Risalah Kemesraan Bagian 2

Risalah Kemesraan 

Teleologis kemesraan & Wajah sejatinya hasrat ada pada Cinta

By. Ali rumi

Sebagaimana para filosof menggambarkan cinta adalah sesuatu yang eksistensial. Maka eksistensi dari setiap keberadaan memiliki cinta pada dirinya. Cinta berupa eksistensial tentu ia tak dibatasi hanya pada diri perempuan dan laki-laki saja, namun ia mengalir di setiap keberadaan. Namun di persoalan kita ialah cinta yang berada pada titik hasrat, dan para filosof pun mengakui bahwa hasrat adalah cinta yang berada pada permukaan, dan itu hal yang belum dewasa, masih kekanak-kanakan. Yang biasanya ditandai dengan sering pura-pura tidak mau padahal mau, sering ngga mau ngeWA duluan padahal lagi butuh. Tentu hal begini baik-baik saja, namun kita juga perlu realistis saja dari pada membuat diri jatuh ke ambiguitas.

Dari persoalan hasrat bisa bikin orang menggebu-gebu untuk memiliki sesuatu, ketika kita tertarik dengan lawan jenis sebab pandangan pertama ataupun dengan ditandai kode-kode perasaan tertarik dengan orang yang kita targetkan dan hal ini biasanya sering disebut dengan jatuh cinta, persoalan hati, jatuh dalam masalah cinta, apapun sebutannya, secara alami nya hal ini adalah gejala awal menemukan kesejatian cinta. Namun sayangnya ketidaktahuan kita pada hasrat sering kali kita gagal memahami nya. Dan akhirnya yang kita kira itu benarlah cinta ternyata itu bukanlah yang sesungguhnya.

Lagi pula kenapa gara-gara pandangan pertama, adanya semeriwing di hati kita mengatakan itu jatuh cinta. Padahal cinta ialah sesuatu yang tinggi, masak gara-gara cinta kita jatuh, padahal gara-gara cinta kita harus bangkit. Sederhananya bukan jatuh cinta, tapi membangun cinta. Yahh, mau gimana lagi ya, seperti nya kita yang awam begini, yang tak memiliki pahaman hasrat dan cinta main libas saja. Yang kita kira cinta eh ternyata bukan, maka tak heran pula sering kali perasaan yang tidak karuan alias salting terjadi pada diri karena begitu kuat hasrat ingin memiliki si doi.....

Seharusnya cinta yang khusus pada manusia tentulah ia memiliki basis Intelektualitas, sehingga ia mampu mengendalikan hasrat yang tidak karuan tersebut menjadi lebih tenang dengan pengetahuan. Walaupun hasrat adalah cinta yang berada pada permukaan, tapi belum tentu orang-orang bisa memasuki yang diatasnya, cinta pada posisi hasrat hanyalah bayangan, untuk menemukan si pemilik dari bayangan, sepatutnya kita mengenal bayangan itu secara utuh. Contoh di saat kita bercermin, yang ada dicermin itu adalah bayangan diri kita, dan ia bukanlah sejatinya diri kita. Tetapi, kalau tidak ada kita, tidak ada juga itu bayangan kita, inilah disebut dengan sejatinya.

Sebetulnya hasrat bukanlah sesuatu yang eksploitatif, seringkali ia menjadi liar yang berwajah eksploitasi karena hasrat kehilangan rumah sejatinya. Layaknya ada penggusuran tanah milik rakyat oleh rezim penindas, tentu masyarakat pemilik tanah memberontak karena rumahnya telah hilang. Mungkin begitu illustrasinya.

Persoalan cinta tidak cukup hanya sekedar berbicara perasaan, jika cinta hanya persoalan perasaan sedangkan perasaan itu ia tidak memiliki logika yang sistematis dan hanya bersifat like and dislike saja. Tentu hal begini akan membuat cinta bercampur pada hasrat, dan ia akan bergantung pada situasi-situasi tertentu. Seperti ketika kita saat jatuh cinta atau pdkt lah, baik betul itu kita punya perasaan, nanyaain kabarnya gimana, udah makan belom, hari ini ngapain aja, pokoknya yang bersifat perhatian lah. Tapi, ketika sudah nikah, ataupun sudah dapat si doi tersebut, hilang itu perhatian yang dari awal manis menjadi agak pahit ya. inilah yang kita sebut cinta diantara mood dan bad mood. Kalau mood nya bagus, alhamdulillah, kalau bad mood, mohoh disyukuri saja ya. Terkadang begitulah, sebagaimana ucapan cut pat kai yaitu derita cinta tiada akhir.....

