Perempuan, Filsafat & Keindahan
Memaknai Inner beauty (perempuan Desposesional)
Perempuan, filsafat & keindahan
Penulis : Rumi Ali AhmadPerempuan dan kecantikan
Adakah yang cantik? Apa ukuran nya? Bagaimana mengukur kecantikan? Cantik pada diri perempuan apakah abadi? Kerapkali untuk mendapatkan kualitas kecantikan yang sempurna kita merawat tubuh fisik sedemikian rupa. Perawatan yang tak kalah mahal dari ujung kepala sampai kaki dengan biaya paling kecil setara harga kos-kosan, bisa mendekati biaya bolak balik pergi haji, bahkan menyaingi harga jam tangan Christian ronaldo, demi tampil bak bidadari.
Diri atau lebih ditunjuk sebagai tubuh fisik ialah aset termahal bagi manusia. Makanya tak heran apabila sebagian kita mengurusi hal tersebut. Biasanya perempuan khawatir terhadap dirinya dengan seiringnya tubuh fisik yang mengalami perubahan yang kian usang dan menua, sehingga memunculkan rasa ketakutan apakah bisa tetap tampil cantik ataukah tidak lagi.
Cantik pada diri perempuan jika di ukur dari tubuh fisik material, maka perubahan-perubahan material ia memiliki tujuannya, contoh material seperti gaharu, gaharu apabila semakin Tua/pekat, maka kualitasnya semakin baik atau tingkat kewangiannya, dan hal itu memang satu kondisi alami pada perubahan nya, yang menuju pada titik kesempurnaan. Jika tubuh fisik kita berubah, dari muda menjadi tua, maka itulah kesempurnaan perjalanan fisik kita. Kalau gaharu capaian kesempurnaannya semakin wangi, kalau diri kita bukan lagi wangi, tapi udah bau tanah 😄. Lantas, mengapa justru kita memperhambat gerak perubahan fisik kita, seperti pencegahan penuaan pada tubuh fisik. padahal tubuh fisik kita juga memiliki capaian kesempurnaan pada titik tertentu dirinya.
Memang seringkali, hal-hal material yang pada dirinya mengalami perubahan atau gerak, dan gerak memiliki tujuannya, namun seringkali terjadinya intervensi oleh manusia dalam tujuan geraknya. Sebagaimana ketakutan diri kita terkait penuaan, alhasil diri kita melakukan intervensi terhadap fisik material dengan segala metode yang dilakukan demi tetap awet muda.
Kekhawatiran diri kita terhadap perubahan fisik, tentunya hal ini ada kekhawatiran diri kita di masa depan, seperti ketakutan kehilangan kecantikan, kehilangan masa produktif, ataupun berkurangnya intensitas kasih sayang dari pasangan dll.
Alhasil, dunia modern ini telah menyusun satu standar kecantikan yang secara general telah memasuki sendi" pikiran kita tentang cantik harus putih, hidung mancung, tinggi, langsing dan hal ini juga secara sains bentuk wajah sempurna telah ditetapkan bagaimana rasio kesempurnaan suatu wajah. Banyak dari perempuan terpikat dengan standarisasi kecantikan, sehingga membuat diri mereka mengikuti kemauan tersebut. Secara kecendrungan, dari beberapa perempuan dan laki-laki mendambakan kulit putih, tinggi, wajah yang sempurna alias goodlooking. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Mungkin saja diri kita telah kehilangan satu orientasi yang lebih realistis, tidak percaya diri dan terlalu berlebihan mengukur terhadap yang lain. Tentu baik-baik saja kita punya imajinasi begitu. Namun mengapa kita harus mengikuti satu ukuran tertentu tentang apa yang disebut dengan cantik/indah. Bukankah ukuran begitu juga bisa kita ciptakan dengan selera sendiri. Sebagaimana beberapa negara, suku, dll juga punya standar kecantikannya.
