LAFRAN PANE, HMI & MUARA KEKUASAAN
LAFRAN PANE, HMI & MUARA KEKUASAAN
(Sebuah perjalanan Sang Maestro HMI)Penulis : Rumi Ali Ahmad
Lika-liku kehidupan Lapran Pane
Setelah Indonesia merdeka, dimulailah tonggak risalah baik dari kalangan HMI, maupun dari organisasi lainnya. Saya berkepentingan menjelaskan risalah HMI dari sosok Lapran Pane saja. Melihat model sejarah ini di lanjutkan dan di gerakkan. Dalam perspektif muthahhari dan Ali syariati terkait sejarah, ialah sesuatu yang countinue ( berlanjut) serta menurut cak nur sejarah ialah gerak dialektis yang terus menerus.
Melihat hal tersebut, sejarah yang terus berjalan dengan dialektika yang ada dengan berbeda dinamika serta kondisi zamannya selalu menyampaikan satu pesan yang sama yakni pesan risalah kemanusiaan.
adik dari dua sejarawan dan sastrawan terkenal di Indonesia, yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane. Lafran pane lebih dikenal sebagai sosok pemikir yang sederhana dengan semangat keislaman dan keindonesiaan. Lafran Pane lahir 5 Februari 1922 di Kampung Pangurabaan, Sipirok, Padang Sidempuan, Sumatera Utara.
Ayah Lafran Pane merupakan seorang guru sekaligus seniman Batak Mandailing di Muara Sipongi, Mandailing Natal Dan ibunya Gonto boru siregar. Namun ketika lafran berumur 2 tahun ibunya telah meninggal terlebih dahulu, sehingga ia di asuh oleh ibu sambungnya.
Keluarga jurnalis, Sastrawan & pejuang kemerdekaan, Ayahnya, merupakan seorang guru sekaligus seniman batak mandailing dimuara sipongi, Sutan Pangurabaan Pane adalah seorang jurnalis, sastrawan, kepala sekolah di HIS, pendiri Muhammadiyah di Sipirok, sangat komplit. Sutan Pangurabaan adalah pendiri dan pemimpin Surat Kabar Sipirok-Pardomuan tahun 1927, berbahasa Angkola, muatan berita nya ialah menyuarakan kemerdekaan Indonesia, usahanya di bidang penerbitan dan percetakan. Sahat P. Siburian, penulis biografi lafran pane menyebut Sutan Pangurabaan sebagai juragan media cetak pada masa Kolonial. Namun jika dilihat justru Lafran kurang produktif menulis, walaupun ada beberapa terbitan artikel yang ia tulis, namun ia justru tipikal konsolidator, dan bidang studi Lafran juga terbilang serius, yaitu tata negara.
Lafran kecil menempuh pendidikan pertamanya di Pesantren Muhammadiyah Sipirok, kini dilanjutkan oleh Pesantren K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Setia dekat Desa Parsorminan Sipirok.
Dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah Lafran Pane seringkali berpindah sekolah. Ia meneruskan sekolah SMP di HIS Muhammadiyah, menyambung sampai ke Taman Dewasa Raya Jakarta.
Ia lantas melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Islam (STI), kini UII (Universitas Islam Indonesia). namun Ketika itu ibu kota pindah ke Yogyakarta dan STI yang semula di Jakarta juga ikut pindah ke Yogyakarta. Sebelum lulus dari STI, Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) yang sekarang menjadi Univesitas Gadjah Mada (UGM).
Bahkan, Lafran termasuk salah satu mahasiswa yang pertama kali lulus menjadi sarjana ilmu politik pada 26 Januari 1953. Dari perspektif kakanda Agussalim Sitompul menulis dalam bukunya berjudul Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (1947-1975). Kemudian pada 14 Rabiul Awal 1366 H atau 5 Februari 1947, Lafran Pane mendirikan HMI. Konsolidasi pendirian organisasi ini dilakukan sejak November 1946. Organisasi ini menjadi wujud aktualisasi dari pandangannya mengenai Islam dan Indonesia.
