Hilang Tahun HMI Ke 78

Akrobatik kuasa kader HMI ditengah arus oligarki : Potret Buram Kader HMI & Kehilangan Role Model Intelektual

Penulis : Alirumi


Saya baru teringat hari ini ialah Miladnya HMI, 5 februari ini hilang dari pikiran saya, namun twibon dan pamplet milad tersebar didunia maya, para kader membagikan setiap momen nya di kesempatan ini, berbagai macam akrobatik foto yang ditampilkan untuk mengenang ia berHMI. Alhasil beragam gaya dan tersebar di medsos yang memantik ingatan bahwa di hari ini kader HMI lagi berbahagia karena himpunannya telah memasuki usia baru, tapi apakah juga ada kebaharuan di dalamnnya? 

5 FEBRUARI 1947 menjadi momentum yang sangat penting bagi kader HMI, dibulan februari ini, setiap tanggal 5 menjadi peringatan akbar bagi seluruh kader HMI, Dimana setiap Tanggal 5 februari ini ialah hari berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kini, usia organisasi ini sudah terbilang tak lagi muda, di tahun 2025 genap usianya 78 tahun. Akan tetapi, terlihat HMI masih begitu-begitu saja, tidak ada hal yang baru dan istimewa yang dibuat oleh kader HMI, bahkan HMI mengalami kemunduran yang terbilang cukup parah. 

Jika HMI diumpamakan sebagai Manusia, maka usianya sudah memasuki usia senja nan cukup tua, kekuatan pada tubuhnya mulai hilang, pikiran mulai rapuh, mata sudah mulai rabun, telinga sedikit sedikit menjadi tuli. Ia tak lagi terlihat ke publik, apalagi berkelana dengan perjalanan yang jauh, Usia yang tidak lagi produktif untuk ukuran manusia. Jika itu disematkan pada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), maka tak ubahnya seperti tubuh fisik manusia yang tak lama lagi akan kembali pada sang ilahi. (Innalillahi)

Sebagai kader Kita merasakan, 78 tahun HMI tak ubahnya seperti kakek-kakek yang udah bau tanah dan tak lama lagi akan masuk kedalam Tanah. Coba kita membayangkan kalau kader HMI di setiap RAK, Konfercab dan Kongres bahkan setiap kaderisasi Basic Training LK-1, LK2, Senior Course, bahkan LK3 tak memproduksi dialektika pikiran-pikiran segar, kritis, progresif, transformatif untuk membangun HMI. Justru kita melihat disetiap agenda banyak kehilangan waktu yang berharga untuk memupuk generasi yang selanjutnya seperti lafran pane, cak nur dkk. Maka, tunggu saja HMI akan mengalami kepunahan. Apalagi kita dihadapkan dengan arus oligarki ditengah kekuasaan ini. 

Karena setiap kader yang sedikit saja bahkan tak lagi menjaga ruh dan spirit awal berdirinya HMI. HMI harus berani keluar dari romantisme masa lalu, kita terlalu berbangga diri dengan romantisme sejarah dan mengandalkan kebesaran tokoh-tokoh HMI. Kita lupa menciptakan sejarah baru buat HMI di era pasca kebenaran  hari ini. Alhasil, kita terpenjara pada masa lalu dan tak bangkit dari kemelut di tubuh kita sendiri yang lambat laun menciptakan kader-kader pragmatis dan oportunis, tak ada lagi kekritisan dan semangat perjuangan untuk kepentingan umat dan bangsa, yang ada perjuangan kelompok, gerbong, individu yang memiliki hasrat berkuasa semata. Tak perlu kita sebutkan kembali lagi keserakahan kekuasaan ditubuh hmi ini, contohnya udah banyak.

Saya ingin mengulik sedikit apa yang pernah ditulis sang maestro lafran pane yang dimuat Media cetak jawa pos edisi 18 september 1990 tentang “Menggugat Eksistensi HMI” tulisan lafran pane ini bisa menjadi refleksi ditahun ini. Tulisan ini merupakan karya yang ia sendiri mempertanyakan kembali eksistensi HMI yang mulai tenggelam pada saat itu. Namun kayaknya, saat ini kita patut mempertanyakan kembali eksistensi tersebut.


Eksistensi HMI Zaman Now?

Realitas yang ditulis HMI masa kini sangat memprihatinkan, mengapa tidak? HMI yang diawal berdirinya sudah diniatkan untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam, malah kurang mendapatkan porsi layak. Secara singkat, HMI yang dulu dirumuskan oleh Lafran Pane kurang di implementasikan oleh HMI masa kini. Saat ini HMI sudah hilang etisnya, bahkan hampir kehilangan Islamnya. 