Beragamnya ukuran kecantikan yang diukur dari basis tubuh fisik yang bersandarkan sensasi indrawi dari wajah sampai kaki, sehingga memunculkan pameo bahwa cantik ialah relatif, disisi yang lain adapula yang mengamini cantik adalah hal mutlak. Kita telah membatasi apa yang pada dasarnya sesuatu memiliki hal yang eksistensial pada dirinya, dan seringkali batasan antara cantik dan tidak cantik, ganteng dan tidak ganteng ialah penilaian yang memunculkan batasan deskriminatif tentang sesuatu.
Jika dilihat dari segi kata, Cantik merupakan metafora yang beragam di maknai, semisalkan sinonim kata cantik biasanya diartikan dengan indah, prilaku baik, pintar dll. Oleh karena itu, sesuatu yang cantik biasanya lebih dimaknai secara luas, mulai dari tubuh fisik dan seperangkat hal abstrak pada sesuatu, seperti kecakapan intelektual, spiritual dan moral. Ada teman saya menanyakan tentang pilihannya, kamu pilih mana seseorang yang cantik/tampan tapi secara pengetahuan nya kosong, dia mengambil ukuran ini dari tonton di youtubenya tentang perempuan yang cantik, tapi kosong (pengetahuan).
Sedikit sulit untuk menjawabnya, jika diukur secara material, keindahan pada sesuatu itu merupakan eksistensial. Artinya, pada setiap benda, manusia ataupun objek lainnya, kesemuanya sudah memiliki kesempurnaan pada dirinya, cuman dalam gradasi/tingkatan nya saja yang berbeda. Sedangkan pertanyaan itu ingin melihat bagaimana ukuran kesempurnaan atau kelayakan sesuatu. Jika ingin mengukur yang akurat, tentunya ada role model manusiannya (insan kamil). Jika di ukur secara partikural ataupun pilihan" yang merujuk ke hal tertentu, maka tentu pula setiap bagian-bagian memiliki intensitasnya. Tapi kan manusia dalam kecendrungan ukurannya atau keinginan pasti mau yang perpect luar dalam, sederhananya bukan hanya tubuh fisik yang cantik, namun secara kecapakan pengetahuan nya juga di inginkan pula.
Biasanya ada yang melakukan social experiment tentang pilihan" tentang pasangan, beberapa responden jika ingin punya pasangan, kamu pilih perempuan cantik tapi pengetahuan nya kurang atau sebaliknya, Sebagian ada yang memilih kecakapan pengetahuan dan sebagian ada yang memilih kecakapan fisik. Tentunya pilihan-pilihan beginikan sudah membuat satu polarisasi tentang manusia, sebagaimana manusia itu memiliki dimensi-dimensi yang diantara keduanya. Jika memilih salah satunya, maka manusia bukan dilihat secara utuh, tapi hanya partikular saja.
Usaha filosof mengartikan kecantikan
Secara objektif, kecantikan mungkin sulit untuk di ukur, sebab ukuran kecantikan yang di sandarkan pada perasaan like dan dislike tentunya semua orang akan memiliki cara pandang tentang apa yang disebut dengan cantik. Walaupun penilaian tentang cantik juga bisa disandarkan bukan hanya sekedar perasaan subjketifitas semata.
Seperti halnya plato seorang filsuf yunani, ia mengatakan bahwa Keindahan pada benda/objek merupakan sebuah ilusi atapun cerminan dari keindahan yang sebenarnya. Ada bentuk indah yang abadi selain di realitas eksternal ini. Dan keindahan benda di dunia fisik hanyalah tiruan dari ide keindahan yang abadi itu sendiri, keindahan itu berasal dari sesuatu yang bersifat transendental (arketipe). Bagi plato, keindahan itu ia bersifat abadi, tapi bukan pada realitas alam ini, tapi di alam yang lain yang diluar diri manusia dan alam (arketipe). Sedangkan, di alam yang tempat kita hidup begini ialah cuman bayang-bayang atau cerminan yang sumber sejatinya dari alam abadi.