Lafran Pane bukan saja cendekia tapi juga dikenal karena kesederhanaannya. Saat menjadi dosen, ia menggunakan sepeda onthel, naik becak dan bus. Bahkan saat ia menjadi salah seorang anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Presiden, Lafran tetap naik sepeda onthel. Lafran Pane hingga akhir hayatnya adalah dosen, tidak pernah jadi anggota partai politik manapun. Dan Pada 25 Januari 1991, Lafran Pane meninggal. Ia pun dimakamkan di pemakaman Masjid Agung Kauman, Yogyakarta. Berkat jasa-jasanya, kemudian Kakanda Mahfud dkk bertemu dengan presiden untuk mengajukan Lafran Pane sebagai pahlawan nasional, dan hal itu di amini, sehinga Lafran Pane dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 6 November 2017. Walaupun kita ketahui sosok lafran ialah rendah hati, seumpama ia masih hidup, mungkin sebenarnya ia tak ingin diangkat menjadi seorang pahlawan.
Gejolak keresahan & Kehadiran HMI
Lafran mengatakan, agama Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan juga dengan manusia lainnya. Dengan mendirikan HMI, menurutnya, Islam mendapat peran yang lebih tinggi di kalangan mahasiswa.
Lafran Pane merasa perlu mendirikan sebuah organisasi untuk mengubah keadaan mahasiswa saat itu yang masih belum memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agama Islam.
Organinasi HMI juga turut mempertahankan Negara Republik Indonesia ke dalam dan ke luar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat. Lafran beberapa kali mengadakan pertemuan untuk menggagas hal tersebut, namun berakhir dengan kegagalan.
Hingga pada Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947 Lafran Pane mengadakan rapat dadakan di jam kuliah Tafsir. Pertemuan itu dilakukan di salah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati). Lafran Pane yang saat itu masih menjadi mahasiswa langsung mendeklarasikan terbentuknya HMI. Ia mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lainnya, tanpa campur tangan pihak luar.
Saat itu, salah satu tujuan Lafran Pane mendirikan HMI karena mahasiswa pada masa itu masih banyak yang belum benar-benar memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam. Sehingga melalui HMI sebagai wadah belajar, Lafran berharap para mahasiswa lebih tahu menerapkan ajaran agama dengan baik dan benar dalam kehidupan.
Dalam kacamata Cak Nur, bahwa HMI yang dirintis oleh Lafran Pane sejak 1946 mengatasi jurang pemisah antara mahasiswa, agama dan ideologi kebangsaan.
Selain merupakan pendiri, Lafran Pane juga merupakan Ketua HMI di awal berdirinya organisasi mahasiswa Islam tersebut. Namun, pada 22 Agustus 1947, ia mundur dari ketua yang selama 7 bulan ia pimpin dan akhirnya digantikan oleh Mohammad syafaat Mintaredja salah satu mahasiswa dari UGM. Dan Lafran memilih menjadi wakil ketua saja. Karena ia juga tidak menginginkan sekaligus supaya tidak ada kesan bahwa HMI milik mahasiswa STI semata. Dan kampus yang lebih besar pula seperti UGM, Lafran berharap agar HMI justru semakin Luas pula. Sosok yang sederhana dan tidak gila jabatan ini, bahkan junior" di HMI nya saja dengan sikap rendah hatinya dan sederhananya, banyak junior tidak mengenal Dirinya sebagai salah satu pendiri HMI.
kepemimpinan Lafran Pane dalam upaya memajukan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tahun 1947-1991 diawali dari suatu kondisi indonesia yang terbilang rapuh baik dalam segi kenegaraan, keagamaan dan juga kemahasiswaan atau perguruan tinggi. Sehingga, Lafran Pane dan teman-teman berjuang keras mengatur strategi dalam bidang pendidikan, politik, agama dan hukum serta tata negara untuk memajukan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Fase awal pembentukkan HMI bertujuan Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kemudian Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sebab pada saat itu memang titik krisis dengan adanya gencatan ideologi feodal serta kolonialisme berkembang sehingga mengancam ideoligi kebangsaan dan perkembangan agama islam di Indonesia.
Muara Kekuasaan
Sebagian kita mungkin juga tahu bagaimana sosok dan karakter dari lafran pane, ia orangnya rendah hati, gigih, optimisme dan kesederhanaan. Suatu ketika lafran pane mendapatkan surat dari istana negara, surat itu berisikan sebuah tawaran jabatan sebagai dewan penasehat presiden. Melihat raut muka lapran, tanya sang anak kepada dirinya pun muncul, kenapa ayah, apakah tidak tertarik? Jawaban lapran Lebih memilih tidak berminat pada kedudukan tersebut.