HMI terlalu mengedepan akal hasratnya dari pada kedalaman hatinya, para kader selalu mengisi hasratnya, namun lupa mengisi ruang intuisi. Para kader terlalu banyak melakukan akrobatik kekuasaan, sibuk menari dengan balutan gelang emas jabatan, tahlilan politik praktis diutamakan, sementara kenduri cinta dan intelektual kurang mendapatkan tempat untuk diprioritaskan. Kita perlu melihat kembali, mengapa dari tahun ke tahun HMI mengalami kemunduran intelektual yang parah, tak kelihatan lagi kader yang seperti Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, Azyumardi Azra dll. Kader HMI telah mengesampingkan tradisi intelektual yang kesekian jauhnya di tubuh Hmi, karena terlalu sibuk dengan urusan jabatan dan menyelamatkan diri pasca di struktural organisasi.

Selanjutnya, HMI juga telah kehilangan Role model, instruktur atau master selalu berlagak bak Nabi baru di himpunan, hanya sedikit yang bisa jadi panutan, mengklaim diri sebagai nabi di himpunan atau orang yang menyebar kebaikan malah merusak HMI dengan prilakunya, jauh dari hal-hal yang mereka bicarakan ketika forum training. banyak potret memprihatinkan lainnya, baca di tulisan saya sebelumnya. Saya spil sedikit seperti diantara lainnya, budaya adu domba, politik praktis, persetan dengan konstitusi dll.

Umur bukanlah tolak ukur yang pasti untuk mengukur perkembangan sesuatu. menjadi tua seperti HMI, bukan berarti HMI lebih baik dari pada organisasi muda, menjadi tua seperti HMI, tidak menjadi jaminan organisasinya selalu membawa energi positif. HMI itu semakin tua seperti kata pepatah “tua-tua keladi, semakin tua semakin menjadi-jadi” maksudnya ialah HMI sudah tua umurnya, seharusnya HMI menjadi panutan, contoh ataupun kiblatnya bagi organisasi lainnya, namun malah tidak seperti yang diharapkan. Meminjam pujian dari Jendral Sudirman mengatakan HMI bukan hanya sekedar Himpunan Mahasiswa Islam, namun juga Harapan Masyarakat Indonesia. 

Akan tetapi, jika Jendral Sudirman melihat bagaimana HMI hari ini, saya pikir kata kata itu akan di cabut kembali bagi Jendral Sudirman telah melontarkan kata-kata demikian. Karena melihat wajah HMI hari ini, kata-kata apa yang pantas untuk dilontarkan? Barangkali plesetannya berbagai macam : himpunan meninabobokan intelektual, Himpunan menghancurkan Islam, himpunan mencari istri, himpunan mengagungkan instruktur, himpunan menjual independensi, himpunan merusak Indonesia ataupun himpunan mahasiswa iblis sebagaimana ungkapan yang sempat viral dahulu, dan lain sebagainya. HMI memang didirikan hingga waktu yang tidak ditentukan. Namun, melihat keadaan HMI dewasa ini, maka saat inilah moment yang cocok untuk membubarkan HMI, sebagaimana banyak kritikan para kadernya.


Hilangnya Role Model Intelektual 

78 Tahun usia HMI, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini telah banyak kehilangan intelektual-cendekiawan di tubuh HMI. 78 Tahun, HMI harus kembali menancapkan dan melahirkan poros kebangkitan intelektual muda seperti fase kebangkitan gerakan pembaharuan pemikiran pada tahun 1970-an, 80-an dan 90-an, di mana HMI dikenal sebagai kekuatan intelektual yang cukup disegani pada saat itu.

Tak heran, kalau di masa kebangkitan HMI, HMI bagaikan organisasi lumbung intelektual bahkan dibenarkan oleh seorang imam besar Katolik dan mengajar filsafat yakni Prof. Dr, Franz Magnis Suseno, bahwa organisasi HMI menjadi dapur dan laboratorium intelektual yang memproduksi kader-kader terbaik bangsa ini. Kita tentu berharap demikian? Sayangnya, makin tua organisasi ini, hilang taring intelektualnya. 78 tahun seharusnya HMI menata dirinya. Membenahi beragam persoalan yang muncul dalam internal HMI, mulai dari melakukan pembaruan pada metode kaderisisasi seperti tatakelola organisasi berbasis digital abad 21, membangun kemandirian ekonomi organisasi, mengoptimalkan potensi kader melalui karya menulis, bahkan sampai pada memudarnya tradisi intelektual, dan menginternalisasi secara kritis Nilai Dasar Perjuangan (NDP) secara masif.

hemat saya, HMI perlu kembali pada khittahnya untuk menghadirkan pembaruan secara fundamental untuk menciptakan Intelektual-Cendekiawan muda di tubuh HMI. Hanya dengan dua modalitas itulah, bagi penulis HMI akan kembali bangkit dan keluar dari keterpurukannya. Karena itu, gerakan pembaharuan terhadap HMI, wajib untuk terus diinternalisasikan Agar bisa melahirkan kader yang diistilahkan syariati yaitu rausyanfikr. Bukan kader yang hanya spesialis pada satu bidan disiplin ilmu. Tentunya Harapan kita di usia HMI yang ke-78 tahun ini, HMI harus kembali menegaskan kiprahnya sebagai organisasi gerakan pembaharuan bagi semangat ke-Islaman, ke- Indonesiaan dan ke-Modernan bagi kemajuan umat dan bangsa.