immanuel kant filsuf jerman melihat kecantikan ialah sebuah keterampilan akal (penamaan) secara subjektif, menemukan cantik tanpa perlu perenungan yang dalam terhadap objek yang kita lihat, cantik/indah ialah sesuatu yang mengalir pada diri kita yang bersifat bawaan (imperatif kategori) Sedangkan, objektif cantiknya sesuatu apabila terjadinya keharmonisan suatu objek dan tujuan yang terkadung didalamnya serta sejauh apa objek tersebut juga tidak dinilai dari kegunaannya (analitik). Menurut kant, keindahan sesuatu itu bukan hasil tambahan penilaian dari diri kita. Asumsinya, fenomena sesuatu mendahului kesenangan (penilaian) dari diri kita. Jika penilaian emosi terlebih dahulu terjadi (pemberian nama), maka sesuatu yang kita sebut indah bukanlah hal yang murni lagi, tapi sudah ada kesan dalam diri yang diberikan ke objek. Bisa jadi, apa yang dikatakan cantik/indah tidak perlu adanya pengakuan, biarkan saja objek itu sebagaimana adanya (tidak bisa diketahui).
Adapun Thomas Aquinas memberikan pendapatnya mengenai kecantikan, ia berkata bahwa yang indah adalah yang dapat menyenangkan hati kita ketika dilihat. Sesuatu yang menyenangkan hati/perasaan disini tentunya bukan hasil dari pertimbangan akal, melainkan landasannya pada perasaan. Sederhannya, pada pendapat Aquinas diatas, segala hal yang dapat memberikan kesenangan secara psikis, adalah sesuatu yang dapat dikatakan indah/cantik. Jadi, apabila kita melihat sesuatu dan sesuatu itu dapat memberikan kita secara emosional dengan perasaan-perasaan menyenangkan, dan hal itu dapat dikatakan dengan indah. Alhasil, sesuatu yang dikatakan indah apabila adanya kecocokan emosional dan objek.
Annemarie schimmel melihat kecantikan bukan sekedar di ukur tubuh fisik, namun bagaimana melihat secara dalam fakultas manusia (jiwa) atau objek lainnya. Kecantikan dari dalam diri, akan memancarkan ke luar diri kita. Tubuh fisik mengalami keriput dan kehancuran, sedangkan jiwa manusia senantiasa abadi. Memang annemarie schimmel berusaha melihat perempuan lebih cendrung pada aspek mistisisme.
Begitu juga dengan Ibnu arabi, ia mengulas keindahan perempuan melalui bait-bait syairnya. Seperti inilah imajinasinya : "Ia adalah matahari di antara ulama, taman indah di antara para sastrawan. Wajahnya jelita, tutur bahasanya lembut, otaknya sangat cemerlang, kata-katanya bagai untaian kalung yang gemerlap penuh keindahan dan penampilannya benar-benar anggun. Jika dia bicara semua yang hadir menjadi bisu.” Imajinasi ibnu arabi tentang perempuan bukan hanya sebatas fisik, namun ia melampaui hal itu. Sebagaimana dalam pandangannya, keindahan perempuan ialah wujud Tuhan yang Tampak.
Sekiranya begitulah apa yang dimaknai dengan keindahan/cantik pada sesuatu. Bagaimana dengan diri perempuan? Apakah ia akan tetap cantik di masa masuknya usia senja. Yah,,, tentu kita akan senantiasa cantik, karena keindahan pada sesuatu ia sifatnya eksistensial. Walaupun seringkali kita mengukur kecantikan itu hanya di masa lagi jaya"nya saja atau waktu muda saja, dan ketika tua kita bilang sudah tak cantik lagi. Ukuran begini pastilah membuat diri kita melemah, jika keindahan itu sifatnya eksistensial, maka segala sesuatu memiliki keindahan itu, dan yang menentukannya lebih tinggi dan rendahnya ialah gradasi/tingkatan dari keindahan tersebut. Mengatakan kita hanya cantik di usia muda tentunya dalam ukuran cantik yang masih naik daunnya diri kita, tapi di usia senja kita kan tetap cantik, walaupun intensitas kecantikan nya bukan lagi pada usia muda kita, makanya kecantikan itu ia mengalir ke segenap eksistensi dan pada kapasistasnya masing-masing.
