya keselamatan, kemajuan dan perubahan di tanah betuah kita. semoga kita bisa terhindar dari takdir yang buruk, karena manusia terikat dengan takdir, mau tidak mau, suka tidak suka ia harus terima maupun itu takdir buruk atau baik tergantung pada perbuatan, yang bisa dilakukan yaitu usaha yang baik akan memberikan takdir yang baik. Karena manusia hanya bisa berpindah dari takdir yang satu ke takdir yang lain. Semoga sumber kekayaan dilaut maupun didarat kita terselamatkan, wabil khusus dilaut yang sudah sekian lama makin hari ketemu tahun sudah mengurang dan semoga ada perhatian dan pembinaan secara terus menerus.


Quotes :
Tuhan bilang jangan buat sesuatu yang melampau batas kemampuanmu yang kamu sendiri tidak akan bisa menyelesikannya. Jangan pernah lakukan sesuatu diluar pengetahuan dan ketidaktahuanmu. 

Masalah kita yang buat tapi kenapa kita berdoa ke Tuhan agar Tuhan selesaikan masalah kita yang Tuhan sendiri tidak pernah perbuat.


Shadaqaullahul adzhim

Kayong utara 2021

Komentar

  1. Saya sepakat bos, masyarakat telah melakukan yang seharusnya dengan cara yang turun menurun karena hanya itu yang mereka tau. Eksplorasi ini karena minimnya penyuluhan yang baik dan tepat sasaran. Tentunya transparansi, regulasi bisa segera diatasi. Secara umum tulisan ini sudah keren bos.

    BalasHapus
  2. Merinding bacenye BOSKUU... Lanjutkan!!!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8