Filsafat Cinta
Risalah Cinta & Kemesraan
Antara Jatuh cinta atau Menyemai Cinta?Oleh : Alirumi
Manusia makhluk yang unik untuk di tafsirkan dengan sederhana, ia adalah metafora filosofis pada dirinya, namun yang menarik pada dirinya selain pikiran yang membedakan ia dengan makhluk lainnya, ia juga dibekali perasaan (Hati) yang bertingkat pada dirinya. Dalam bahasa Agama, kehidupan yang sejati manusia ada pada Hati. Sebagian Orang-orang menyebutkan bahwa hati ialah lokus manusia, manusia dalam tindakannya tentulah berdasarkan hatinya, apakah perbuatan yang dia lakukan itu baik ataukah buruk, maka itulah cerminan dari hatinya.
Jika hati memiliki tingkatannya, maka sebetulnya tingkah laku manusia juga bertingkat. Ada yang menyukai benda-benda material, ada juga menyukai hal-hal melampaui material, bahkan ada pula yang ingin menyeimbangi tindakannya antara hal-hal material dan non material. Beragamnya tindakan manusia, pastilah dilatarbelakangi dengan cara pandang melihat realitas.
Begitu pula dengan cinta, apakah manusia bisa melihat Cinta? Cinta apakah objek material yang bisa kita lihat secara mata indrawi kita? Ataukah cinta sesuatu yang melampaui hal indrawi?
Mengapa diri kita bisa tertarik dengan seseorang yang kita lihat, seperti halnya ketertarikan kita dengan cewek cantik atapun cowok yang tampan, seketika itu pula hati kita klepek-klepek alias jatuh cinta. Padahal, kita hanya melihat cowok tampan atau cewek cantik secara paras material/fisik, lantas mengapa hati kita yang jatuh? Bukankah yang kita lihat ialah fakta indrawi fisik, mengapa dari fenomena itu kita mengafirmasi bahwa diri kita telah jatuh cinta? Sedangkan mata indrawi kita tak melihat cinta?
Pada umumnya JATUH CINTA sering diartikan seseorang yang sedang mengalami ketertarikan diri kepada orang yang dia sukai, bahasa sederhananya yaitu Hati seseorang yang sedang berbunga-bunga, semeriwing di hatinya terkait seseorang, istilah lainnya Dari mata (indrawi) turun ke hati (jiwa/mental)
Namun jika kita Uraikan, Kata JATUH maknanya lebih cenderung kepada hal-hal yang rendah seperti mengalami penurunan, atau sejenis sesuatu yang Tertarik ke Bawah (Degradasi). Berbeda hal nya didunia sufistik, JATUH CINTA karena Kefanaan, namun level CINTA nya betul" tak bisa membedakan yang mana aku dan kamu, dalam dunia sufistik keJATUHan Memang maqam kefakiran si pecinta alias diri kita ialah miskin dan tak punya apa-apa dihadapan sang Maha cinta.
Kata CINTA ia memiliki Makna yang tinggi atau lebih dalam, bahkan sebagian orang memiliki persepsi bahwa Kata-kata tak bisa mewakili CINTA itu sendiri, ia tak bisa di terwakilkan dengan kata. Namun kita Anggaplah CINTA itu berupa kasih sayang, komitmen, perhatian serta tanggung jawab sepasang kekasih, yahhh walaupun makna ini sebernarnya hanyalah sinonim/persamaan ataupun ruang lingkup kecil dari makna cinta itu sendiri.
Lantas, bagaimana jika pada umumnya kebanyakan orang telah mempersepsi kata JATUH CINTA? Apakah salah? Tentu tidak salah, namun kurang tepat jika dilihat secara semantik, ataupun Logika Bahasa.
Ketika kita mengatakan saya sedang JATUH CINTA, secara tidak langsung Kita sudah mendegradasi/menurunkan Makna CINTA itu sendiri. JATUH CINTA tak ubahnya Melemahkan CINTA, sesuatu yang JATUH pasti mengalami penurunan, tidak ada sesuatu yang JATUH itu keatas, namanya JATUH pastilah kebawah. Dapat dipahami, jika jatuh cinta ialah sesuatu yang dilihat secara sekilas tentang objek yang dijumpai dan kemudian memunculkan daya tarik terhadap sesuatu tersebut. Sehingga metafora yang cocok pada fenomena tersebut dibahasakan dengan Jatuh Hati/cinta.
Terlepas dari hal itu, Seperti halnya orang yang JATUH SAKIT, tentunya orang tersebut mengalami penurunan kesehatan pada dirinya. Namanya Juga sesuatu yang JATUH pastilah mengalami KeSAKITan.