Untuk menutupi tulisan ini, Sebagus apapun fitur-fitur wajah, lekuk tubuh kita, tetap sia-sia bila tak di imbangin dengan kecakapan lainnya (disposisi). Tentunya akan menjadi sebuah jackpot, apabila sudah perilaku menarik, ditambah lagi cantik. Sebagaimana fakta-fakta yang ada, Kecantikan yang hanya sekedar fisik, tubuh fisik ini kelak akan meninggalkan diri kita satu persatu, mulai dari hitamnya rambut menjadi putih, gigi kita mulai copot satu persatu, kulit yang mulai mengendor. Tak bisa kita harapkan lebih pada tubuh material, namun tak harus pula ia tidak kita rawat. Menjaganya sekedar memberikan hak pada tubuh ialah sudah keharusan kita. Namun bergantung dan menjadikan ia sebagai satu satunya keabadian, mungkin hal ini juga keliru.
Sebagaimana para fisikawan telah mengurai materi namun tiada akhirnya, sampai memunculkan teka teki quantum dan akhir dunia material. Temuan-temuan sudah banyak di dapatkan, bahkan berdampak pada dunia medis terutama pada kesehatan seperti yang dilakukan oleh Bryan johnson dengan project nya Blueprint yang dimana projek ini ingin mengatasi menekan perubahan fisik/material agar tetap awet muda dan baik, tentu baik-baik saja dan perlu dicontoh dalam segi menggali potensi terdalam akal, Dan akhirnya, Salah satu masalah fisika dan dunia material ini yang disusun dengan serapi dan seindah mungkin, ia berkembang, mengejutkan, penuh dengan misteri, sekaligus membingungkan, kata Carlo Rovelli dan Wolfgang Smith, adalah siapa sebenarnya kita?
Shadaqaulahul adzim
Bihaqqi Muhammad saww.
Malang, 5/2/24
Adakah yang cantik? Apa ukuran nya? Bagaimana mengukur kecantikan? Cantik pada diri perempuan apakah abadi? Kerapkali untuk mendapatkan kualitas kecantikan yang sempurna kita merawat tubuh fisik sedemikian rupa. Perawatan yang tak kalah mahal dari ujung kepala sampai kaki dengan biaya paling kecil setara harga kos-kosan, bisa mendekati biaya bolak balik pergi haji, bahkan menyaingi harga jam tangan Christian ronaldo, demi tampil bak bidadari.
Diri atau lebih ditunjuk sebagai tubuh fisik ialah aset termahal bagi manusia. Makanya tak heran apabila sebagian kita mengurusi hal tersebut. Biasanya perempuan khawatir terhadap dirinya dengan seiringnya tubuh fisik yang mengalami perubahan yang kian usang dan menua, sehingga memunculkan rasa ketakutan apakah bisa tetap tampil cantik ataukah tidak lagi.
Cantik pada diri perempuan jika di ukur dari tubuh fisik material, maka perubahan-perubahan material ia memiliki tujuannya, contoh material seperti gaharu, gaharu apabila semakin Tua/pekat, maka kualitasnya semakin baik atau tingkat kewangiannya, dan hal itu memang satu kondisi alami pada perubahan nya, yang menuju pada titik kesempurnaan. Jika tubuh fisik kita berubah, dari muda menjadi tua, maka itulah kesempurnaan perjalanan fisik kita. Kalau gaharu capaian kesempurnaannya semakin wangi, kalau diri kita bukan lagi wangi, tapi udah bau tanah 😄. Lantas, mengapa justru kita memperhambat gerak perubahan fisik kita, seperti pencegahan penuaan pada tubuh fisik. padahal tubuh fisik kita juga memiliki capaian kesempurnaan pada titik tertentu dirinya.