Bagi Lafran kedudukan itu untuk di amanahkan kepada yang lebih mampu bukan untuk di perebutkan bagai piala, agar ada kemajuan ada progres,agar harkat martabat bangsa ini naik, agar hilang kolusi dan korupsi. Kekuasaan bukan untuk memperkaya diri sendiri, tapi untuk bangsa ini. Inilah yang menurutku kebiasaan yang benar bukan membenarkan yang biasa” (Lafran pane).
kader dan alumni HMI hingga kini masih menjadi penjaga gawang atau sudah kebobolan? Bisa kita lihat, lafran pane bukan menjadikan kekuasan sebagai modal ia untuk mendominasi serta menghegemoni orang Lain. Jika di bandingkan saat ini, justru banyak kanda" mulai menghegemoni para dindanya untuk kepentingan kekuasaannya. HMI di tangan Lafran Pane bukan sebagai alat kekuasaan, justru masih berpegang Teguh dengan Pengkaderan Nilai-nilai Terhadap masyarakat.
Maka tidak heran jika keadaan HMI saat ini mulai kendor, mungkin tidak memperhatikan Tradisi yang telah dibangun sejak lama oleh sang maestro Lafran Pane. Apa yang dibangun Lafran? Yaitu sebuah Tradisi Intelektual, spiritual dan moralitas. Bukan hasrat kekuasaan.
Jika kita sebagai kader HMI merasakan bahwa HMI saat ini sudah banyak bermain pragmatisme politik ketimbang penjagaan Tradisi. Maka bersiaplah menerima mati suri para kader atau bangkit dengan harapan yang segar.
Meminjam ungakapan Prof Jacob : pragmatisme politik ialah pembunuh yang masif tradisi intelektual.
Andai HMI tak pernah dideklarasikan Lafran Pane, mungkin saja panggung politik bakal pengap oleh politisi busuk, miskin komitmen, penuh intrik dan fitnah berbau sara zaman itu. Mungkin saat ini sudah menjalar musibah itu, dan mungkin ini pula awal kematian pengkaderan ditengah arus oligarki.
Sang Maestro Lapran Pane Telah menyulam semangat Gerakan Islam dan keindonesiaan, Bagi dirinya Kekuasaan itu bernilai karena ada orang orang yang layak di dalamnya. Tanpa itu kekuasaan dalam bentuk apapun tidak mendapatkan ruh kehidupannya.
Sesungguhnya muara kekuasaan itu pada pengabdian tanpa pamrih pada masyarakat sebagai upaya mencapai makam kerelaan ilahi. Mereka yang berkuasa ialah mereka yang tidak menjadikan kekuasaan sebagai keinginan yang terpatri pada jiwanya.
Di tengah suasana batin yang masih terbelah, warisan pemikiran tokoh intelektual HMI dengan visi keislaman progresif mesti dilestarikan. Fenomena munculnya wacana Islam kanan, kiri, tengah, kesamping atau apapun itu, memang cukup mengkhawatirkan. Gagasan progresif soal keislaman dan keindonesiaan merupakan esensi ”Indonesia kita” yang sesungguhnya, yakni Indonesia yang menjadi rumah besar bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga kita ini bukan islam yang di arab atau yang berada di timur tengah sana, tapi kita ialah islam keindonesiaan.
Mungkin dengan RELASI KUASA saat itu yang dipegang Lafran Pane bisa saja membuat ia kaya raya dengan memanfaatkan jaringan dan pengaruhnya, namun sampai akhir hayatnya, kematian sang maestro tak meninggalkan apapun, rumah pribadi saja tidak punya , kecuali Rumah Peradaban nya (HMI). Allahyarham.....
Setelah Indonesia merdeka, dimulailah tonggak risalah baik dari kalangan HMI, maupun dari organisasi lainnya. Saya berkepentingan menjelaskan risalah HMI dari sosok Lapran Pane saja. Melihat model sejarah ini di lanjutkan dan di gerakkan. Dalam perspektif muthahhari dan Ali syariati terkait sejarah, ialah sesuatu yang countinue ( berlanjut) serta menurut cak nur sejarah ialah gerak dialektis yang terus menerus.