Apakah bisa Orang yang Sedang JATUH CINTA dikatakan sebagai orang yang sakit? Kemungkinan ia, ia sakit karena CINTA, sebab CINTA membuat Dia tergila-gila. Orang Yang JATUH CINTA sedang mengalami The Love of psychology disorder, namun Pskilogis ini ia bersifat fluktuatif (berubah-ubah) atau gejala mental yang tidak karuan. Sebab perasaan-perasaan begini hanya sekedar di Permukaan CINTA, ataupun masih di depan pintu CINTA belum masuk ke Dalam Rumah CINTA tersebut.
Jatuh Cinta memang begitu cepatnya, sebagian orang-orang telah merasakannya, kemungkinan juga orang-orang yang pernah merasakan hal itu adalah diri anda sendiri yang lagi membaca tulisan ini 😄. Memang jatuh cinta bisa terjadi secepat itu, namun perubahannya juga secepat jatuhnya cinta kita. Semisalkan, seorang perempuan ataupun laki-laki melihat cowok ganteng atau cewek cantik, bisa saja diantara laki-laki dan perempuan tersebut ketika melihat kegantengan atau kecantikan tersebut membuat mereka jatuh hati karena hal fisik tersebut. Akan tetapi, ketika hal fisik telah di nikmati, justru diantara mereka bisa saja ilfil karena jarang mandi, bau badan, red flag, cogil ataupun cegil dan macem-macem lagi penyebutan milenialnya. Bukankah dari beberapa kasus tersebut telah menandai bahwa secepat itu pula perubahan mental kita terkait daya tarik dan daya tolak suatu objek, (baca elixir cinta imam ali).
Mengapa jatuh cinta dalam perspektif psikologi ialah sebuah gejala mental yang sifatnya juga berubah-ubah? Mungkin bisa saja landasan kita meletakan cinta bukan kepada hal yang tinggi yaitu akal ataupun hati yang terdalam, tapi hanya pada tataran rendah yaitu hasrat. Selaku penulis, saya tak menyalahkan bahwa hasrat menjadi biang kesalahan semua persoalan cinta. Hasrat sebuah fitrah yang suci dimiliki manusia, kita juga tak mungkin mematikan hasrat yang ada pada diri kita. Alangkah baiknya, hasrat ditempatkan pada wilayah yang layak atau semestinya.
Contohnya ketika kita senang makan yang pedas-pedas, hasrat kita akan mengkonfirmasi apabila ketika dihadaptkan dengan sesuatu yang menjadi kecendrungannya tersebut yaitu makanan pedas, maka hasrat akan segera ingin menikmati apa yang menjadi kecendrungannya. Tentu makanan pedas ialah hal nikmat bagi kita, namun apabila kita mengeskploitasi hasrat dengan seringnya kita makanan pedas, apakah hal ini baik buat tubuh kita? Maka di persoalan inilah hasrat perlu ditempatkan selayaknya.
JATUH CINTA Mungkin dalam pandangan Hasrat/pandangan pertama bisa dibenarkan, sebab apakah itu ganteng, cantik ataupun curi-curi pandang. Jika alasan pandangan pertama penyebab jatuh cinta, maka JATUH CINTA secara tak langsung sedang Menurunkan Level CINTA, sebab Cinta pandangan pertama bukanlah Cinta sesungguhnya, ia masih kemungkinan besar masih beririsan kuat dengan Hasrat (material), Sehingga JATUH CINTA secara makna memang cocok pada level begini.
Bukan kita mengartikan bahwa jatuh cinta adalah sesuatu yang salah, tentu tidak. Namun, sebaiknya level kejatuhan pada cinta haruslah dinaikkan lagi. Setidaknya mungkin dari kita pernah mendengar bahwa ada seseorang jatuh cinta bukan lagi pada fisik pasangannya, tapi sudah pada karakter, sikap, pola pikir dan segenap sifat positifnya.
Meminjam ungkapan imam Ali : Adakalanya perang terjadi karena satu kalimat, dan adakalanya pula cinta tertanam karena pandangan sekilas.
Untuk menutupi tulisan yang kurang sempurna ini, dari setiap kita mungkin saja pernah mengalami semeriwingnya hati alias jatuh cinta. Tentu baik" saja karena tak bisa kita pungkiri juga, namun jangan jadikan Kejatuhan itu pada level yang bawah, boleh kita jatuh, tapi bukan selamanya pada tataran yang bawah alias material, jatuhlah kepada yang selayaknya, dan yang layak kita jatuh berkali-kali dalam cinta ialah kepada sang pemilik cinta, karena Ia level tertinggi, karena ialah pemilik cinta, tanpa kita sadari, kita bisa mencintai sesuatu, mungkin bukan karena diri kita, tapi akibat cintanya kepada diri kita. hanya ini yang bisa saya tulis, Semoga masih bisa Melanjutkan sesi selanjutnya.