Memang seringkali, hal-hal material yang pada dirinya mengalami perubahan atau gerak, dan gerak memiliki tujuannya, namun seringkali terjadinya intervensi oleh manusia dalam tujuan geraknya. Sebagaimana ketakutan diri kita terkait penuaan, alhasil diri kita melakukan intervensi terhadap fisik material dengan segala metode yang dilakukan demi tetap awet muda.
Kekhawatiran diri kita terhadap perubahan fisik, tentunya hal ini ada kekhawatiran diri kita di masa depan, seperti ketakutan kehilangan kecantikan, kehilangan masa produktif, ataupun berkurangnya intensitas kasih sayang dari pasangan dll.
Alhasil, dunia modern ini telah menyusun satu standar kecantikan yang secara general telah memasuki sendi" pikiran kita tentang cantik harus putih, hidung mancung, tinggi, langsing dan hal ini juga secara sains bentuk wajah sempurna telah ditetapkan bagaimana rasio kesempurnaan suatu wajah. Banyak dari perempuan terpikat dengan standarisasi kecantikan, sehingga membuat diri mereka mengikuti kemauan tersebut. Secara kecendrungan, dari beberapa perempuan dan laki-laki mendambakan kulit putih, tinggi, wajah yang sempurna alias goodlooking. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Mungkin saja diri kita telah kehilangan satu orientasi yang lebih realistis, tidak percaya diri dan terlalu berlebihan mengukur terhadap yang lain. Tentu baik-baik saja kita punya imajinasi begitu. Namun mengapa kita harus mengikuti satu ukuran tertentu tentang apa yang disebut dengan cantik/indah. Bukankah ukuran begitu juga bisa kita ciptakan dengan selera sendiri. Sebagaimana beberapa negara, suku, dll juga punya standar kecantikannya.
Beragamnya ukuran kecantikan yang diukur dari basis tubuh fisik yang bersandarkan sensasi indrawi dari wajah sampai kaki, sehingga memunculkan pameo bahwa cantik ialah relatif, disisi yang lain adapula yang mengamini cantik adalah hal mutlak. Kita telah membatasi apa yang pada dasarnya sesuatu memiliki hal yang eksistensial pada dirinya, dan seringkali batasan antara cantik dan tidak cantik, ganteng dan tidak ganteng ialah penilaian yang memunculkan batasan deskriminatif tentang sesuatu.
Jika dilihat dari segi kata, Cantik merupakan metafora yang beragam di maknai, semisalkan sinonim kata cantik biasanya diartikan dengan indah, prilaku baik, pintar dll. Oleh karena itu, sesuatu yang cantik biasanya lebih dimaknai secara luas, mulai dari tubuh fisik dan seperangkat hal abstrak pada sesuatu, seperti kecakapan intelektual, spiritual dan moral. Ada teman saya menanyakan tentang pilihannya, kamu pilih mana seseorang yang cantik/tampan tapi secara pengetahuan nya kosong, dia mengambil ukuran ini dari tonton di youtubenya tentang perempuan yang cantik, tapi kosong (pengetahuan).
Sedikit sulit untuk menjawabnya, jika diukur secara material, keindahan pada sesuatu itu merupakan eksistensial. Artinya, pada setiap benda, manusia ataupun objek lainnya, kesemuanya sudah memiliki kesempurnaan pada dirinya, cuman dalam gradasi/tingkatan nya saja yang berbeda. Sedangkan pertanyaan itu ingin melihat bagaimana ukuran kesempurnaan atau kelayakan sesuatu. Jika ingin mengukur yang akurat, tentunya ada role model manusiannya (insan kamil). Jika di ukur secara partikural ataupun pilihan" yang merujuk ke hal tertentu, maka tentu pula setiap bagian-bagian memiliki intensitasnya. Tapi kan manusia dalam kecendrungan ukurannya atau keinginan pasti mau yang perpect luar dalam, sederhananya bukan hanya tubuh fisik yang cantik, namun secara kecapakan pengetahuan nya juga di inginkan pula.