Melihat hal tersebut, sejarah yang terus berjalan dengan dialektika yang ada dengan berbeda dinamika serta kondisi zamannya selalu menyampaikan satu pesan yang sama yakni pesan risalah kemanusiaan.
adik dari dua sejarawan dan sastrawan terkenal di Indonesia, yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane. Lafran pane lebih dikenal sebagai sosok pemikir yang sederhana dengan semangat keislaman dan keindonesiaan. Lafran Pane lahir 5 Februari 1922 di Kampung Pangurabaan, Sipirok, Padang Sidempuan, Sumatera Utara.
Ayah Lafran Pane merupakan seorang guru sekaligus seniman Batak Mandailing di Muara Sipongi, Mandailing Natal Dan ibunya Gonto boru siregar. Namun ketika lafran berumur 2 tahun ibunya telah meninggal terlebih dahulu, sehingga ia di asuh oleh ibu sambungnya.
Keluarga jurnalis, Sastrawan & pejuang kemerdekaan, Ayahnya, merupakan seorang guru sekaligus seniman batak mandailing dimuara sipongi, Sutan Pangurabaan Pane adalah seorang jurnalis, sastrawan, kepala sekolah di HIS, pendiri Muhammadiyah di Sipirok, sangat komplit. Sutan Pangurabaan adalah pendiri dan pemimpin Surat Kabar Sipirok-Pardomuan tahun 1927, berbahasa Angkola, muatan berita nya ialah menyuarakan kemerdekaan Indonesia, usahanya di bidang penerbitan dan percetakan. Sahat P. Siburian, penulis biografi lafran pane menyebut Sutan Pangurabaan sebagai juragan media cetak pada masa Kolonial. Namun jika dilihat justru Lafran kurang produktif menulis, walaupun ada beberapa terbitan artikel yang ia tulis, namun ia justru tipikal konsolidator, dan bidang studi Lafran juga terbilang serius, yaitu tata negara.
Lafran kecil menempuh pendidikan pertamanya di Pesantren Muhammadiyah Sipirok, kini dilanjutkan oleh Pesantren K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Setia dekat Desa Parsorminan Sipirok.
Dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah Lafran Pane seringkali berpindah sekolah. Ia meneruskan sekolah SMP di HIS Muhammadiyah, menyambung sampai ke Taman Dewasa Raya Jakarta.
Ia lantas melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Islam (STI), kini UII (Universitas Islam Indonesia). namun Ketika itu ibu kota pindah ke Yogyakarta dan STI yang semula di Jakarta juga ikut pindah ke Yogyakarta. Sebelum lulus dari STI, Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) yang sekarang menjadi Univesitas Gadjah Mada (UGM).
Bahkan, Lafran termasuk salah satu mahasiswa yang pertama kali lulus menjadi sarjana ilmu politik pada 26 Januari 1953. Dari perspektif kakanda Agussalim Sitompul menulis dalam bukunya berjudul Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (1947-1975). Kemudian pada 14 Rabiul Awal 1366 H atau 5 Februari 1947, Lafran Pane mendirikan HMI. Konsolidasi pendirian organisasi ini dilakukan sejak November 1946. Organisasi ini menjadi wujud aktualisasi dari pandangannya mengenai Islam dan Indonesia.
Lafran Pane bukan saja cendekia tapi juga dikenal karena kesederhanaannya. Saat menjadi dosen, ia menggunakan sepeda onthel, naik becak dan bus. Bahkan saat ia menjadi salah seorang anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Presiden, Lafran tetap naik sepeda onthel. Lafran Pane hingga akhir hayatnya adalah dosen, tidak pernah jadi anggota partai politik manapun. Dan Pada 25 Januari 1991, Lafran Pane meninggal. Ia pun dimakamkan di pemakaman Masjid Agung Kauman, Yogyakarta. Berkat jasa-jasanya, kemudian Kakanda Mahfud dkk bertemu dengan presiden untuk mengajukan Lafran Pane sebagai pahlawan nasional, dan hal itu di amini, sehinga Lafran Pane dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 6 November 2017. Walaupun kita ketahui sosok lafran ialah rendah hati, seumpama ia masih hidup, mungkin sebenarnya ia tak ingin diangkat menjadi seorang pahlawan.
Gejolak keresahan & Kehadiran HMI
Lafran mengatakan, agama Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan juga dengan manusia lainnya. Dengan mendirikan HMI, menurutnya, Islam mendapat peran yang lebih tinggi di kalangan mahasiswa.
Lafran Pane merasa perlu mendirikan sebuah organisasi untuk mengubah keadaan mahasiswa saat itu yang masih belum memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agama Islam.