Di usia ke-78 tahun HMI, kader HMI harus belajar dan menjadikan para pendahulunya sebagai kiblat gerakan pembaharuan bagi tubuh HMI. Karena bagi saya, salah satu kemunduran intelektual HMI disebabkan karena kita tidak lagi menjadikan para maestro seperti Cak Nur,lafran pane, syafii marif dll sebagai platfrom perjuangan HMI untuk dijadikan teladan dalam membaca masa depan Indonesia dan kondisi umat Islam hari ini. Padahal pikiran-pikiran mereka atau seperti guru bangsa kita Cak Nur sangatlah kontekstual dan relevan dengan era hari ini. Bahkan telah begitu jelas digambarkan oleh Cak Nur dalam kerangka NPD HMI. Kita lupa bahwa Cak Nur telah menjadi intelektual bagi kader HMI untuk melihat keluasan dunia, mengajarkan pada kita makna keragaman khasanah pemikiran keislaman, keindonesiaan dan kemodernan sebagai satu tarikan napas.

Kita para kader jangan terlalu sibuk mengurus politik praktis, bagaimana mau menyambut Indonesia emas, jika persiapan ditubuh HMI terutama kadernya yang tak memperkuat basis sumber daya manusianya. Alhasil slogan menyambut Indonesia emas hanyalah utopia, dan kita lagi bukan menyambut emas, tapi menyambut kecemasan bahkan sampai lemas. Kata cak nur “Masa depan peradaban berada ditangan kaum pemikir atau intelektual” (Nurcholish Madjid). Saat sekarang masa depan peradaban ada ditangan kekuasaan oligarki, yang disebut bahasa milenialnya lo punya duit lo punya kuasa. 


Khittah Perjuangan HMI 

Kita masih percaya bahwa pasti kelak ada kader yang menyelamatkan atau pembaharuan di organisasi ini, Untuk itu menyelamatkan HMI, kita bisa mengkampanyekan terus menerus yakni kembali ke khittah perjuangan masa lalu. Mengapa demikian? Kita sudah terlalu jauh melenceng dari jalur yang telah ditetapkan pendirinya. Kita boleh saja beradaptasi dengan zaman, namun jangan sampai termakan zaman ataupun terjebak oleh zaman itu sendiri. Sejatinya HMI memang selalu berwatak pelawan arus, tidak pernah HMI menjadi seperti ikan mati yang mengikuti arus saja.

Zaman orde lama saja HMI selalu menjadi musuh oleh PKI. PKI selalu merambisi untuk membubarkan HMI, namun misi untuk membubarkan HMI yang dibawa oleh PKI usai begitu saja, yang terjadi malah sebaliknya.  karena kontribusi dan efek nyata yang diberikan HMI kepada umat dan bangsa, yang dirasakan oleh masyarakat, mahasiswa, pelajar dan tokoh-tokoh politik saat itu begitu terasa dan hadirnya HMI yang dikawal secara sungguh-sungguh. Bahkan, pada saat umur HMI berada di ujuk tanduk, saat Presiden Soekarno terpengaruh oleh PKI untuk membubarkan HMI, banyak sekali mahasiswa, masyarakat, organisasi dari berbagai elemen turut turun aksi, keliling-keliling kota, arak-arakan membawa spanduk bertuliskan “langkahi dulu mayatku, sebelum membubarkan HMI”. 

Dan Tidak hanya itu pula, Ternyata, begitu elemen masyarakat diwaktu itu membela HMI, tersadarkan HMI disaat itu merupakan organisasi yang sangat didukung oleh umat dan bangsa Indonesia. Jika dilihat saat sekarang, anak anak hmi ingin melakukan aksi demonstrasi, membela masyarakat katanya. Namun, masyarakat yang dibela ngga terasa dibela, bahkan masyarakat mengkritisi, bikin macet jalan dan merusak fasilitas umum. Masyarakat tak terwakilkan saat ini dengan eksisnya HmI.

Namun, jika seandainya hal itu terjadi di zaman sekarang, ketika hmi ingin dibubarkan apakah mungkin akan terjadi hal yang sama? Apakah mungkin orang-orang  membela HMI? Kemugkinan tidak ada, karena kita telah disibukkan praktisnya kehidupan. Kita telah nyaman dengan jabatan, posisi strategis dan macem macem.

Terlepas dari semua itu. Tak banyak hal yang bisa dilakukan agar HMI kembali ke arah yang semestinya, sesuai dengan khittah perjuangan yang dirumuskan oleh maestro Lafran Pane. Saya berharap, HMI yang telah memiliki makna sejarah yang begitu panjang serta mempunyai tujuan luhur tersebut, bisa bertahan kembali dengan perubahan zaman. dengan tetap menjadi kader bangsa yang berkualitas, Cendekiawan, intelektual.


Shadaqulaullahuladzim....

Bihaqqi Muhammad saww

Malang, 5/2/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8