Biasanya ada yang melakukan social experiment tentang pilihan" tentang pasangan, beberapa responden jika ingin punya pasangan, kamu pilih perempuan cantik tapi pengetahuan nya kurang atau sebaliknya, Sebagian ada yang memilih kecakapan pengetahuan dan sebagian ada yang memilih kecakapan fisik. Tentunya pilihan-pilihan beginikan sudah membuat satu polarisasi tentang manusia, sebagaimana manusia itu memiliki dimensi-dimensi yang diantara keduanya. Jika memilih salah satunya, maka manusia bukan dilihat secara utuh, tapi hanya partikular saja.
Usaha filosof mengartikan kecantikan
Secara objektif, kecantikan mungkin sulit untuk di ukur, sebab ukuran kecantikan yang di sandarkan pada perasaan like dan dislike tentunya semua orang akan memiliki cara pandang tentang apa yang disebut dengan cantik. Walaupun penilaian tentang cantik juga bisa disandarkan bukan hanya sekedar perasaan subjketifitas semata.
Seperti halnya plato seorang filsuf yunani, ia mengatakan bahwa Keindahan pada benda/objek merupakan sebuah ilusi atapun cerminan dari keindahan yang sebenarnya. Ada bentuk indah yang abadi selain di realitas eksternal ini. Dan keindahan benda di dunia fisik hanyalah tiruan dari ide keindahan yang abadi itu sendiri, keindahan itu berasal dari sesuatu yang bersifat transendental (arketipe). Bagi plato, keindahan itu ia bersifat abadi, tapi bukan pada realitas alam ini, tapi di alam yang lain yang diluar diri manusia dan alam (arketipe). Sedangkan, di alam yang tempat kita hidup begini ialah cuman bayang-bayang atau cerminan yang sumber sejatinya dari alam abadi.
immanuel kant filsuf jerman melihat kecantikan ialah sebuah keterampilan akal (penamaan) secara subjektif, menemukan cantik tanpa perlu perenungan yang dalam terhadap objek yang kita lihat, cantik/indah ialah sesuatu yang mengalir pada diri kita yang bersifat bawaan (imperatif kategori) Sedangkan, objektif cantiknya sesuatu apabila terjadinya keharmonisan suatu objek dan tujuan yang terkadung didalamnya serta sejauh apa objek tersebut juga tidak dinilai dari kegunaannya (analitik). Menurut kant, keindahan sesuatu itu bukan hasil tambahan penilaian dari diri kita. Asumsinya, fenomena sesuatu mendahului kesenangan (penilaian) dari diri kita. Jika penilaian emosi terlebih dahulu terjadi (pemberian nama), maka sesuatu yang kita sebut indah bukanlah hal yang murni lagi, tapi sudah ada kesan dalam diri yang diberikan ke objek. Bisa jadi, apa yang dikatakan cantik/indah tidak perlu adanya pengakuan, biarkan saja objek itu sebagaimana adanya (tidak bisa diketahui).
Adapun Thomas Aquinas memberikan pendapatnya mengenai kecantikan, ia berkata bahwa yang indah adalah yang dapat menyenangkan hati kita ketika dilihat. Sesuatu yang menyenangkan hati/perasaan disini tentunya bukan hasil dari pertimbangan akal, melainkan landasannya pada perasaan. Sederhannya, pada pendapat Aquinas diatas, segala hal yang dapat memberikan kesenangan secara psikis, adalah sesuatu yang dapat dikatakan indah/cantik. Jadi, apabila kita melihat sesuatu dan sesuatu itu dapat memberikan kita secara emosional dengan perasaan-perasaan menyenangkan, dan hal itu dapat dikatakan dengan indah. Alhasil, sesuatu yang dikatakan indah apabila adanya kecocokan emosional dan objek.