Organinasi HMI juga turut mempertahankan Negara Republik Indonesia ke dalam dan ke luar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat. Lafran beberapa kali mengadakan pertemuan untuk menggagas hal tersebut, namun berakhir dengan kegagalan.
Hingga pada Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947 Lafran Pane mengadakan rapat dadakan di jam kuliah Tafsir. Pertemuan itu dilakukan di salah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati). Lafran Pane yang saat itu masih menjadi mahasiswa langsung mendeklarasikan terbentuknya HMI. Ia mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lainnya, tanpa campur tangan pihak luar.
Saat itu, salah satu tujuan Lafran Pane mendirikan HMI karena mahasiswa pada masa itu masih banyak yang belum benar-benar memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam. Sehingga melalui HMI sebagai wadah belajar, Lafran berharap para mahasiswa lebih tahu menerapkan ajaran agama dengan baik dan benar dalam kehidupan.
Dalam kacamata Cak Nur, bahwa HMI yang dirintis oleh Lafran Pane sejak 1946 mengatasi jurang pemisah antara mahasiswa, agama dan ideologi kebangsaan.
Selain merupakan pendiri, Lafran Pane juga merupakan Ketua HMI di awal berdirinya organisasi mahasiswa Islam tersebut. Namun, pada 22 Agustus 1947, ia mundur dari ketua yang selama 7 bulan ia pimpin dan akhirnya digantikan oleh Mohammad syafaat Mintaredja salah satu mahasiswa dari UGM. Dan Lafran memilih menjadi wakil ketua saja. Karena ia juga tidak menginginkan sekaligus supaya tidak ada kesan bahwa HMI milik mahasiswa STI semata. Dan kampus yang lebih besar pula seperti UGM, Lafran berharap agar HMI justru semakin Luas pula. Sosok yang sederhana dan tidak gila jabatan ini, bahkan junior" di HMI nya saja dengan sikap rendah hatinya dan sederhananya, banyak junior tidak mengenal Dirinya sebagai salah satu pendiri HMI.
kepemimpinan Lafran Pane dalam upaya memajukan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tahun 1947-1991 diawali dari suatu kondisi indonesia yang terbilang rapuh baik dalam segi kenegaraan, keagamaan dan juga kemahasiswaan atau perguruan tinggi. Sehingga, Lafran Pane dan teman-teman berjuang keras mengatur strategi dalam bidang pendidikan, politik, agama dan hukum serta tata negara untuk memajukan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Fase awal pembentukkan HMI bertujuan Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kemudian Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sebab pada saat itu memang titik krisis dengan adanya gencatan ideologi feodal serta kolonialisme berkembang sehingga mengancam ideoligi kebangsaan dan perkembangan agama islam di Indonesia.
Muara Kekuasaan
Sebagian kita mungkin juga tahu bagaimana sosok dan karakter dari lafran pane, ia orangnya rendah hati, gigih, optimisme dan kesederhanaan. Suatu ketika lafran pane mendapatkan surat dari istana negara, surat itu berisikan sebuah tawaran jabatan sebagai dewan penasehat presiden. Melihat raut muka lapran, tanya sang anak kepada dirinya pun muncul, kenapa ayah, apakah tidak tertarik? Jawaban lapran Lebih memilih tidak berminat pada kedudukan tersebut.
Bagi Lafran kedudukan itu untuk di amanahkan kepada yang lebih mampu bukan untuk di perebutkan bagai piala, agar ada kemajuan ada progres,agar harkat martabat bangsa ini naik, agar hilang kolusi dan korupsi. Kekuasaan bukan untuk memperkaya diri sendiri, tapi untuk bangsa ini. Inilah yang menurutku kebiasaan yang benar bukan membenarkan yang biasa” (Lafran pane).
kader dan alumni HMI hingga kini masih menjadi penjaga gawang atau sudah kebobolan? Bisa kita lihat, lafran pane bukan menjadikan kekuasan sebagai modal ia untuk mendominasi serta menghegemoni orang Lain. Jika di bandingkan saat ini, justru banyak kanda" mulai menghegemoni para dindanya untuk kepentingan kekuasaannya. HMI di tangan Lafran Pane bukan sebagai alat kekuasaan, justru masih berpegang Teguh dengan Pengkaderan Nilai-nilai Terhadap masyarakat.