Shadaqaulahul adzhim
Bihaqqi Muhammad saw.
Dikota Malang, 03/8/24
Jika hati memiliki tingkatannya, maka sebetulnya tingkah laku manusia juga bertingkat. Ada yang menyukai benda-benda material, ada juga menyukai hal-hal melampaui material, bahkan ada pula yang ingin menyeimbangi tindakannya antara hal-hal material dan non material. Beragamnya tindakan manusia, pastilah dilatarbelakangi dengan cara pandang melihat realitas.
Begitu pula dengan cinta, apakah manusia bisa melihat Cinta? Cinta apakah objek material yang bisa kita lihat secara mata indrawi kita? Ataukah cinta sesuatu yang melampaui hal indrawi?
Mengapa diri kita bisa tertarik dengan seseorang yang kita lihat, seperti halnya ketertarikan kita dengan cewek cantik atapun cowok yang tampan, seketika itu pula hati kita klepek-klepek alias jatuh cinta. Padahal, kita hanya melihat cowok tampan atau cewek cantik secara paras material/fisik, lantas mengapa hati kita yang jatuh? Bukankah yang kita lihat ialah fakta indrawi fisik, mengapa dari fenomena itu kita mengafirmasi bahwa diri kita telah jatuh cinta? Sedangkan mata indrawi kita tak melihat cinta?
Pada umumnya JATUH CINTA sering diartikan seseorang yang sedang mengalami ketertarikan diri kepada orang yang dia sukai, bahasa sederhananya yaitu Hati seseorang yang sedang berbunga-bunga, semeriwing di hatinya terkait seseorang, istilah lainnya Dari mata (indrawi) turun ke hati (jiwa/mental)
Namun jika kita Uraikan, Kata JATUH maknanya lebih cenderung kepada hal-hal yang rendah seperti mengalami penurunan, atau sejenis sesuatu yang Tertarik ke Bawah (Degradasi). Berbeda hal nya didunia sufistik, JATUH CINTA karena Kefanaan, namun level CINTA nya betul" tak bisa membedakan yang mana aku dan kamu, dalam dunia sufistik keJATUHan Memang maqam kefakiran si pecinta alias diri kita ialah miskin dan tak punya apa-apa dihadapan sang Maha cinta.
Kata CINTA ia memiliki Makna yang tinggi atau lebih dalam, bahkan sebagian orang memiliki persepsi bahwa Kata-kata tak bisa mewakili CINTA itu sendiri, ia tak bisa di terwakilkan dengan kata. Namun kita Anggaplah CINTA itu berupa kasih sayang, komitmen, perhatian serta tanggung jawab sepasang kekasih, yahhh walaupun makna ini sebernarnya hanyalah sinonim/persamaan ataupun ruang lingkup kecil dari makna cinta itu sendiri.
Lantas, bagaimana jika pada umumnya kebanyakan orang telah mempersepsi kata JATUH CINTA? Apakah salah? Tentu tidak salah, namun kurang tepat jika dilihat secara semantik, ataupun Logika Bahasa.
Ketika kita mengatakan saya sedang JATUH CINTA, secara tidak langsung Kita sudah mendegradasi/menurunkan Makna CINTA itu sendiri. JATUH CINTA tak ubahnya Melemahkan CINTA, sesuatu yang JATUH pasti mengalami penurunan, tidak ada sesuatu yang JATUH itu keatas, namanya JATUH pastilah kebawah. Dapat dipahami, jika jatuh cinta ialah sesuatu yang dilihat secara sekilas tentang objek yang dijumpai dan kemudian memunculkan daya tarik terhadap sesuatu tersebut. Sehingga metafora yang cocok pada fenomena tersebut dibahasakan dengan Jatuh Hati/cinta.
Terlepas dari hal itu, Seperti halnya orang yang JATUH SAKIT, tentunya orang tersebut mengalami penurunan kesehatan pada dirinya. Namanya Juga sesuatu yang JATUH pastilah mengalami KeSAKITan.
Apakah bisa Orang yang Sedang JATUH CINTA dikatakan sebagai orang yang sakit? Kemungkinan ia, ia sakit karena CINTA, sebab CINTA membuat Dia tergila-gila. Orang Yang JATUH CINTA sedang mengalami The Love of psychology disorder, namun Pskilogis ini ia bersifat fluktuatif (berubah-ubah) atau gejala mental yang tidak karuan. Sebab perasaan-perasaan begini hanya sekedar di Permukaan CINTA, ataupun masih di depan pintu CINTA belum masuk ke Dalam Rumah CINTA tersebut.