Annemarie schimmel melihat kecantikan bukan sekedar di ukur tubuh fisik, namun bagaimana melihat secara dalam fakultas manusia (jiwa) atau objek lainnya. Kecantikan dari dalam diri, akan memancarkan ke luar diri kita. Tubuh fisik mengalami keriput dan kehancuran, sedangkan jiwa manusia senantiasa abadi. Memang annemarie schimmel berusaha melihat perempuan lebih cendrung pada aspek mistisisme.
Begitu juga dengan Ibnu arabi, ia mengulas keindahan perempuan melalui bait-bait syairnya. Seperti inilah imajinasinya : "Ia adalah matahari di antara ulama, taman indah di antara para sastrawan. Wajahnya jelita, tutur bahasanya lembut, otaknya sangat cemerlang, kata-katanya bagai untaian kalung yang gemerlap penuh keindahan dan penampilannya benar-benar anggun. Jika dia bicara semua yang hadir menjadi bisu.” Imajinasi ibnu arabi tentang perempuan bukan hanya sebatas fisik, namun ia melampaui hal itu. Sebagaimana dalam pandangannya, keindahan perempuan ialah wujud Tuhan yang Tampak.
Sekiranya begitulah apa yang dimaknai dengan keindahan/cantik pada sesuatu. Bagaimana dengan diri perempuan? Apakah ia akan tetap cantik di masa masuknya usia senja. Yah,,, tentu kita akan senantiasa cantik, karena keindahan pada sesuatu ia sifatnya eksistensial. Walaupun seringkali kita mengukur kecantikan itu hanya di masa lagi jaya"nya saja atau waktu muda saja, dan ketika tua kita bilang sudah tak cantik lagi. Ukuran begini pastilah membuat diri kita melemah, jika keindahan itu sifatnya eksistensial, maka segala sesuatu memiliki keindahan itu, dan yang menentukannya lebih tinggi dan rendahnya ialah gradasi/tingkatan dari keindahan tersebut. Mengatakan kita hanya cantik di usia muda tentunya dalam ukuran cantik yang masih naik daunnya diri kita, tapi di usia senja kita kan tetap cantik, walaupun intensitas kecantikan nya bukan lagi pada usia muda kita, makanya kecantikan itu ia mengalir ke segenap eksistensi dan pada kapasistasnya masing-masing.
Untuk menutupi tulisan ini, Sebagus apapun fitur-fitur wajah, lekuk tubuh kita, tetap sia-sia bila tak di imbangin dengan kecakapan lainnya (disposisi). Tentunya akan menjadi sebuah jackpot, apabila sudah perilaku menarik, ditambah lagi cantik. Sebagaimana fakta-fakta yang ada, Kecantikan yang hanya sekedar fisik, tubuh fisik ini kelak akan meninggalkan diri kita satu persatu, mulai dari hitamnya rambut menjadi putih, gigi kita mulai copot satu persatu, kulit yang mulai mengendor. Tak bisa kita harapkan lebih pada tubuh material, namun tak harus pula ia tidak kita rawat. Menjaganya sekedar memberikan hak pada tubuh ialah sudah keharusan kita. Namun bergantung dan menjadikan ia sebagai satu satunya keabadian, mungkin hal ini juga keliru.
Sebagaimana para fisikawan telah mengurai materi namun tiada akhirnya, sampai memunculkan teka teki quantum dan akhir dunia material. Temuan-temuan sudah banyak di dapatkan, bahkan berdampak pada dunia medis terutama pada kesehatan seperti yang dilakukan oleh Bryan johnson dengan project nya Blueprint yang dimana projek ini ingin mengatasi menekan perubahan fisik/material agar tetap awet muda dan baik, tentu baik-baik saja dan perlu dicontoh dalam segi menggali potensi terdalam akal, Dan akhirnya, Salah satu masalah fisika dan dunia material ini yang disusun dengan serapi dan seindah mungkin, ia berkembang, mengejutkan, penuh dengan misteri, sekaligus membingungkan, kata Carlo Rovelli dan Wolfgang Smith, adalah siapa sebenarnya kita?
Shadaqaulahul adzim
Bihaqqi Muhammad saww.
Malang, 5/2/24
Komentar
Posting Komentar