Maka tidak heran jika keadaan HMI saat ini mulai kendor, mungkin tidak memperhatikan Tradisi yang telah dibangun sejak lama oleh sang maestro Lafran Pane. Apa yang dibangun Lafran? Yaitu sebuah Tradisi Intelektual, spiritual dan moralitas. Bukan hasrat kekuasaan.
Jika kita sebagai kader HMI merasakan bahwa HMI saat ini sudah banyak bermain pragmatisme politik ketimbang penjagaan Tradisi. Maka bersiaplah menerima mati suri para kader atau bangkit dengan harapan yang segar.
Meminjam ungakapan Prof Jacob : pragmatisme politik ialah pembunuh yang masif tradisi intelektual.
Andai HMI tak pernah dideklarasikan Lafran Pane, mungkin saja panggung politik bakal pengap oleh politisi busuk, miskin komitmen, penuh intrik dan fitnah berbau sara zaman itu. Mungkin saat ini sudah menjalar musibah itu, dan mungkin ini pula awal kematian pengkaderan ditengah arus oligarki.
Sang Maestro Lapran Pane Telah menyulam semangat Gerakan Islam dan keindonesiaan, Bagi dirinya Kekuasaan itu bernilai karena ada orang orang yang layak di dalamnya. Tanpa itu kekuasaan dalam bentuk apapun tidak mendapatkan ruh kehidupannya.
Sesungguhnya muara kekuasaan itu pada pengabdian tanpa pamrih pada masyarakat sebagai upaya mencapai makam kerelaan ilahi. Mereka yang berkuasa ialah mereka yang tidak menjadikan kekuasaan sebagai keinginan yang terpatri pada jiwanya.
Di tengah suasana batin yang masih terbelah, warisan pemikiran tokoh intelektual HMI dengan visi keislaman progresif mesti dilestarikan. Fenomena munculnya wacana Islam kanan, kiri, tengah, kesamping atau apapun itu, memang cukup mengkhawatirkan. Gagasan progresif soal keislaman dan keindonesiaan merupakan esensi ”Indonesia kita” yang sesungguhnya, yakni Indonesia yang menjadi rumah besar bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga kita ini bukan islam yang di arab atau yang berada di timur tengah sana, tapi kita ialah islam keindonesiaan.
Mungkin dengan RELASI KUASA saat itu yang dipegang Lafran Pane bisa saja membuat ia kaya raya dengan memanfaatkan jaringan dan pengaruhnya, namun sampai akhir hayatnya, kematian sang maestro tak meninggalkan apapun, rumah pribadi saja tidak punya , kecuali Rumah Peradaban nya (HMI). Allahyarham.....
Demikianlah tulisan yang sederhana begini, masih banyak kekurangan nya, mungkin di suatu saat akan di perbarui.
Semoga bermanfaat.
Shadaqaulahuladzim
Bihaqqi Muhammad Saww.
Malang, 5/2/24
Referensi :
Satria, wibawa, hariqo. (2011). Lafran pane : jejak hayat dan pemikirannya, Jakarta: Penerbit Lingkar.
Sitompul, agussalim, haji. (2008). sejarah perjuangan HMI, jakarta: Misaka Galiza.
Sitompul, agussalim, Haji. (2008). 44 indikator kemunduran HMI, Jakarta: Misaka Galiza.
Shidratahta, Mukhtar. (2006). HMI & Kekuasaan : Kaderisasi HMI dalam Mengisi Struktur Kekuasaan. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Zulfata. (2021). Bubarkan HMI?, Banda Aceh: Pt bambu kuning utama.
Semoga bermanfaat.
Shadaqaulahuladzim
Bihaqqi Muhammad Saww.
Malang, 5/2/24
Referensi :
Satria, wibawa, hariqo. (2011). Lafran pane : jejak hayat dan pemikirannya, Jakarta: Penerbit Lingkar.
Sitompul, agussalim, haji. (2008). sejarah perjuangan HMI, jakarta: Misaka Galiza.
Sitompul, agussalim, Haji. (2008). 44 indikator kemunduran HMI, Jakarta: Misaka Galiza.
Shidratahta, Mukhtar. (2006). HMI & Kekuasaan : Kaderisasi HMI dalam Mengisi Struktur Kekuasaan. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Zulfata. (2021). Bubarkan HMI?, Banda Aceh: Pt bambu kuning utama.

Komentar
Posting Komentar