Jika kita kembali pada istilah awal yaitu cinta adalah eksistensial, maka cinta tak bisa kita batasi hanya sekitaran perasaan semata. Sebagaimana kita mengaitkan cinta kita dengan Allah Swt hanya dengan perasaan-perasaan saja, maka apa-apa kita menjadi merasa dekat, kalau ada masalah berat, Diposisi ini Kayaknya kita dengan Tuhan Dekat betul, sedikit-sedikit mulai lantunan doa disampaikan, ini kenapa ya allah, keluarkan hambamu ini dari masalah ini. Tentu baik-baik saja, tapi bagaimana ya kita menjustifikasi bahwa yang kita rasa dekat itu memang betul dia, jangan sampai yang rasa dekat ternyata bukan dirinya, tapi hanyalah kamuflase jin,iblis dan syaitan.....

Kenapa cinta tak cukup dengan modal perasaan, tentunya cinta tak bisa kita makan, apalagi menenangkan yang kesusahan. Kalau kita punya cinta, maka bantulah ia yang kesusahan, kelaparan, dizolimi. Berbuat baiklah apa yang bisa kita bantu, tanggung jawablah. Kalau hanya sekedar perasaan cinta, maka hal itu terbatas, yaitu saat perasaan nya masih ada, tanggung jawabnya kelihatan, namun ketika perasaannya melemah, tanggung jawabnya mulai perlahan pudar.

Ketika cinta kita objektifikasi pada hal perasaan, bukan pada tanggung jawab, perhatian, kesetian dan cinta ialah bersifat eksistensial, mengalir ke segenap keberadaan dan bersandar pada realitas pada dasarnya kita juga perlu menyadari bahwa cinta ialah sesuatu yang aktual dan bukan potensial, maka dari itu perlunya melihat realistis dari cinta.

Sebab cinta bersifat eksistensial dan keberadaan itu ialah sesuatu yang aktual pula. Maka dari aktual nya cinta itu ia akan memiliki efek pada setiap eksistensi.
Dalam pandangan filosof, efek dari cinta itu da keindahan dan kebaikan.  2 wajah dari cinta yaitu keindahan dan kebaikan ini seharusnya bisa tampak pada segenap eksistensi. Namun justru yang terjadi wajah keindahan itu tampak baik. Jauh lebih mudah menangkap cinta dalam keindahan nya, dan lebih sulit menggambarkan cinta dalam kebaikan. Banyak orang ketika terlena dalam cinta hanya pada keindahan, sehingga membuat dirinya tidak terobjektifikasi pada kebaikannya. Harusnya kan ketika dapat itu cinta dan 2 wajah cinta juga kita dapatkan.

Memang cinta bisa bikin orang mabuk, tapi dalam kebaikannya, orang yang mabuk itu bisa berjalan pada prinsip-prinsip moral yang objektif, Harusnya begitu. Saat ini kita dimabuk cinta, seakan-akan kita dibius dan hilang nalar sehat dan terlena menikmati keindahan nya.

Sebetulnya orang yang punya cinta ia tidak banyak janjinya, justru yang semakin banyak janji itu ialah hasrat. Biasanya hasrat memang betul-betul membawa kita kemana-mana, ditandai dengan berbagai macam kemauan, khayalan yang tak sesuai dengan realitas. Mengapa orang yang punya cinta tak banyak janjinya, sebab jika kita melihat dari istilah bahwa cinta adalah sesuatu yang eksistensial dan ia bukan bersifat potensial, berarti cinta adalah sesuatu yang aktual. Ketika cinta sesuatu yang aktual, maka orang yang punya cinta itu ia akan langsung membuktikan, tidak lagi terlalu banyak janji. Bagi pemilik cinta yang tinggi ialah bukti. Kayak lagu virgoun ya, kamu adalah bukti. Hehe

Bukan hanya pembuktian saja, cinta bersifat aktual ia akan melihat sesuatu lebih realistis sebab sandarannya ialah dinamika realitas. Yah, sederhananya ialah apa adanya saja, bukan ada apa-apanya. Cinta bukan juga idealis, kalau udah bersama dirimu ya kayaknya dunia terasa milik berdua, jadi lupa ada orang lain sekitarnya.
Seperti halnya qasidah cinta yang dinyanyikan oleh umi kalsum dan syair nya ditulis oleh ibrahim Naji yaitu Al athlal/sukaro, tenggelam dalam cinta. Begini kalimat syair cintanya :

Apakah cinta pernah melihat ada yang semabuk kita? 