Jatuh Cinta memang begitu cepatnya, sebagian orang-orang telah merasakannya, kemungkinan juga orang-orang yang pernah merasakan hal itu adalah diri anda sendiri yang lagi membaca tulisan ini 😄. Memang jatuh cinta bisa terjadi secepat itu, namun perubahannya juga secepat jatuhnya cinta kita. Semisalkan, seorang perempuan ataupun laki-laki melihat cowok ganteng atau cewek cantik, bisa saja diantara laki-laki dan perempuan tersebut ketika melihat kegantengan atau kecantikan tersebut membuat mereka jatuh hati karena hal fisik tersebut. Akan tetapi, ketika hal fisik telah di nikmati, justru diantara mereka bisa saja ilfil karena jarang mandi, bau badan, red flag, cogil ataupun cegil dan macem-macem lagi penyebutan milenialnya. Bukankah dari beberapa kasus tersebut telah menandai bahwa secepat itu pula perubahan mental kita terkait daya tarik dan daya tolak suatu objek, (baca elixir cinta imam ali).
Mengapa jatuh cinta dalam perspektif psikologi ialah sebuah gejala mental yang sifatnya juga berubah-ubah? Mungkin bisa saja landasan kita meletakan cinta bukan kepada hal yang tinggi yaitu akal ataupun hati yang terdalam, tapi hanya pada tataran rendah yaitu hasrat. Selaku penulis, saya tak menyalahkan bahwa hasrat menjadi biang kesalahan semua persoalan cinta. Hasrat sebuah fitrah yang suci dimiliki manusia, kita juga tak mungkin mematikan hasrat yang ada pada diri kita. Alangkah baiknya, hasrat ditempatkan pada wilayah yang layak atau semestinya.
Contohnya ketika kita senang makan yang pedas-pedas, hasrat kita akan mengkonfirmasi apabila ketika dihadaptkan dengan sesuatu yang menjadi kecendrungannya tersebut yaitu makanan pedas, maka hasrat akan segera ingin menikmati apa yang menjadi kecendrungannya. Tentu makanan pedas ialah hal nikmat bagi kita, namun apabila kita mengeskploitasi hasrat dengan seringnya kita makanan pedas, apakah hal ini baik buat tubuh kita? Maka di persoalan inilah hasrat perlu ditempatkan selayaknya.
JATUH CINTA Mungkin dalam pandangan Hasrat/pandangan pertama bisa dibenarkan, sebab apakah itu ganteng, cantik ataupun curi-curi pandang. Jika alasan pandangan pertama penyebab jatuh cinta, maka JATUH CINTA secara tak langsung sedang Menurunkan Level CINTA, sebab Cinta pandangan pertama bukanlah Cinta sesungguhnya, ia masih kemungkinan besar masih beririsan kuat dengan Hasrat (material), Sehingga JATUH CINTA secara makna memang cocok pada level begini.
Bukan kita mengartikan bahwa jatuh cinta adalah sesuatu yang salah, tentu tidak. Namun, sebaiknya level kejatuhan pada cinta haruslah dinaikkan lagi. Setidaknya mungkin dari kita pernah mendengar bahwa ada seseorang jatuh cinta bukan lagi pada fisik pasangannya, tapi sudah pada karakter, sikap, pola pikir dan segenap sifat positifnya.
Meminjam ungkapan imam Ali : Adakalanya perang terjadi karena satu kalimat, dan adakalanya pula cinta tertanam karena pandangan sekilas.
Untuk menutupi tulisan yang kurang sempurna ini, dari setiap kita mungkin saja pernah mengalami semeriwingnya hati alias jatuh cinta. Tentu baik" saja karena tak bisa kita pungkiri juga, namun jangan jadikan Kejatuhan itu pada level yang bawah, boleh kita jatuh, tapi bukan selamanya pada tataran yang bawah alias material, jatuhlah kepada yang selayaknya, dan yang layak kita jatuh berkali-kali dalam cinta ialah kepada sang pemilik cinta, karena Ia level tertinggi, karena ialah pemilik cinta, tanpa kita sadari, kita bisa mencintai sesuatu, mungkin bukan karena diri kita, tapi akibat cintanya kepada diri kita. hanya ini yang bisa saya tulis, Semoga masih bisa Melanjutkan sesi selanjutnya.
Shadaqaulahul adzhim
Bihaqqi Muhammad saw.
Dikota Malang, 03/8/24
Komentar
Posting Komentar