Betapa banyak angan-angan telah dibangun di sekitar kita

Dan kita berjalan di bawah terang cahaya bulan, 

Kegembiraan melintas di hadapan kita

Kita tertawa seperti dua bocah yang bermain bersama. 

Dan kita berlomba mengejar bayangan kita masing-masing

Kita sadar meski euphoria masih tersisa, 

lalu mengapa kita tak terjaga saja?

Terjaga dari mimpi yang menakutkan, 

dan malam telah datang dan menjadi satu-satunya teman

Ketika cahaya itu menandai terbitnya matahari, 

ketika fajar berlesatan seperti lidah api

Ketika dunia seperti yang kita tahu, 

Ketika Para pecinta menapaki jalannya

Atau bisa juga teman-teman lihat kisah cinta layla dan majnun. Ada kesan cinta idealis, yang melupakan realitas sekitar.

Cinta bukan mengaburkan kita dari realitas selain diri kita. Justru sebagai orang yang punya cinta kita akan memancarkan cahaya-cahaya cinta pada sekeliling kita. Kayaknya tugas berat ya, yaudah ah ngga mau yang berat-berat, maunya sama kamu aja🤣

Jika kita lihat sebagian para sufi ajarannya yang penuh cinta, maka tebaran-tebaran cinta akan melingkupi dari segala tindakan, ia tenggelam dalam cinta ketika tanggung jawabnya selesai, dan level tertinggi dari cinta dalam pertemuannya ialah kepada pemilik sejatinya cinta, yaitu Tuhan. Walaupun ada beberapa para sufi yang justru tenggelam dalam cinta sehingga ia tak mau kembali lagi ke realitas alam ini untuk melakukan perbaikan Atau transformasi spiritualitas pada tanggung jawab sosial.

Cinta bukanlah sesuatu yang ingin mematikan hasrat, memang persoalan berat kita ialah ada pada titik hasrat. Hasrat seringkali menggagalkan kita mendaki tangga yang lebih tinggi. Kita punya idealis terkait tujuan cinta yang kita miliki, namun dalam perjalanan dan dinamika yang dihadapi untuk mencapai yang lebih tinggi, kita acapkali di hadapkan dengan arus yang kuat dengan dinamika hasrat. Sehingga kita bukan terlena pada cinta, namun hanya pada tataran hasrat semata. Maka dari itu, haruslah cinta yang mengkondisikan hasrat supaya memiliki tujuan yang lebih tinggi dari dirinya.

Bagi sipecinta tidak ada lagi dirinya dalam cinta, namun hanya kekasihnya saja. Maka syarat memanifestasikan cinta ialah orang-orang yang sudah selesai dalam mengendalikan hasratnya. Cinta bukanlah tujuan, memang sedari awal kita ingin menggapai cinta sebagai titik tertinggi, ini memang iya jika kita dalam perjalanan hasrat menuju cinta. Namun dalam hal ini keduanya bukanlah tujuan sejatinya, baik itu hasrat dan cinta hanyalah jalan untuk mengetuk siapa dibalik pemilik rumah cinta sejatinya.

Mengapa cinta bukanlah satu-satunya tujuan kita, Sabab diri kita adalah lemah, makanya kita memerlukan sandaran cinta. Cinta bukanlah kesempurnaan ketika berhubungan dengan Tuhan, karena Tuhanlah yang memiliki kesempurnaan itu. Cinta hanyalah jalan menghubungkan diri kita dan Tuhan.

Dijalan hasrat kita akan melepaskan nya demi mengejar cinta, di jalan cinta kita juga akan melepaskan dirinya untuk mencapai di atasnya. Maka yang bisa melepaskan itu ia yang memiliki, namun yang memiliki belum tentu bisa melepaskan. Justru karena cintalah pelepasan itu bisa terlihat, Hanya cinta yang bisa melepaskan cinta.

Shadaqaulahul adzim....

Malang, 10/9/23



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Perkaderan #2

Proyek Perkaderan #11

Proyek perkaderan #8